Diyakini dibutuhkan ratusan tahun untuk membangun situs dengan menata batu. Mengingat peralatan yang dipakai juga sangat sederhana, penatahan dan pembentukan ratusan ribu batu di situs sungguh memerlukan waktu yang sangat lama. Belum lagi cara memindahkan batu andesit dari sungai-sungai. Ukuran ribuan batu yang bervariasi dari ukuran 20, 50, sampai 200 cm alias 2 meter dengan berat ratusan kilo jelas memerlukan waktu yang sangat lama.
Lalu, desain situs megalitikum Gunung Padang yang spektakuler, dengan menekankan tempat tersebut sebagai tempat suci yang dihadiri oleh ribuan orang selama ratusan bahkan ribuan tahun adalah bukti hadirnya Allah SWT dalam diri manusia. Manusia - baik prasejarah maupun manusia modern - menghadirkan tuhan dalam pemujaan secara sosial karena didasari oleh ‘rasa ketuhanan' dalam dirinya yang sama pada setiap manusia.
Sepanjang sejarah manusia, di mana pun juga, seperti di Mesir dengan Piramida, suku Maya di Peru dengan Piramida, bangsa Arab dengan Ka'bah - ingat lokasi tempat Ka'bah yang sekarang ini dulunya adalah situs purbakala yang dipenuhi dengan aneka patung, dan tak terkecuali Situs Megalitikum Gunung Panghegar (Padang) manusia perlu tempat pemujaan untuk ‘kehidupan spiritual mereka'. Bahkan manusia modern melanjutkan kehidupan prasejarah dengan meyakini pentingnya situs prasejarah.
Maka, situs prasejarah selalu menjadi tempat dibangunnya bangunan baru jika terjadi perubahan keyakinan spiritual manusia yang menghuni suatu tempat. Contohnya. Lokasi bangunan masjid Al Aqsa adalah lokasi the Temple of Solomon, situs yang dibangun oleh Nabi Sulaiman.
Begitu pula aneka situs purbakala di Indonesia diyakini menempati lokasi situs prasejarah. Bahkan sampai masa kedatangan Hindu, Buddha dan Islam di Indonesia membuktikan bahwa tempat-tempat keramat zaman prasejarah ditempati oleh agama baru.
Bukti otentiknya adalah bahwa bangunan candi, dan masjid pada awalnya selalu berbentuk ‘pasola' atau ‘punden berundak'. Pasola secara luas ditemukan di Myanmar, India, Laos, Thailand dan tentu Indonesia - di seluruh keraton-keraton Nusantara dan bahkan masjid-masjid lama di Indonesia dalam bentuk payung bersusun.
Pun unsur ‘pasola' juga dapat dilihat dalam bangunan Masjid Demak dan bahkan Eyang saya Soeharto melestarikan masjid ‘berpasola' yang berudak-undak seperti candi berupa ratusan masjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila.
Nah, Situs Megalitikum Gunung Panghegar (Padang) merupakan tempat pemujaan prosesi keagamaan yang dilakukan hanya pada malam hari. Pelaksanaan hanya dilakukan pada bulan purnama selama lima hari. Yakni dua hari menjelang bulan purnama dan dua hari setelah bulan purnama. Situs ini tidak dikunjungi pada siang hari. Seluruh rangkaian pelaksanaan ritual dilaksanakan secara massal dan bebrjamaah dengan dipimpin oleh Pu'un. Hal ini diyakini berdasarkan struktur bangunan Situs Megalitikum yang terbagi dalam anek bangunan yang berstrata dari Beranda, Pelataran I - V yang tertinggi. Lalu apa tujuaan pemujaan kepada tuhan itu? Sama. Mencari hubungan atau mendekati rasa ketuhanan. Manusia prasejarah Gunung Padang (Panghegar) tampaknya memiliki kesamaan dengan manusia modern. Tentang nama tuhan menjadi tak penting karena rasa tak bisa dijelaskan sepenuhnya melalui kata.
Tuhan yang tak memiliki nama. Karena kalau masih memiliki nama maka itu hanya pendekatan kepada ‘tuhan' yang sesungguhnya. Tuhan ditemukan dalam rasa oleh manusia. Sebagai tuhan, tuhan berada di luar akal, pikiran, bayangan, ide, penalaran manusia. Kenapa? Karena manusia adalah makhluk dan tuhan adalah diyakini sebagai pencipta. Apapun yang dibayangkan, dipikirkan, diidekan, diyakini oleh manusia tentang ‘tuhan' adalah hanya pendekatan dan tak akan mencapai hakikat ‘tuhan'. Kenapa? Tuhan berbeda dengan manusia sebagai makhluk. Lalu bagaimana manusia memahami ‘tuhan'?
Tuhan sesungguhnya ada dalam diri manusia. Friksi ketuhanan terkandung dalam alam semesta. Dan manusia adalah bagian dari alam. Sebagai buktinya adalah kemampuan alam termasuk manusia dalam berevolusi - evolusi adalah rangkaian sunatulllah penciptaan alam semesta yang hanya dengan ‘kun fa yakun - jadi, maka jadilah'. Alam semesta termasuk manusia adalah kelanjutan dari bukti eksistensi dan keberadaan tuhan.