"Om, bagaimana SBY dan FPI harus belajar dari kasus Malala?" tanya Monahara si remaja jelita anak Sabung tukang sabung ayam Bangkok tetangga saya.
"Oh benar Susilo Bambang Yudhoyono dan Front Pembela Islam harus belajar dari kasus Malala. Agar mereka bisa bertindak melawan ekstrimisme Islam di Indonesia. FPI kita dorong untuk melawan korupsi dan para koruptor," sahutku enteng.
Di tengah kebohongan dan politik pencitraan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan penghalalan kekerasan oleh FPI di berbagai tempat, Indonesia palan tapi pasti dibawa oleh kelompok ekstrimis Islam ke jurang kehancuran. SBY dan FPI seharusnya belajar tentang integritas dan kebenaran lebih baik lagi. SBY dan FPI pasti akan susah mencari tempat belajar yang baik dan benar di Indonesia.
"Mau belajar dari Al Quran di Indonesia, Al Quran-nya saja bisa salah huruf karena dikorupsi. Kita masih ingat korupsi dan penarikan Al Quran. Hati menjadi was was ketika akan membaca Al Quran. Kita harus berhati-hati dan cermat. Jangan-jangan Al Quran yang kita baca tidak benar dan dikorupsi hurufnya oleh para koruptor," timpal Dai yang berteriak dari dalam kamar tidurnya tanpa menunjukkan mukanya.
"Iya Bang, sudah banyak ditarik Al Quran yang salah itu!" sahutku berteriak pula.
"Trus..." pinta Pingkan yang cantik, salah satu dari empat istri Dai, minta aku melanjutkan.
"Malala memberi pelajaran bagi SBY dan FPI juga kita semua tentang integritas dan keberanian. Jangan hanya beraninya pada petani miskin dan kafe yang yang tidak punya pengamanan kuat. Malala juga inspirasi bagi semua orang tanpa memanfang umur, agama, ras, keturunan dan suku bangsa!"
"Bagaimana sih gambaran Malala, Om?" tanya Michael Corleone, anak Dai yang baru berusia 7 tahun namun tampak memiliki kecerdasan luar biasa.
Malala adalah gadis remaja cantik, secantik kalian berdua, yang sangat cerdas dan manusiawi. Ini bisa dilihat dari kata-kata dan tindakannya. Malala bisa dengan mudahnya menjadi anak, saudara atau keponakan kita. Serangan Taliban kepada Malala adalah serangan terhadap nilai-nilai kebebasan, keselamatan; perkembangan dan pencerahan yang semua bangsa dan manusia harus miliki.
Kita yang tinggal di Indonesia, sebagian besar bisa hiduup bebas dan memiliki keamanan dan kesempatan. Namun, seperti di Lembah Swat Pakistan, kita juga tetap khawatir pada keamanan. Orang-orang yang kita cintai bisa mati gara-gara ditembak teroris seperti di Solo, Poso, bahkan bom-bom yang diledakkan oleh teroris dan ekstrimis Islam alumni Afghanistan yang masih berkeliaran dan membangun jaringan terror di Indonesia.
Seperti Malala, kita hidup dalam ancaman teroris dan ekstrimis yang semakin membesar dan dilakukan pembiaran oleh SBY. Pembunuhan terhadap polisi di Solo dan Poso serta ledakan di kantor polisi di Poso pagi ini menunjukkan bagaimana keaamanan tidak terjamin.
Di Indonesia, terror terhadap anak-anak berwujud kemiskinan. Anak-anak menjadi kehilangan kesempatan menjadi anak-anak cerdas karena koruptor. Koruptor merampok uang rakyat yang seharusnya bisa digunakan untuk asupan makanan bergizi bagi jutaan balita di Indonesia. Teroris seperti Taliban saat ini berwujud dalam diri para koruptor.
Malala yang sangat fasih berbicara beruntung, memiliki keberanian terhadap yang dia hadapi, dan secara terbuka menyampaikan nilai-nilai dasar kesamaan hak azasi, pendidikan yang sama dengan anak-anak kekurangan gizi di Indonesia yang disebabkan oleh koruptor.
"Ya untuk itu SBY harus belajar tentang nilai-nilai kemanusiaan, hak azasi dan bersikap tegas terhadap teroris dan kekerasan atas nama agama kepada Malala. SBY jangan belajar dari pemerintah Pakistan yang membiarkan kekerasan sektarian ektrimisme agama dan intoleransi berkembang!" jelasku.
"Dan FPI belajar dari Malala kebijaksanaan. Jangan bertampang sangar. FPI harus berani amar makruf nahi mungkar. FPI juga jangan berlaku munafik seperti partai-partai. FPI jangan mengumbar kekerasan. Saran saya FPI akan sangat indah jika memburu para koruptor dan membunuhi para koruptor. Koruptor lebih jahat dari teroris. Dan, itu adalah jihad yang 100% didukung oleh rakyat. Ayo, FPI kita dukung memburu para koruptor, baik yang belum tertangkap, yang sudah tertangkap dan juga yang sudah keluar dari penjara. Buru dan bunuh para koruptor karena hukum di Indonesia berpihak kepada para koruptor!" teriak Dai dengan bersemanangat menimpali pernyataanku.
"Kalau buat Mona apa Om yang bisa dipelajari dari Malala?" tanya Monahara si remaja jelita dengan senyumnya.
"Oh, kamu bisa meniru cita-cita Malala menjadi politikus. Cantik, cerdas, jujur dan itu sangat indah! Jangan seperti Angelina Sondakh, putri Indonesia koruptor. Hartati Murdaya, ibu koruptor! Wa Ode Nurhayati politikus koruptor! Jadilah perempuan cantik yang indah!" jelasku yang membuat Monahara tersenyum.
"Seperti saya ya. Indah, cantik!" timpal Pingkan yang memang cantik.
"Huuuu..bisa saja kamu, Pingkan!" sorak Monahara meledek Pingkan.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H