Kendaraan yang aku pakai sekarang adalah mobil kantor yang masih leasing. Karena suamiku sudah pension, aku tak tahu sampai kapan dia mampu membayar. Aku pun tak tahu kemampuan keuangan dia. Itu tak penting lagi bagiku. Jika kendaraan ini ditarik, sementara mobil yang aku beli aku sewakan jangka panjang, berarti aku tak akan bisa menjemput anak-anak dan tak bisa ke tempat kerja. Bagiku kendaraan adalah kakiku. Entah bagaimana caranya cara dan jalan yang bisa aku tempuh untuk kebebasanku.
"Hai..yang penting kamu memiliki kemauan, pasti ada jalan. Kamu harus mundur dulu untuk maju. Hidup sederhana dulu mungkin. Lalu kamu tata hidup kamu pelan-pelan. Harus sekarang waktunya mulai kamu atur waktu exit dari rumah secara tepat. Tak boleh kamu menunda-nunda terus tanpa ada kejelasan kapan kamu harus hidup dalam kebahagiaanmu sendiri!" kata teman lelakiku itu suatu saat.
Oh Tuhan. Apakah aku sanggup melangkah dan dari mana aku bisa membiayai anak-anakku? Namun aku yakin aku mampu keluar dari kesulitan dan tekanan ekonomi dan psikologi dari lelaki Jawa yang tak indah itu. Apa jalan yang akan aku tempuh? (to be continued)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H