Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

La Nyalla dan KPSI, Belajarlah dari Suku Baduy

24 November 2012   10:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:44 1811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Papi, bagaimana cara mengajarkan pada La Nyalla agar sadar tidak merusak sepakbola Indonesia dengan KPSI-nya?" tanya Monahara si jelita pada ayahnya Sabung, tukang sabung ayam Bangkok tetangga saya.

"Wah, susah juga. Tapi ada baiknya kita ajak saja La Nyalla belajar kehidupan dari suku Baduy saja!" sahut Sabung memulai penjelasannya.

Ribuan tulisan dan artikel telah ditulis untuk mengetuk jiwa La Nyalla Mattalitti. Namun nelum satu pun yang mempan. La Nyalla semakin menyala nafsu untuk menjungkalkan dan merusak sepakbola Indonesia. Kedok nama KPSI hanyalah alat perusak saja. Tak ada kebenaran yang disampaikan oleh La Nyalla selain kebohongan. Buktinya La Nyalla melarang para pemain ISL bergabung dengan Timnas.

Bingung dan tak tahu harus bicara apa dan dengan cara apa meyakinkan La Nyalla Mattalitti bahwa La Nyalla salah langkah. Mungkin tulisan ini bisa menyadarkan KPSI dan La Nyalla tentang kehidupan dan kesederhanaan. Biarlah La Nyalla membaca tentang makna kebenaran dan kesederhanaan sekaligus kebijaksanaan. Dengan belajar dari Baduy, diharapkan La Nyalla menyadari akan betapa hidup di dunia dan bumi hanya tentang nama. Bahkan bagi masyarakat Baduy, berakhirnya kehidupan juga bukan merupakan tragedi: hanya berakhirnya waktu.

Suku Baduy tidak mengenal La Nyalla Mattalitti. Mereka tidak pernah menonton aksi Timnas KPSI atau Timnas Indonesia, namun mereka memahami makna sportivitas dan kesederhanan dalam hidup.

Inilah kunjungan ke sekian kalinya aku ke Baduy Dalam. Perjalanan ke Baduy Dalam dan Baduy Luar selalu memberikan kesan yang mendalam. Makin lama, pemahaman akan keberadaan suku Baduy dan cara hidup mereka semakin menarik perhatian. Makna kehidupan menjadi makna paling istimewa menarikku.

Baduy adalah nama ribuan orang yang tinggal di kawasan hutan seluas leboh dari 5,430 hektar pegunungan Kendeng, Lebak, Banten. Masyarakat Baduy, nama yang diambil dari penyebutan masyarakat terasing, ketika Islam telah menguasai Banten pada abad ke-16. Sultan Banten menjuluki komunitas itu sebagai suku Baduy, nama yang diambil dari kebiasaan suku di Gurun Arabia. Sultan Banten mengidentifikasi mereka sebagai suku Baduy, bukan orang Sunda, walaupun mereka justru adalah orang Sunda asli. Bahkan bahasa mereka juga bahasa Sunda.

Sultan Banten, dilanjutkan oleh penguasa Lebak, menghormati keberadaan orang-orang Sunda asli ini dengan memberikan kebebasan untuk berkeyakinan. Keyakinan dan kepercayaan suku Baduy ini sungguh menarik.

Ciketawarna, CIbeo dan Cikeusik adalah tiga kampung bagian Baduy Dalam atau Kanekes Dalam. Terdapat puluhan rumah yang dihuni oleh sekitar delapan ratusan warga. Ciri warga Baduy sungguh menyimpan kemenarikan ditinjau dari unsur esensi modernitas. Kepercayaan masyarakat Baduy menekankan pada kesederhanaan hidup.

Jika masyarakat di Jakarta berebut dan bekerja untuk memiliki kendaraan mewah sebagai lambang keberadaan dan eksistensi diri, maka suku Baduy menganut anti hedonism dan cinta lingkungan. Justru kepercayaan Sunda Wiwitan melarang warga Baduy (1) mengendarai dan memanfaatkan sarana transportasi apapun. Mobil, motor dan aneka sarana transportasi adalah lambang hedonism manusia yang dihindari oleh suku Baduy. Ketika Dunia disibukkan dengan pameran mobil paling mewah, baru dan gagah, masyarakat Baduy menganggap mobil sebagai perusak lingkungan.

Berikutnya, (2) alas kaki tidak dibutuhkan oleh warga Baduy. Alas kaki yang menjadi lambang hedonism manusia dicampakkan oleh kepercayaan Baduy. Alas kaki diyakini menjadi sarana pamer dan bukan digunakan untuk hanya sekedar alas kaki. Pandangan jauh tentang masa depan telah memberi tahu suku Baduy bahwa alas kaki akan menjadi benda pemicu kerusakan lingkungan.

Larangan (3) menggunakan alat elektronika juga kearifan masa lampau yang diyakini sebagai alat untuk menekan global warming, pemanasan global karena pembuatan alat-alat elektronik dan teknologi merusak lingkungan.

Kecintaan terhadap lingkungan diwujudkan dalam kewajiban memakai pakaian produksi sendiri dengan warna hitam/gelap/putih dengan disain standard berlaku turun temurun. Warga Baduy dilarang (4) memakai pakaian modern.

Puncak keyakinan dan pusat kepercayaan Sunda Wiwitan suku Baduy ada pada Pu'un, kepala spiritual Suku Baduy. Pu'un menjadi bagian dari kelanjutan dan wakil dewata di Bumi. Nu Ngersakeun adalah tuhan tertinggi yang bersemayam di Buana Nyungcung. Inti ajaran Sunda Wiwitan dikuasai sepenuhnya oleh Pu'un. Tidak ada ritual khusus yang dilakukan oleh warga Baduy. Hanya Pu'un dan para tokoh adat tertentu yang menjalankan dan berkewajiban untuk mengadakan ritual. Warga tidak melakukan perayaan apapun.

Penyembahan pun tidak ada. Yang ada adalah pemahaman yang disampaikan oleh Pu'un berupa ajaran (1) cinta kasih antar sesama, (2) tata karma dalam bertindak dan berperilaku sederhana, (3) berbahasa dan berbudaya sederhana sesuai ajaran leluhur, (4) undak usuk tatanan dalam berkeluarga dan kekeluargaan yang berkenaan dengan tugas dan tanggung jawab, misalnya seorang pemuda yang sudah menikah harus memiliki atau membuka ladang untuk kebutuhan keluarga, (5) selanjutnya masyarakat Baduy memahami wiwaha yudha naradha yakni memahami sebab dan akibat dari suatu perbuatan yang berkenaan dengan pengendalian hawa nafsu.

Arca Domas adalah tempat pemujaan tertinggi yang dirahasiakan tempatnya dan hanya Pu'un dan tetua adat yang setahun sekali melakukan pemujaan.

Konsep agama Baduy ini sungguh patut ditiru oleh masyarakat modern. Konflik tentang kebenaran diletakkan pada pragmatisme kehidupan yang alami dan ramah kepada alam dan lingkungan. Hidup bagi masyarakat Baduy adalah mengarungi waktu yang pendek. Pu'un diletakkan sebagai wakil tuhan atau dewa yang mumpuni. Tak ada kewajiban bagi warga Baduy untuk beribadah. Pu'un lah yang melayani warga secara spiritual tanpa memberi kewajiban dan beban kepada pengikutnya untuk sibuk melakukan ritual yang justru sering membebani.

Manusia dianggap sebagai bagian dari alam, lahir, hidup, dan mati. Kematian adalah akhir dari kehidupan dan menyatu dengan alam. Oleh sebab itu tempat penguburan orang Baduy dalam tidak dipuja sebagai sesuatu yang istimewa. Orang meninggal sebagai pertanda berakhirnya kehidupan manusia dan tak ada yang perlu dikenang. Maka dalam mitologi suku Baduy tidak dikenal Pu'un terhebat dan Pu'un paling hebat karena tugas Pu'un tidaklah pernah berubah secara turun-temurun.

Konsep hidup setelah mati pun tidak menjadikan kegalauan warga Baduy. Buana Larang sebagai tempat paling rendah dalam konsep kosmologi dan keyakinan suku Baduy merupakan neraka yang tempatnya pun tidak jelas.

La Nyalla perlu merenung dan kalau perlu pergi melihat suku Baduy untuk berdialog dan memohon petunjuk kepada Pu'un tertinggi di Ciketawarna, Cibeo dan Cikeusik. La Nyalla sebenarnya sudah sangat maju dan jika belajar tentang kearifan suku Baduy maka La Nyalla akan segera sadar bahwa dia telah sangat beruntung menjadi manusia yang jauh memiliki pemahaman. Namun nyatanya La Nyalla tak mampu tampil melebihi suku Baduy.

La Nyalla harus belajar dari suku Baduy terutama hal-hal sebagai berikut agar sadar tingkah lakunya buruk dengan merenungi ajaran Pu'un berupa (1) cinta kasih antar sesama, (2) tata karma dalam bertindak dan berperilaku sederhana, (3) berbahasa dan berbudaya sederhana sesuai ajaran leluhur, (4) undak usuk tatanan dalam berkeluarga dan kekeluargaan yang berkenaan dengan tugas dan tanggung jawab, misalnya seorang pemuda yang sudah menikah harus memiliki atau membuka ladang untuk kebutuhan keluarga, (5) selanjutnya masyarakat Baduy memahami wiwaha yudha naradha yakni memahami sebab dan akibat dari suatu perbuatan yang berkenaan dengan pengendalian hawa nafsu.

"Iya agar dia belajar kebenaran ya, Papi? Soalnya omongan dan perbuatan La Nyalla selalu beryolak belakang," teriak Michael Corleone (7 tahun) yang ikut memanggil Sabung sebagai Papi.

Yuuk La Nyalla saya temani kalau mau belajar sesuatu dari kesederhanaan hidup. Tak perlulah La Nyalla memelototi Timnas Garuda dan berdoa melawan jutaan doa manusia agar Timnas tidak berprestasi. Lupakan sedikit KPSI dan Piala AFF 2012, lupakan tampil di Piala Asia.

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun