Pertandingan antar dua tim menggambarkan perang antar dua negara. Masing-masing berusaha mempertahankan diri agar tidak kemasukan gol. Kemasukan gol berarti ‘deficit' dan harus ditutup dengan memasukkan gol. Sama dengan kalau kita mengeluarkan uang melebihi penghasilan. Namanya defisit alias hutang. Nah selama waktu tersisa harus berusaha membayarnya.
Lalu tentang organisasi permainan. Ada penyerang. Penyerang ini didukung oleh penyokong yang bermain di lapangan tengah. Tanpa dukungan mereka kurang efektif aliran bolanya dan kesempatan untuk mencapai tujuan bersama akan berkurang. Jika diserang para pemain juga bahu-membahu menggalang pertahanan agar tidak terjadi ‘kebobolan'. Sama dengan kehidupan semuanya memiliki peran masing-masing dan harus bekerjasama untuk mencapai tujuan.
Penonton adalah energi bagi seluruh penonton yang lain. Juga bagi 22 pemain yang berlaga dan pemain cadangan. Pelatih juga menikmati energi penonton. Wasit dan hakim garis juga akan mendapat energi positif kehadiran puluhan ribu penonton. Tak lupa pengurus sepakbola dan penguasa negara akan terbius energi riuhan ribuan penonton yang bergembira atau bahkan sedih seketika.
Lalu yang paling penting ‘goal'. Saat terjadi ‘goal' dua kubu secara serempak akan menampakkan drama indah. Kegembiraan dan teriakan bahagia membahana dari pencipta goal. Penonton, pelatih, kepala negara, semua pemain bersorak merayakan ‘goal'. Namun, pada detik yang sama setelah gol tercipta, senyap dan kekecewaan, kesedihan pecah bagi kubu yang kemasukan ‘goal'.
Namun, sesuai dengan falsafah bahwa sepakbola adalah teater kehidupan, maka 11 pemain di lapangan membangun asa lagi. Mengatur lagi permainan dan berusaha lebih baik agar bisa membuat ‘gol'. Para penonton,pemain cadangan, pelatih memotivasi pemain yang tengah berperang di lapangan dengan teriakan pemompa semangat.
Ketika waktu pertandingan berakhir, yang terjadi adalah ulasan permainan. Semua berbicara tentang seharusnya, sebaiknya, alangkah baiknya kalau....ketika mereka menyikapi kekalahan dan kemenangan. Yang menang tak puas menang ‘kecil' maunya menang ‘besar'. Ini sama dengan sifat manusia yang ada yang suka puas, ada yang tak puas. Yang kalah akan menganalisis sebab kekalahan. Ada yang menerima kekalahan, ada yang tak mau menerima; persis seperti kehidupan manusia.
Sepakbola mengajarkan toleransi. Misalnya tentang cara memasukkan ‘goal'. Semua pemain boleh mencapai ‘goal' atau tujuan dengan caranya masing-masing. Tidak ada cara paling benar dan paling tepat tentang cara mencapai ‘goal'. Yang penting tujuannya tercapai dan seluruh 11 pemain sepakat dan saling menghormati tentang tata cara mencapai tujuan ‘goal'. Perbedaan keyakinan untuk mencapai ‘tujuan atau goal' tidak menghancurkan tim. Justru dengan aneka perbedaan itu akan tampak indah dan tercipta ‘goal'.
Lihat tim Prancis, Belanda, Jerman, Italia dan Inggris misalnya. Di situ gambaran Indonesia, ada kulit hitam kulit putih, kulit coklat dan kulit merah. Ada yang beragama Kristen, Katolik, Islam dan agnostic bahkan atheist. Ada orang Turki, Arab, Suriname - atau Jawa mungkin, Bahama, Afrika dan sebagainya. Namun semua rukun dalam satu tim karena dipimpin oleh ‘aturan dan ketegasan' sepakbola.
"Maka seharusnya SBY nonton Euro. Jangan hanya pusing ngurusin Partai Demokrat doang. Tonton Euro 2012 dan belajarlah Bhinneka Tunggal Ika dari tim-tim sepakbola!" seru Sabung bahagia.
"Iya, empat istri saya dari Jawa, Sunda, Manado dan Aceh! Itu Bhinneka Tunggal IKa," teriak Dai menyelutuk dari balik jendela.
"Bang, makasih banget. Saya sampaikan ke istri tentang makna sepakbola ya," teriak Sabung bahagia.