Jika uang rakyat berupa pajak dibajak oleh petugas pajak. Jika setoran pajak dikurangi lantas kelebihannya dibagi dua antara petugas pajak dan wajib pajak. Jika pengadilan keberatan pajak hanya alat untuk patgulipat antara wajib pajak dan petugas pajak. Maka reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan adalah omong kosong. Kenapa? Karena kementerian itu cuma satu di antara sekian kementerian yang bobrok. Kementerian itu ada dalam sistem Kleptokrasi Pemerintah Indonesia.
Gaji besar di lingkungan Kementerian Keuangan tidak akan menghentikan korupsi. Bahkan di Bank Indonesia sekaliber Burhanuddin Abdullah, Miranda S. Goeltom, Aulia Pohan yang mendapatkan gaji ratusan juta rupiah juga masih menjadi pencuri. Maling. Perampok. Memang mereka berpakaian, bertindak, bergaul juga dengan sesame maling dan pencuri. Tidak mungkin mereka bergaul dengan Joko Widodo, atau Komaruddin Hidayat, atau Anis Baswedan atau Jusuf Kalla misalnya. Selamanya maling akan bergaul dengan maling.
Kongkritnya begini. Contohnya, Nazaruddin. Siapa apun, kecuali pengacara, akan menjauhi Nazaruddin sekarang ini. Kenapa? Karena Nazaruddin dianggap maling. Siapapun yang pernah berhubungan baik dengannya akan mengatakan "Yang Mulia saya tidak kenal Nazaruddin". "Yang Mulia Tidak ...Tidak Tidak.... Tidak Tahu." Itulah ungkapan orang yang tidak bersedia dianggap berteman dengan para maling. Kenapa? Nazuddin sekarang sedang dipojokkan dan disingkirkan agar menjadi satu-satunya pesakitan. Angelina Sondakh, Andi Alfian Mallarangeng, dan semua yang terkait Wisma Atlet akan serempak menjadi manusia hebat: Tidak tahu yang mulia!
Aljazair, Tunisia, Mesir, Yaman, Romania, Uni Soviet, Yugoslavia, Polandia, Jerman Timur, Ukarina pemerintahan mereka semuanya runtuh akibat negara tidak mengurus rakyatnya. Revolusi paling parah terjadi di Romania, pengadilan rakyat menjadikan Cusescu pesakitan. Kepalanya dipenggal di depan lapangan balai kota. Kenapa? Kemarahan rakyat yang tak terbendung, tak tertahankan. Sungguh luar biasa akibat kemarahan rakyat.
Kini Anas Urbaningrum disebut sebagai pengatur proyek 10 triliun. Benar atau tidak sudah terungkap di publik. Apapun pembelaan Anas Urbaningrum tidak akan menghapus nama buruk yang akan disandang seumur hidup. Pembuktian pengadilan atau apapun tak akan membuat rakyat simpati dengan Anas Urbaningrum maupun Partai Demokrat. Sudah jelas Partai Demokrat adalah partai korup. Dengan ditandai Muhammad Nazaruddin, Bendahara Partai Demokrat, Angelina Sondakh, Wakil Sekjen Partai Demokrat, apakah masih mengelak bukan partainya namun oknum? Weleh weleh, omongan apapun yang akan disampaikan oleh SBY, Ruhut Sitompul, Sutan Batoeghana, Max Sopacua, Marzuki Ali, akan semakin membuat Partai Demokrat nyungsep. Rakyat sekarang sudah paham dan muak dengan politik pencitraan, tidak butuh citra. Rakyat butuh sejahtera.
Saran saya kepada Pemerintah Republik Indonesia, silakan benahi diri. Bertobat dan minta maaf. Serahkan kedaulatan kepada rakyat. Sebaiknya Presiden SBY menyerahkan kekuasaan kepada MPR, karena SBY tidak mampu mengelola negara dengan baik. Indonesia sudah menjadi negara auto pilot. Juga negara kleptokrasi. Gayus jilid XXXXCCCCCCXXXXMMMM tidak akan pernah berakhir. Akhirnya Kleptokrasi akan berbuah revolusi jika tak ditangani dengan baik. Lebih baik SBY berkonsentrasi mengurus Partai Demokrat daripada waktunya habis untuk mengurusi Negara. Bagi SBY Partai Demokrat lebih penting dari NKRI.
Semoga tidak ada revolusi di Indonesia. Rakyat yang sengsara. Salam Kompasiana saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H