Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lulung vs Ahok: 3 Kecerdasan Lulung dan Psikologi Kriminal

4 Maret 2015   14:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Luar biasa Lulung. Langkah Lulung sangat menarik dari sisi psikologi kriminal. Psikologi kejahatan dan penjahat. Lulung melibatkan Polri, bukan KPK. Sangat menarik.

Lulung melakukan serangan balik atas nama DPRD DKI Jakarta kepada Ahok. Ahok berbalik dituduh melakukan suap terhadap DPRD DKI. Besaran suap Ahok itu 12,1 triliun bukan juta atau miliar. Suap itu dimaksudkan untuk memuluskan persetujuan DPRD DKI atas RAPBD DKI.

Bagaimana kecerdasan Lulung memanfaatkan kondisi politik dalam kaitan kisruh KPK vs Polri? Mari kita telaah 3 kecerdasan si Lulung dan psikologi kriminal dengan tertawa terbahak-bahak sambil guling-guling bahagia senang riang suka cita ria sentosa.

Dalam psikologi kriminal, artinya kondisi psikologi kejahatan dan penjahat, akan muncul yang perasaan puas dan cukup sementara. Ketika seorang penjahat telah mendapatkan hasil kejahatan, maka dia akan merasa puas sementara.

Rasa puas sementara ini tercapai ketika kejahatan yang telah direncanakan berhasil. Biasanya, lalu mereka berpesta-pora. Hotel dan restoran mewah, mall kelas atas, pelesir ke Maldives, ruang entertainment alias pelacuran, karaoke, tempat peristirahatan, villa mewah, apartment sewa, serta perempuan atau lelaki menjadi sasaran pemuasan keberhasilan. Maka untuk menguntit kejahatan, pergilah ke tempat-tempat tersebut.

Untuk penjahat kelas bawah maka perayaan juga sama namun berbiaya murah seperti tempat pelacuran kelas rel kereta api, losmen kumuh, warung dan remang-remang, karaoke pinggir jalan, pelacur murah STW penyakitan, dan bahkan dengan cara menculik atau memerkosa sasaran. Untuk menguntit penjahat kelas teri, kunjungi tempat-tempat hiburan kelas teri dan kumuh. Di situlah informasi didapatkan.

Nah, dalam kasus kisruh DPRD DKI dan Ahok, faktor psikologi kriminal - dan ini berlaku umum dan bukan bukan hanya para penjahat - akan memengaruhi Polri. Langkah Lulung Nampak cerdas dengan mengadukan Ahok ke Bareskrim Polri. Berhasilkah langkah Lulung berdasarkan psikologi-kriminal yang memengaruhi berbagai pihak dari kepolisian sampai ketok palu hakim? Mari tengok kecerdasan Lulung.

Kecerdasan Lulung pertama. Ahok menyuap DPRD DKI Jakarta. Lulung menuduh balik Ahok menyuap DPRD DKI berupa tanah Rp 6 triliun untuk DPRD DKI. (Pertanyaannya: di mana letak tanah itu. Kuburan atau mana?) Total jenderal sontak jumlahnya Rp 12 triliun sekian. Yang menyuap Lulung dan DPRD DKI adalah Sekda DKI. (Sekda DKI Syaefulloh telah membantah bahkan tak pernah bertemu pada subuh unttuk menyrahkan sogokan dari Ahok. Nah lho!).

Kecerdasan Lulung kedua. Lulung menggandeng Kabareskrim Polri untuk mengurus kasus DPRD. Nah, Lulung melapor ke Polri, yang sedang hot dengan Buwas-nya yang tengah berkibar-kibar kemenangan. Maka Lulung bermimpi dengan berteriak di siang hari bahwa dia pasti akan mampu memenjarakan Ahok.

Harapan Lulung dan DPRD DKI terjadi efek Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. Efek kriminalisasi ini semakin menemukan jalannya setelah Denny Indrayana pun disasar. Harapan bahwa Kabareskrim akan menangani kasus Ahok seperti Polri menangani kasus Abraham Samad dkk menjadi keyakinan Lulung.

Lulung lupa bahwa Polri juga perlu menaikkan citra. Jika Polri ikut Lulung, maka makin hancurlah citra Polri. Untuk itu, secara psikologis-politik Polri sudah cukup menang. Polri sudah menang dengan dipetieskannya kasus Budi Gunawan sebagai tersangka KPK. Sementara Samad, Bambang dan Denny Indrayana.

Dan, Polri tidak membutuhkan tambahan kasus untuk menyempurnakan kemenangan Budi Gunawan. Dan, dipastikan Ahok akan dijadikan alat pencuci citra Polri agar citranya meningkat. Maka, Lulung cs masuk ke sarang macan hukum yang akan mengoyak mereka. Kenapa? Kabareskrim Polri tak membutuhkan Lulung sama sekali. Membantu memenjarakan Ahok tak membuat Polri untung apapun. Jadi, Lulung pasti akan kecele. Ini psikologi-hukum kriminal.

Kecerdasan ketiga Lulung. Menunjuk pengacara Rasman Arif Nasution. Kemenangan Razman dan Maqdir Ismail dianggap kepiawaian para lawyers ini. Padahal, kemenangan menangani kasus Budi Gunawan lebih banyak disebabkan oleh kenekatan dan keblingeran Sarpin Rizaldi, bukan kehebatan lawyer.

Hakim pun akan mengalami rasa kepuasan cukup karena telah berhasil membuat yurisprudensi hukum. Jika dihubungkan dengan psikologi-kriminal, maka kepuasan telah didapatkan. Di samping itu hakim dan jaksa pun tak akan senang melihat kebesaran Rasman semakin menjulang.

Maka, dalam penanganan kasus Ahok yang dilaporkan oleh Lulung, baik hakim, kejaksaan, Polri tak akan serta-merta bertindak untuk memenangkan Lulung. Lulung, M. Taufik, pun tidak penting di mata Polri dan kejaksaan serta di depan hakim. Dipastikan laporan dan penghakiman terhadap Ahok tak akan membuat Ahok dipenjara.

Justru, secara psikologi-kriminal, Polri dan KPK serta Kejaksaan akan merasakan penyeimbangan kepuasan ketika Lulung dan juga M. Taufik - orang sedikit kuat di Jakarta - berhasil dipenjarakan seperti kata Ahok. Ini wujud kepuasan terbalik ketika kepuasan telah didapatkan. Polri puas kasus Budi Gunawan akhirnya akan dihentikan, sementara kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Hakim pun telah puas dengan sepak terjang Sarpin Rizaldi.

Nah, dengan tiga kecerdasan itu, Lulung, M. Taufik dan DPRD DKI Jakarta justru akan mengalami nasib sebagai pihak yang menjadi penyeimbang tindakan dalam konsep psikologi kriminal. Artinya, Lulung akan tetap masuk penjara seperti kata Ahok.

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun