Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Vs. M. Taufik dan Kutukan Kulminasi Kejahatan Ken Arok dan Koruptor

5 Maret 2015   08:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:09 1949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konflik Ahok versus M. Taufik atau DPRD DKI Jakarta kian meruncing. Islah dan konfrontasi di Kemendagri Kamis (5/3/2015) pagi antara Ahok dan DPRD hanya akan menyisakan konflik makin berkobar. Pun KPK versus Polri juga demikian.

Dalam sejarah peradaban di mana pun, pada zaman kapan pun, ada yang disebut kutukan kulminasi kejahatan. Bagaimana sejarah kutukan kulminasi kejahatan harus dijadikan pelajaran bagi para politisi termasuk kasus M. Taufik versus Ahok - dan juga Polri lawan KPK?

Mari kita tengok kutukan kulminasi kejahatan dalam uraian Ki Sabdopanditoratu. Kisah dalam sejarah Ken Arok dan Tuan KSN - nama disamarkan - dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia dunia akhirat.

Kisah Ken Arok dan Tuan KSN - seorang koruptor - menjadi contoh nyata betapa kejahatan ketika bahkan dipraktekkan secara masif, terstruktur dan sitematis pun akan menghantam mereka sendiri. Hantaman itu berupa sekali lagi kutukan kulminasi kejahatan. Kena batunya.

Ken Arok sejak remaja menjadi begal, pembunuh, pencuri, dan sosialita jahat. Akhirnya, setelah sepak terjang itu, Ken Arok diselundupkan oleh ayahnya yakni seorang resi atau pendeta sebagai pengawal Akuwu Tunggul Ametung.

Sifat jahat Ken Arok muncul ketika Ken Arok memercayai ‘pangkal paha' Ken Dedes adalah kunci kejayaan. Mitos tentang ‘kemenarikan dan tuah pangkal paha' Ken Dedes bagi yang bercinta dengannya akan menjadi raja menjadi pemicu kejahatannya. Maka Ken Arok membunuh Tunggul Ametung melalui tangan Kebo Ijo - sesama pengawal Tunggul Ametung.

Pembunuhan terhadap Tunggul Ametung diyakini oleh Ken Arok sebagai pencapaian tertinggi atas kejahatannya. Padahal, pembunuhan terhadap Tunggul Ametung itu adalah titik kutukan kulminasi kejahatan. Ken Arok dikutuk oleh Resi Mpu Gandring sang mpu pembuat keris yang dibunuh oleh Ken Arok. Dalam kutukan Mpu Gandring disebutkan keris ciptaannya akan membunuh 7 orang, 7 generasi, dan kutukan 7 abad. (Ingat, hampir semua perebutan kekuasan para raja dan sultan di Nusantara melalui pembunuhan. Dari mulai Singasari, Kediri, Majapahit, Sriwijaya, Demak, Pajang, Mataram, Pajajaran, Banten, Pasai, Todore, Bacan, Ternate dsb.)

Dengan membunuh orang yang tak bersalah sama sekali, Ken Arok, telah menerapkan kejahatan kelewatan. Kejahatan kelewatan itu secara alamiah akan meminta kutukan pada pelakunya. Maka Ken Arok yang merasa berhasil mendapatkan Ken Dedes - dan mengangkat diri menjadi Raja Tumapel dan Singasari - sedang menikmati kutukan.

Rasa menikmati kenikmatan menjadi pemenang menyingkirkan Tunggul Ametung membuat kebencian Ken Dedes. Kulminasinya Ken Arok dibunuh oleh Anusapati, anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Dan, lebih dahsyatnya, perancang pembunuhan itu adalah Ken Dedes.

Kutukan kulminasi kejahatannya adalah ketika Ken Arok ditusuk dengan keris Mpu Gandring. Pembantu Anusapati bernama Kebo Batil menusukkan keris itu dari belakang Ken Arok. Ketika itu Ken Arok sedang makan bersama Ken Dedes di seberangnya. Keri Mpu Gandring ditancapkan di perut bagian atas uluhati naik menembus jantung Ken Arok. Tangan kiri Kebo Batil membekap mulut Ken Arok, sementara tangan kanannya yang kekar menusukkan keris Mpu Gandring.

Kisah kedua berlangsung dalam masa sekarang pada masa keemasan kemakmuran di bawah rezim eyang saya presiden Soeharto. Tuan KSN yang tinggal di Kerawang Jawa Barat adalah contoh penerima kutukan kulminasi kejahatan. Tuan KSN ini memulai melakukan kejahatan dengan menjadi agen perjudian. Uang hasil perjudian digunakan untuk membangun bisnis kafe dan diskotik di Bandung selain beberapa kafe remang-remang di kota-kota Pantura.

Kejayaan gelimang uang membuat Tuan KSN memroduksi anak-anak. Tujuh anak lahir. Lelaki-lelaki ganteng, meskipun istrinya tak cantik secara fisik, berketurunan Tuan KSN yang ganteng. Kehidupan mewah. Uang melimpah.

Kafe dan diskotik yang dibangun pun tak lupa memekerjakan para pelacur freelancer. Nah, banyak freelancer dari daerah Indramayu yang setelah bekerja di kafe milik Tuan KSN dijual ke berbagai kota: Batam, Tarakan, Bali, Surabaya, Makassar, Sorong, Medan, Palembang dalam sindikat pelacuran tingkat tinggi terafiliasi germo Hartono di Prapanca. Nama dan identitas para gadis pun disamarkan. Terdapat banyak perempuan yang dijual jatuh ke tangan para mafia di Malaysia, Hong Kong, Jepang, dan Timur Tengah.

Di tengah keberhasilan mengeruk uang itu, pencucian uang dilakukan untuk mengembangkan bisnis pupuk urea. Dasar sifat jahatnya muncul, pupuk urea bersubsidi petani diselewengkan dan dijual. Keuntungan berlipat-lipat. Truk-truk dan kendaraan mewah berderet di beberapa rumahnya yang luas - meskipun tidak mewah.

Maka, dua dekade lalu, anak-anak Tuan KSN semakin besar. Dengan catatan mereka diberi makan uang haram dan darah serta air mata para pelacur dan kutukan doa dari para orang tua yang kehilangan anak-anak gadis mereka. Tuan KSN tak pernah berpikir bahwa ada yang disebut kutukan kulminasi kejahatan.

Di sinilah kutukan kulminasi kejahatan berlaku. Yang terkena adalah anak-anak Tuan KSN. Anak pertamanya meninggal ditabrak mobil. Anak kedua terkena HIV Aids. Anak ketiga mati karena overdosis. Anak keempat meninggal karena dibunuh orang tak dikenal. Anak kelima dan keenam tengah menunggu kematian karena menderita HIV dan Aids.

Hanya tersisa satu anak bungsu yang terindikasi narkoba pula. Mereka meninggal dalam usia di bawah 25 tahun. Lebih mengenaskan pula istri Tuan KSN pun meninggal dalam usia sangat muda, 50 tahun. Dia meninggal setelah mengidap penyakit yang dokter tak mampu mengenali.

Itulah kisah Ken Arok penurun raja-raja di Jawa, Sumatera dan Malaysia dan Tuan KSN pada masa kini. Baik Tuan KSN maupun Ken Arok lupa bahwa kejahatan yang diniati dan dilakukan secara masif, terstruktur, dan sistematis pun akan menemui titik kulminasi kejahatannya. Pada saat itulah kutukan datang. Kena batunya.

Maka, dalam melihat kisruh M. Taufik lawan Ahok dan KPK versus Polri, di tengah pesta para koruptor, publik tak usah resah. Kutukan kulminasi kejahatan akan menimpa seperti pada kisah Ken Arok yang menurunkan para raja dan sultan yang berlumuran darah: karena Ken Arok menurunkan kejahatan berupa pertumpahan darah Tunggul Ametung.

Pun pada zaman sekarang ini, Tuan KSN mendapatkan kutukan kulminasi karena menyelewengkan pupuk bersubsidi petani. Juga darah dan air mata para pelacur yang dijual dan hilang. Belum lagi sumpah serapah para orang tuan anak gadis yang dijual menjadi pelacur dalam sindikat Hartono pada masa lalu.

Itulah pelajaran dan tontonan yang akan membuat para koruptor dan penjahat terjerembab ke dalam kutukan kulminasi kejahatan seperti kisah Ken Arok dan Tuan KSN. Kena batunya mereka berdua. Dan, menurut Ki Sabdopanditoratu hal tersebut pasti akan terjadi.

Jadi, dalam konteks KPK versus Polri dan Ahok lawan M. Taufik dan DPRD, dua kisah Ken Arok dan Tuan KSN itu wajib direnungkan.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun