Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Satinah Dipancung, Preseden Kasus Darsem!

24 Maret 2014   08:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:34 5524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini kisah sedih tentang nasib buruk para TKI dan TKW khususnya. Satinah tengah menunggu hukuman mati dengan cara unik: dipancung kepalanya dengan pedang. Sudah banyak orang merasakan kepala terputus dari leher dan badan dalam sekali tebas. Itu hukuman yang akan dialami oleh Satinah pada tanggal 3 April 2014.

Tanggal 3 April 2014 adalah batas waktu bagi Satinah untuk memertahankan hidupnya; memertahankan kepala dari tubuhnya tetap menyatu. Satinah tengah menunggu eksekusi pancung leher sampai mati di Arab Saudi, jika Satinah tak membayar diyat (denda pengganti nyawa) sebesar Rp 22,6 miliar atau 7 juta riyal. Satinah terbukti membunuh Nurah al Gharib yang telah menyiksa Satinah berkali-kali - sesuai pengakuan Satinah. Fakta tentang penyebab dibunuhnya majikan sebagai pertahanan diri dan membela diri tak digubris pengadilan Saudi. Bagaimana kasus ini bisa menjadi dilema kasus hukum di Arab Saudi bagi pemerintah Indonesia?

Sementara itu kementerian luar negeri Indonesia hanya menyediakan 4 juta riyal atau sekitar Rp 12 miliar. Kenapa begitu mahal diyat yang harus dibayar bahkan tampak seperti perdagangan nyawa korban dan penekanan denda yang melebihi kemampuan terdakwa? Bagaimana sebenarnya tradisi diyat dan bagaimana pemerintah Indonesia harus bersikap terhadap diyat yang semakin meninggi?

Diyakini, kasus Darsem yang dibebaskan dari pancungan menjadi preseden buruk bagi pemerintah Indonesia yang bersedia membayar diyat sampai 2 juta riyal atau setara dengan Rp 6 miliar - angka yang sangat besar bagi majikan apalagi TKW. Angka 2 juta riyal yang dibayarkan dalam kasus Darsem menjadi pemicu bagi keluarga korban pembunuhan atas Nurah al Gharib. Faktanya, seharusnya eskekusi telah dilakukan pada tahun 2011.

Namun tanpa alasan yang tak jelas keluarga korban meminta penundaan pemancungan sampai tiga kali. Maksudnya adalah dengan tidak dieksekusinya Satinah, maka keluarga Nurah al Gharib itu menawarkan pembayaran ganti rugi kompensasi uang yang harus dibayar oleh Satinah - sesuatu yang tak masuk akal mampu dibayar oleh TKW yang bayarannya tak lebih dari Rp 3 juta per bulan rata-rata.

Fakta lainnya adalah pada awalnya keluarga korban meminta bayaran 10 juta riyal. Pemerintah Indonesia hanya menawarkan diyat senilai 4 juta riyal - dua kali lipat dari harga nyawa Darsem. Kasus penundaan ini dengan diikuti oleh tawar-menawar harga nyawa yang telah hilang oleh keluarga. Kini posisi tawar adalah 7 juta riyal.

Saudi Arabia adalah satu-satunya negara yang menerapkan kompensasi sebagai bentuk ganti rugi atas kematian. Nyawa dihargai semau keluarga atau ahli waris.

Kondisi sistem diyat atau kompensasi atau denda atas nyawa ini identik dengan salah satu budaya Indonesia di masyarakat Papua. Di Papua, kematian, penganiayaan, kecelakaan akan dituntut dengan denda. Dan angkanya juga tak masuk akal. Yang pada akhirnya yang harus membayar justru pemerintah daerah di Papua.

Jadi, pedulikah  Susilo Bambang Yudhoyono untuk membayar diyat sebesar Rp 22 M untuk sebuah nyawa atas nama Satinah - sementara Satuan Tugas TKI menghabiskan Rp 200 miliar per tahun untuk perjalanan dan lain-lain. Dampak dibayarnya diyat yang melebihi Darsem, akan memicu harga nyawa diyat di kemudian hari akan semakin besar.

Ataukah kita biarkan Satinah badannya terpisah dari kepala dan menggelinding jatuh ke tanah - dengan konsekuensi keluarga korban tak mendapatkan apa-apa serta pemerintah RI tak kehilangan uang sepeser pun dan dikorupsi saja. Pun pembayaran diyat akan mélanggengkan praktik pemerasan ala bangsa barbar seperti di Saudi Arabia dan juga Papua. Dilema bagi Satinah dan pemerintah Indonesia. Dibayar jadi preseden seperti kasus Darsem, tak dibayar kepala Satinah dipancung - satu cara dagang bangsa Arab Saudi yang sangat cerdik.

Salam bahagia ala saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun