Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satinah Batal Dipancung, Diyat, dan Kegagalan Diplomasi Indonesia

2 April 2014   21:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:10 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Posisi tenaga kerja di Arab Saudi khususnya para pekerja domestik berada pada posisi standard ganda - budak menurut kepentingan para majikan Arab, namun pekerja jika menyangkut kepentingan seperti pembayaran diyat: diyat tak berlaku bagi budak atau orang yang tak mampu membayar. Ini pun tampaknya tak dipahami oleh baik para TKW, dan juga para diplomat Indonesia. Akibatnya, sejak belajar dari kasus Darsem yang pemerintah membayar diyat - yang seharusnya dibayar oleh pelaku pembunuhan dan bukan oleh pemerintah, Satinah dimanfaatkan oleh keluarga al Gharib untuk mendapatkan diyat yang nilainya fantastis: Rp 21 miliar!

Jadi kasus Satinah adalah kasus yang melibatkan (1) kesalahan persepsi tentang budaya Arab, (2) tentang diyat yang salah kaprah, (3) tentang budaya Arab dan standard ganda para majikan dalam memandang TKW sebagai budak, dan (4) para diplomat Indonesia yang gagal dalam berdiplomasi dan berakibat dalam posisi tertekan. Padahal jika keempat hal tersebut dipahami dengan jernih oleh para diplomat Indonesia, aneka kasus perburuhan dan TKI dapat diselesaikan lebih baik dan kasus Satinah dan Satinah yang lain akan tak akan begitu runyam. Penundaan pemancungan 2 tahun terhadap Satinah - yang masih ded degan menghitung hari sampai dua tahun untuk dieksekusi dan bisa jadi malah meninggal di penjara, sementara uang Rp 12 miliar sudah diterima oleh keluarga al Gharib - adalah bukti kekalahan diplomasi pemerintah Indonesia.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun