Setelah Jokowi mendapatkan dukungan dari NasDem, Jokowi menjadi capres pertama yang dipastikan maju dalam pilpres 2014. Dukungan NasDem ini menimbulkan dampak luar biasa. Luar biasa karena mengubah peta koalisi. Akibat kepastian Jokowi nyapres, maka lahirlah dua koalisi atau tiga koalisi baru. Bagaimana pengaruh PKB dalam percaturan koalisi yang bisa membuat PKB jadi dari primadona menjadi pecundang.
PKB yang fenomenal kini tengah dihadapkan pada kenyataan yang pahit. Justru posisi primadona dan kekuatan PKB yang luar biasa akan menjadi tak bermakna jika PKB dengan Muhamin Iskandar-nya melakukan langkah salah dalam memilih partner koalisi. PKB hanya memiliki dua pilihan utama dan satu pilihan bonus. Pilihan pertama mendukung Jokowi, kedua mendukung Prabowo, dan ketiga mengikuti ajakan PKS membangun Poros Tengah II.
Pertama, mendukung Jokowi. PKB memang dekat dengan PDIP dalam hal platform dan perjuangan ideologis. PKB pun sebagai partai NU memiliki jiwa kebangsaan yang tak perlu diragukan lagi. Bergabungnya PKB ke PDIP diyakini akan mampu memenangkan Jokowi. Massa real PKB yang warga mayoritasnya Nahdliyin dapat menyedot dukungan pemilih.
Jika PKB bergabung dengan NasDem PKB dapat memunculkan tokoh yang dijanjikan sebagai cawapres: Rhoma Irama, Jusuf Kalla, Mahfud MD atau Cak Imin sendiri. Jadi dengan bergabung dengan PDIP PKB mendapatkan posisi tawar tinggi yakni bisa mencalonkan cawapres. Plus bonus kemungkinan besar Jokowi terpilih sebagai presiden sangat besar. Trend kampanye hitam dan penghujatan akan justru berbalik arah dan merugikan pasangan capres lain yakni Prabowo.
Jika PKB mendukung Golkar dan Ical dengan bisa juga menawarkan posisi cawapres. Sementara Golkar dengan Ical-nya menjadi kartu mati dan hil yang mustahal Ical terpilih sebagai presiden karena stigma Lumpur Lapindo dan plesiran yang sangat kuat di mata pemilih, siapapun cawapresnya baik dari PKB, PAN, Demokrat maupun dari PKPI tetap Ical tak akan terpilih.
Signal bahwa Ical telah kalah sebelum bertanding adalah ketika Ical bertemu Jokowi dan keterangan Sekjen Golkar yang pilpres belum dilaksanakan telah menyebutkan bahwa Golkar akan mendukung siapa saja yang memenangi pilpres. Nah, lho. Mendukung Golkar sama dengan menyerahkan cawapres pada pihak yang kalah - karena juga elektabilitas Ical lebih rendah dan di bawah Golkar.
Jika PKB berkoalisi dengan Golkar dipastikan PKB akan menjadi pecundang karena warga Nahdliyin merasa dikhianati oleh PKB. Dan para kiai NU tak akan membiarkan Muhaimin Iskandar menjerumuskan PKB dengan berkoalisi dengan Golkar.
Jadi, berkoalisi dengan Golkar bukanlah pilihan tepat.
Kedua, mendukung Prabowo. Mendukung Prabowo ini menjadikan posisi PKB sangat unik dan penting. PKB yang memiliki gerbong kader dan pendukung warga Nahdliyin justru bisa menawarkan Mahfud MD atau Rhoma atau Cak imin sendiri sebagai capres dan menempatkan Prabowo sebagai cawapres. Kenapa? Posisi tawar Gerindra yang berambisi mencapreskan Prabowo sangat riskan dan lemah yakni hanya memiliki modal 11% yang hampir sama dengan PKB yang hampir 10%.
PKB bisa memainkan kartu truf mendukung Prabowo dengan menekan Gerindra untuk memberi jalan bagi PKB dalam mendukung capres dari PKB. PKB dapat melakukan hal ini dalam wujud koalisi pelangi yakni koalisi PKB-Gerindra-PKS. Kemungkinan dengan mengajukan capres alternative selain Prabowo yang memiliki stigma dan sering disebut terindikasi terlibat dalam kasus HAM berupa penghilangan paksa aktivis demokrasi 1998, maka PKB justru bisa menjadi pemenang.
Namun jika capresnya tetap Prabowo Subianto, diyakini PKB akan ditinggalkan oleh Nahdliyin dan tak didukung oleh para kiai NU. Prabowo adalah titik lemah dalam koalisi Gerindra-PKB-PKS.
Alternatif ketiga, PKB membangun Poros Tengah II mengikuti ajakan PKS. Langkah ini sungguh tak popular karena sengaja mengikuti nafsu PKS yang ingin membenturkan Nasionalis dan Islam. PKB sebagai partai yang menyokong keberagaman dan mendukung NKRI sebaiknya jangan ikut-ikutan surut ke masa 15 tahun lalu. Poros Tengah II tak akan laku. Poros Tengah I dulu berhasil karena ada tujuan mengganjal Megawati dan berlaku di MPR yang terbatas. Poros Tengah II jika disodorkan ke rakyat, meski dengan capres PKB dan PKS tetap tak akan dilirik oleh rakyat.
Dengan demikian, posisi penting - atau merasa penting - Muhaimin Iskandar bisa menjerumuskan PKB menjadi pemenang atau pecundang. Dari primadona menjadi kasta paria. Untuk itu satu-satunya hal yang pas PKB harus mengambil keputusan seperti yang dilakukan oleh NasDem. Terlalu lama menggodok dan memertimbangkan suatu koalisi PKB akan kehilangan momentum.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H