Langkah PDIP yang menolak Muhaimin Iskandar atau Mahfud MD sebagai cawapres dari PKB untuk mendampingi Jokowi menjadikan peta koalisi kembali cair. Langkah PDIP yang akan mengusung cawapres internal PDIP - kemungkinan Puan Maharani - telah mengubah arah koalisi partai. Bahkan Poros Tengah II - yang menggabungkan PKB, PKS, PPP, PAN - dan Koalisi Alternatif yang anggotanya relatif sama
Yakni PKB, PKS, PPP, PAN ditambah Demokrat akan mampu berbicara. Namun di balik upaya pembentukan dua koalisi tersebut sungguh dahsyat.
Dengan akan ditunjuknya cawapres internal PDIP, maka Prabowo Subianto - akibat hanya meraih 11% kursi DPR - kini dalam posisi terjepit. Di antara para tiga capres, Prabowo (11%) yang paling kecil dan paling kekurangan dan membutuhkan dua atau tiga partai koalisi. Pasca pencapresan Jokowi dan digandengnya NasDem oleh Jokowi yang berarti Jokowi menjadi satu-satunya capres yang dipastikan akan maju dalam pilpres 2014. Sesungguhnya Prabowo yang bermodalkan nekat dan grusa-grusu nggak karuan dengan melakukan serangan membabi-buta terhadap Jokowi - yang Jokowi sendiri belum tentu terpilih karena akan mengusung Puan Maharani pasca dukungan NasDem diperoleh - dalam posisi yang belum aman untuk maju.
PAN yang digadang untuk mendukung Gerindra pun belum 100% menjadi pitra koalisi. PPP pun belum tentu mendukung Gerindra. Apalagi PKB. PKB kini dalam persimpangan antara mendukung Poros Tengah atau bergabung dengan Gerindra, jika PDIP seperti disampaikan oleh Puan Maharani, mengusung capres internal PDIP. Tindakan PDIP mengusung capres internal diyakini akan membuat Jokowi kalah. PDIP membutuhkan PKB untuk memenangi kursi kepresidenan. Artinya Jokowi akan kalah jika tak menggandeng PKB.
PDIP harus belajar dari kesalahan PKS dalam mengusung cagub Adang Daradjatun yang over confident sehingga dikeroyok oleh semua partai. Saat itu PKS merasa akan menang karena perolehan suara mencukupi dan PKS menjadi pemenang pileg 2004 sebagai partai politik yang memiliki kusri DORD DKI paling besar jumlahnya. Kini PDIP juga merasa besar dengan mencoba mencalonkan capres internal Puan Maharani yang unyu-unyu itu.
Namun di balik itu, maneuver Demokrat yang akan mengusung Koalisi Alternatif di luar Gerindra dan Poros Tengah sebenarnya merupakan ancaman bagi Ical dan Prabowo. Ical diyakini tengah mendekati Hanura dan Demokrat untuk memuluskan jalan bagi Ical maju sebagai capres. Gerindra menginginkan PAN dan PPP, untuk berkoalisi. Sementara PPP dan PAN belum konkret mendukung Prabowo.
Jika hanya berkoalisi dengan PAN atau PPP, maka Prabowo tetap bisa lolos. Namun jika salah satu calon koalisi incaran Gerindra yakni PAN atau PPP bergabung dengan Demokrat, dengan pasangan alternatif maka bisa dipastikan Prabowo Subianto akan kehilangan kesempatan menjadi capres.
Keadaan ini akan lebih runyam lagi kalau ternyata Poros Tengah II berhasil dibentuk - meski KH Said Aqil Siradj tak menghendaki adanya Poros Tengah II. Namun karena PDIP menolak berkoalisi dengan PKB dan lebih suka mencalonkan capres internal PDIP, maka salah satu koalisi yakni Poros Tengah II atau Koalisi Alternatif akan terwujud. PKB pun diyakini juga tak akan mendukung Prabowo Subianto jika gagal bergabung dengan PDIP.
Maka skenario menjadi berubah total yakni Koalisi Alternatif bubar dan Demokrat bergabung dengan Golkar - karena Demokrat ditolak oleh Megawati - maka tak ada pilihan kecuali bergabung dengan Golkar. Jadi Koalisi Alternatif batal dengan anggota Golkar, Hanura, dan Demokrat.
Poros Tengah II terbentuk setelah PDIP menolak tawaran PKB untuk mencawapreskan Muhaimin Iskandar atau Mahfud MD untuk berpasangan dengan Jokowi. Jika Poros Tengah II terbentuk, atau Koalisi Alternatif terbentuk, maka hanya Ical, Jokowi dan tokoh Alternatif yang akan maju sebagai capres dengan Prabowo tersingkir dalam pertarungan menuju capres karena tak ada sisa partai yang mau mendukungnya.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H