Ketiga, surveyor harus jujur dalam menyampaikan data hasil pilpres di TPS yang dijadikan sample. Petugas survei yang ditunjuk harus jujur dan tidak memanipulasi data awal - karena ini penentu dan ujung tombak kebenaran survei. Jika petugas survei tidak jujur dapat dipastikan hasilnya pun akan manipulatif dan jauh dari kebenaran.
Bukan untuk mengadili. Lalu kenapa LSN, JSI, IRC dan Puskaptis di satu sisi menghasilkan angka hasil hitung cepat yang berbeda dengan hasil hitung cepat oleh lembaga kredibel SMRC, RRI, LSI, Litbang Kompas, Poltracking, CSIS-Cyrus, dan Populi Center? Dengan demikian maka dipastikan salah satu atau dua atau tiga syarat melakukan quick count yang benar telah diabaikan sehingga menghasilkan angka QC yang menyesatkan pula.
Misalnya terkait persyaratan di atas (1) sample hanya diambil di TPS pendukung sendiri (homogen dan tidak hetorogen), atau (2) kesalahan metoda penentuan tanpa memertimbangkan kedalaman asumsi pencerminan sampling (TPS) yang mewakili ribuan TPS yang sejenis, atau (3) petugas survei melakukan input data secara salah atau sengaja disalahkan.
Inilah alasan audit forensik terkait metodologi survei bisa dilakukan agar dapat diketahui letak kesalahan yang menyebabkan hasil survei bertolak belakang atau bahkan salah atau berbeda jauh dengan perhitungan manual.
Namun sepanjang tiga persyaratan survei dilakukan dengan benar maka tak akan sampai terjadi perbedaan. Kelompok manakah yang menurut Anda yang kredibel, kelompok LSN, JSI, IRC, Puskaptis atau kelompok SMRC, RRI, LSI, Litbang Kompas, Poltracking, CSIS-Cyrus, dan Populi Center?
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H