Permainan dua kaki SBY alias Susilo Bambang Yudhoyono berbuah hasil spektakuler sebenarnya. Giringan Timses Prahara dengan menetapkan diri mereka sebagai pemenang versi LSN, IRC, Puskaptis, dan JSI ternyata berbuah SBY menjadi netral - atau pura-pura netral. Hal ini dilakukan setelah Barack Obama mengucapkan selamat kepada Susilo Bambang Yudhoyono. Apa sebenarnya terjadi sehingga SBY sampai dua kali melakukan pers conference terkait penghitungan suara KPU?
Terdapat lima hal pokok yang membuat perkembangan arah ‘pemenang Pilpres 2014' menjadi semakin jelas - dari pada hari pertama dan kedua yang cenderung liar. Mari kita cermati perkembangan yang sangat spektakuler dan menegangkan itu dari dua kubu Prahara dan Jokowi-JK.
Perbedaan suara sekitar 7 juta suara atau sekitar 5% berdasarkan Quick Count 8 lembaga survei, adalah data yang sangat besar. Tak mudah upaya untuk mengubah suara mendekati 2 % pun yakni seperti yang di-claim oleh Quick Count 4 lembaga yang memenangkan Prabowo - yang kemarin Puskaptis menarik hasil survei yang disebut hanya valid 15 menit pertama Quick Count. Ini pekerjaan masif yang memerlukan keinginan dan keberanian luar biasa semua yang terlibat yakni pemerintahan SBY, KPU, dan semua lembaga negara termasuk KPK.
Sehari setelah Prahara menyatakan tetap berpeluang dan menganggap diri mereka menang pilpres Barack Obama mengeluarkan pernyataan dan selamat kepada SBY. Komunikasi ini menyebabkan SBY memanggil Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Namun, setelah kedua pasangan bertemu dengan SBY, terdapat dua reaksi yang berbeda. Apakah pesan Obama kepada SBY?
Pertama, SBY menyatakan diri sepenuhnya netral dalam Pilpres - padahal semua tahu Demokrat mendukung Prahara. Kondisi ini membuat Timses Prabowo - yang pada awalnya gempita akan berjuang menang dengan segala cara - kehilangan semangat dukungan SBY. Ingat SBY pernah berpengalaman terkait ‘perhitungan' real count di KPU dengan aktor semacam Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati. Pengalaman ‘perhitungan KPU' untuk Prabowo ini rupanya sulit diterapkan tanpa dukungan SBY.
Kedua, ditariknya dukungan SBY ini membuat dampak psikologi yang menghantam upaya pemenangan oleh Tim A Prahara yang bertugas sepenuhnya memenangkan Prabowo. Tugas Tim A ini adalah untuk mencetak dan memuplikasikan Prabowo Presiden Terpilih melalui spanduk, iklan dan terutama media televisi TVOne dan MNC Group.
Ketiga, intelejen KPK mengendus adanya permasalahan dan kecenderungan ‘perkembangan liar' di KPU yang harus netral. KPU diultimatum oleh KPK agar tak main-main terkait perhitungan suara dan mengancam akan menelusuri jika terjadi kecurigaan suap dalam penghitungan suara dan kecurangan.
Pernyataan KPK itu sesuatu yang sudah diduga dan diperhitungkan, dan akan diabaikan, namun ketika SBY untuk kedua kalinya memerintahkan KPU untuk sangat berhati-hati dalam perhitungan suara, maka itu menjadi pertanda SBY agak netral.
Keempat, kampanye bahwa Prabowo pemenang pilpres dilakukan sebagai upaya mendukung ikhtiar lewat ‘mengamankan' suara di KPU dalam hitungan real count. Maka dua hari setelah tanggal 9 Juli 2014 tak heran, di berbagai kota di Indonesia, terpampang dan terpasang dengan gagahnya: Selamat kepada Prabowo Subianto Presiden Terpilih Republik Indonesia dengan berbagai versi.
Karenanya, Prabowo tetap memanfaatkan televisi dengan mengumumkan kemenangan lewat empat lembaga survei untuk memertahankan ‘kesan' memenangi kursi presiden. Namun, karena ‘ucapan selamat oleh Barack Obama' pada hari berikutnya tayangan hasil survei TVOne menghilang. Hasil lembaga survei LSI, SMRC, SSSG, Litbang Kompas, Indo Barometer, Poltracking, dan CSIS-Cyrus tetap tayang di MetroTV. Untuk menghargai Prahara, SBY menekan KPI untuk tidak memermalukan Prabowo dan memerintahkan semua stasiun televisi tak menayangkan hasil quick count, dengan dalih untuk menjaga kondisi kondusif.
Kelima, di luar Tim A Prabowo, Tim multi media dan IT bergerak dengan masif untuk ‘mengawal' kemenangan Prabowo-Hatta berdasarkan statement awal yakni: kemenangan berdasarkan hasil Quick Count. Namun, kenyataannya, netralnya SBY menjadikan pengawalan ‘kemenangan' menjadi berimbang karena ‘upaya memertahankan kemenangan' dari kubu Jokowi-JK leluasa dilakukan.
Keenam, tekanan kepada KPU tetap besar. KPU yang pada awalnya mendapatkan instruksi SBY dan akan menjalankan instruksi pertama, dianulir dengan instruksi kedua pada tanggal 11 Juli 2014, ketika Husni Kamil Manik tengah berada di Sumatera Barat - dalam rangka menjalankan ‘tugas' ditelepon oleh SBY dan SBY memerintahkan dengan tegas untuk mengundang ‘dua kubu' Prahara dan Jokowi-JK untuk mengawal suara.
Ketujuh, tanggal 12 Juli 2014, Prabowo menghilang dari umum. Bersamaan dengan itu Golkar digoyang keinginan untuk mendongkel Aburizal Bakrie. Makna digoyangnya ARB adalah di dalam internal Prabowo terdapat perasaan akan kalah. Kenapa? Golkar tidak terbiasa berada di luar struktur kekuasaan. Jika tak berperasaan Prabowo kalah, untuk apa ada wacana untuk menyeberang dan mendukung pemerintahan Jokowi dan meninggalkan koalisi Prahara? Artinya, Prahara diyakini akan kalah oleh internal Timses Prabowo-Hatta.
Kedelapan, selain itu, ternyata formulir paling penting C1 dan D1 dan rekapitulasi paling penting yakni di KPPS dan Kabupaten, secara simultan dijaga ketat oleh kedua timses Prahara dan Jokowi-JK. Hal ini membuat semua upaya yang diskenariokan oleh siapapun - Timses, KPU, SBY dan siapapun - yang keluar dari pakem mengalami hambatan yang luar biasa besar. Kondisi ini tentunya menjadi hambatan ‘skenario pemenangan awal terwujud.'
Namun, dasar dari upaya pemenangan itu tetap ada. Ketua KPU Husin Kamil Manik - yang pada awalnya telah komit untuk upaya menjaga suara - mengeluarkan pernyataan yang mengindikasikan penggiringan pemenangan. Husni Kamil Manik masih memberikan kesempatan kepada capres yang tak puas akan hasil pengumuman pemenang Pilpres oleh KPU mengindikasikan adanya ‘persiapan' untuk maju ke Mahkamah Konstitusi.
Husni Kamil Manik tidak bertanggung awab dan tak yakin bahwa keputusan KPU bersifat mutlak dalam arti memiliki integritas dan keabsahan hukum. Persoalan puas dan tidak puas dari pasangan capres bukan seharusnya diakomodir dan Husni Kamil Manik menyampaikan pernyataan yang dapat dimaknasi bahwa KPU tidak professional. Seharusnya KPU tegas menyatakan pengumuman pemenang Pilpres dapat dipertangungjawabkan. Pernyataan Husni Kamil Manik ini berpotensi menjatuhkan kredibilitas KPU sendiri dan sinyaleman upaya pemenangan menjadi semakin kuat.
Kesembilan, Timses Jokowi-JK yang disokong oleh berbagai elemen masyarakat dan netralnya SBY memberikan angin santai kepada Jokowi. Dengan tenang, Jokowi bersafari menemui para Timses dan relawan di Jakarta, Bandung dan berbagai kota lain. Selain itu Jokowi juga mengunjungi berbagai tokoh seperti Din Syamsuddin, PBNU, para relawan, untuk memberikan dukungan kepada upaya ‘menjaga' kemenangan Jokowi-JK.
Kesepuluh, berkembangnya kasus hukum terhadap LSN, JSI, Puskaptis, dan IRC. Peristiwa menghilangnya quick count - yang diragukan - dan juga PHBI melaporkan empat lembaga survei juga menunjukkan bahwa keempat lembaga survei itu telah menarik diri dan selesai tugasnya: memberi kesempatan untuk Prahara meng-claim diri menang dan seterusnya terserah Prabowo-Hatta.
Keempat lembaga ini tampaknya sudah tidak dibela lagi - termasuk TVOne dan MNC Group - yang dikecam sebagai lembaga survei yang tak kredibel. Berlindung dalam kekuasaan besar tampaknya tak memberikan jaminan masyarakat untuk tidak kritis. Oleh karenanya, surutnya 4 lembaga survei yang memenangkan Prahara mengindikasikan bahwa Prahara mulai kehilangan energi untuk menang.
Jadi, karena perkembangan baru terkait pesan (1) Barack Obama kepada SBY, (2) perubahan sikap SBY yang menarik dukungan kepada Prabowo-Hatta dan bersikap netral, (3) gerakan Timses Jokowi-JK dan masyarakat yang mengawal formulir C1 dan D1, (3) perubahan sikap Golkar yang akan mewacanakan dan menggelar munas berarti ada perasaan kalah di kubu Prabowo.
Untuk apa berniat menyeberang ke kubu Jokowi kalau Prabowo diyakini akan menang? Dan (4) pernyataan Husni Kamil Manik yang ‘menarik' dan ‘menyuruh' untuk ke Mahkamah Konstitusi, (5) ketenangan dan soliditas kawalan Timses dan relawan Jokowi mengawal ‘kemenangan'. Kelima hal itulah menjadi tanda kemenangan Jokowi-JK semakin nyata.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H