Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manuver Prabowo Gugat KPU ke MK, Blunder Kedua Setelah Pidato Polonia

24 Juli 2014   13:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:23 7110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di publik, kampanye hitam gencar menghantam. Himbauan SBY untuk menghentikan kampanye hitam malah ditanggapi dingin dan bahkan pendukung Prabowo di lingkungan Istana pun dimanfaatkan untuk membuat Obor Rakyat. Ini tindakan menghantam SBY dan mengecilkan SBY oleh Timses Prabowo. Kini selepas Jokowi-JK menang, para pemfitnah itu akhirnya dikenai pasal melakukan perbuatan memfitnah dan tindakan tidak menyenangkan.

Sikap dua orang penyebar fitnah Obor Rakyat yang sangat percaya diri juga merupakan refleksi kemenangan Prabowo-Hatta yang menular pada para pendukungnya. Padahal Prabowo sebenarnya hanyalah yang penulis sebut hanya memiliki ‘kekuatan potensial' berupa ‘potensi kekuasaan', ‘potensi menjadi penguasa', ‘potensi menjadi orang kuat'.

Sebaran kekuatan ini bukan hanya terrefleksikan dan tergambarkan pada dua penggagas Obor Rakyat, tetapi juga merasuki semua pentolan partai mitra koalisi. Gambaran arogan muncul. Ke mana pun, Prabowo pergi, maka di sanalah ada ARB, SDA - yang tak malu jadi tersangka dan dibela oleh Prabowo, Anis Matta, Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, MS Kaban, dan bahkan Titiek Soeharto.

Mereka dengan lantang dan penuh keyakinan mendahului keinginan rakyat dan membentuk diri mereka sebagai pemenang sebelum pilpres berlangsung. Keyakinan diri yang tinggi tanpa disadari menjadi boomerang ketika pilpres 7 hari menjelang pilpres berlangsung: publik tersadar siapa Prabowo dan para pendukungnya. Titik balik terjadi. Publik meninggalkan Prabowo dan mitra koalisinya pada seminggu terakhir jelang pencoblosan.

Maka ketika dengan kenekatannya, dan himbauan yang aneh-aneh untuk para pendukungnya agar tetap tenang - sebagai bentuk mengancam dan agitasi secara halus - melakukan Pidato Polinia, itulah titik kejumawaan Prabowo dan mitra koalisi, sekaligus titik ‘kematian politik' Prabowo.

Jadi, buat Prabowo membawa masalah ke MK hanyalah upaya terakhir memoles wajahnya setelah tercoreng-moreng oleh ambisi pamer kekuatan oleh Pidato Polonia. Prabowo terkecoh oleh ilusi dan mimpi memiliki kekuatan memaksa kepada SBY, Panglima TNI, Kapolri dan pendukungnya. Faktanya, Prabowo tak lebih adalah pecundang yang kehilangan kesadaran tentang siapa diri dan siapa orang lain.

Kedua, buat Mitra Koalisi. Mitra koalisi akan bubar. Mitra koalisi terutama Golkar dipastikan akan pecah. Kedekatan ARB dengan Prabowo diyakini oleh para politisi Golkar tak memberikan manfaat positif bagi Golkar. Golkar jengah melihat ARB menjadi mitra Prabowo dan tampil penuh kegagalan: di pileg suara Golkar menurun, di Pilpres Prabowo kalah. Tak ada pilihan kecuali ARB tergusur oleh Agung Laksono.

PPP pun akan mengalami pergantian kekuasaan. Dipastikan dengan kekalahan Prabowo, SDA akan masuk ke bui dan kepemimpinan PPP yang baru akan kembali ke khittah kekuasaan: merapat ke Jokowi. Kenapa? PPP pecah karena dukungan kepada Prabowo yang dipaksakan oleh Suryadharma Ali.

PAN kemungkinan akan meninggalkan Prabowo atau mengurangi dukungan kepada Prabowo setelah tahu karakter Prabowo yang tidak demokratis. Pertimbangan keselamatan partai yang lebih besar, karena tampaknya rakyat telah banyak berlaku pintar. Misalnya rakyat menghukum Demokrat dan PKS yang dianggap korup oleh masyarakat dengan perolehan suara pileg jeblog.

Demokrat. Demokrat jelas akan merapat ke Jokowi-JK sebagai bagian rekonsiliasi dan rujuk SBY-Mega secara khusus dan luas. Dengan Jokowi menjadi Presiden RI, maka impas sudah ‘dendam' Megawati untuk menempatkan PDIP sebagai penguasa dengan Jokowi menjadi Presiden RI.

PKS dan Gerindra akan bergandengan tangan selamanya di parlemen. Hanya dua partai ini yang akhirnya menjadi partai oposisi dengan warna kritikan Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang semakin berkibar dengan bendera putihnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun