Prabowo yang merupakan produk lama Orde Baru, yang terpaksa dan dipaksakan hidup dalam realitas kehidupan politik baru, dengan pengaruh Ical dan para tokoh muda pendukung status quo ala Fadli Zon, Fahri Hamzah dan tokoh Orba semacam Idrus Marham dan Ical, gagal menjadi dirinya sendiri. Jargon politik yang berusaha dibangun dengan membesar-besarkan kekuatan Prabowo tak mampu diperankan dengan baik oleh Prabowo. Pidato berapi-api yang itu-itu saja tak memiliki makna apapun tanpa kekuatan nyata. Prabowo hanyalah seorang capres gagal yang ambisius yang kehilangan realitas politik.
Prabowo tidak melihat di sekelilingnya sudah bersiap-siap meninggalkannya. SBY sudah tidak menggubris dirinya. Prabowo tak pernah lagi diundang dan disambut dan disebut oleh SBY. Bahkan Jokowi-lah yang lebih dekat dengan SBY. Secara politis Jokowi memiliki kekuatan, kekuasaan, dan legitimasi yang bisa memberikan pengaruh bagi banyak orang, politikus, pejabat, bahkan kehidupan politik dan kebangsaan sebagai presiden.
Di sini lain, Prabowo bisa berperan untuk ‘merecoki' pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun ke depan - dengan terlebih dulu ditinggalkan oleh Golkar, PPP, dan Demokrat. Tinggallah Prabowo ditemani oleh Fahri Hamzah - yang disebut menerima US $ 25,000, dari Nazaruddin -, Fadli Zon, dan Suryadharma Ali - yang mengintip dari balik jeruji penjara Cipinang nanti.
Maka jika dicermati, gaya pidato dan pernyataan politik Prabowo adalah gambaran megalomania dan hasil dari komporan para orang di belakang Prabowo. Hingga Prabowo kehilangan realitas dirinya dan justru semakin menunjukkan diri kehilangan kepribadiannya, bahkan jika hendak berperan dan mirip orang Rezim Orba pun Prabowo tak memiliki kekuatan. Prabowo telah kehilangan dukungan dari orang penting dan kuat di negeri ini: SBY, Moeldoko, dan Sutarman serta tentu rakyat yang setia menonton drama dan episode lelucon yang diperankan oleh Prabowo.
Dengan cara komunikasi politik penuh jargon itu, Prabowo akan gagal memengaruhi publik, para hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) dan jelas DKPP. Justru Prabowo makin tenggelam karena cara komunikasi politik model Orba itu telah ketinggalan zaman. Kini masyarakat hidup di abad ke-21. Bukan abad ke-20 zaman Prabowo meretas hidup dulu. Jadi cara komunikasi kuno itu pun gagal memengaruhi banyak orang.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H