Dengan koalisi permanen pun Jokowi sangan moderat namun sesekali melakukan provokasi, misalnya dengan menyatakan Partai Demokrat, PPP, Golkar, PAN akan bergabung. Ini langkah merusak konsentrasi koalisi permanen yang memicu rasa saling curiga. Oleh karena itu, beberapa kesempatan koalisi permanen ribet menyangkal bahwa koalisi permanen pecah, bahwa sesungguhnya koalisi permanen solid.
Namun, jika diamati, kini koalisi permanen telah kehilangan nafsu menjegal Jokowi seperti kemauan Prabowo - yang sekali lagi sikap Prabowo yang gagal move on itu menjadi bahan tertawaan di internal koalisi permanen. Oleh karena itu, para pentolan partai tak keberatan kepemimpinan koalisi permanen di tangan SBY.
Jadi, karena keyakinan yang berbeda terkait (1) praktek politik text book SBY dan Prabowo, (2) Prabowo yang gagal move on, (3) ancaman Jokowi-JK dalam pemberantasan mafia di berbagai bidang, dan (4) strategi politik Jokowi yang aneh, telah menyebabkan SBY mengambil alih koalisi permanen dan menyingkirkan Prabowo. Dengan demikian, koalisi permanen menjadi melemah dan cenderung moderat seperti keyakinan SBY. Dan, ini merugikan SBY sendiri - apalagi Prabowo jadi gagal total dan semakin tak bisa move on.
Salam bahagia ala saya.