Maka dengan bergabung dengan koalisi permanen, dengan mendukung UU MD3 dan UU Pilkada, secara tak sadar sebagai orang Jawa, SBY menerapkan konsep dan filosofi barji-barbeh tersebut. Untuk itu tak mengherankan SBY menjadi pendukung koalisi permanen dan mendukung program-program anti demokrasi demi secara tak sadar menerapkan filosofi di dalam jiwanya: barji barbeh.
Jadi, publik harus paham sekarang dan memaklumi ketika SBY nyaris mencatatkan diri sebagai Bapak Demokrasi Indonesia. Namun pada akhirnya berakhir su'ul khotimah pemerintahannya karena bergaul dengan Ical, Hidayat Nur Wahid dan Prabowo. Selain itu tiga faktor yakni (1) post power syndrome, (2) komitmen pemberantasan korupsi Jokowi, dan (3) filosofi Jawa barji-barbeh.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H