SBY melakukan blunder lagi. Perpu Pilkada itu dipastikan akan ditolak oleh DPR yang mayoritas dikuasai oleh kubu Prabowo. Penerbitan Perpu oleh SBY itu hanya menjadi langkah politik make up ala SBY kali ini tak akan membuahkan hasil. Bahkan diyakini berbagai langkah SBY (1) sejak pengumuman dukungan pilkada langsung di Youtube, lalu (2) Demokrat walk out dan (3) penerbitan Perpu adalah upaya tersembunyi dukungan SBY kepada agenda Prabowo.
Fakta sebenarnya adalah SBY tengah melakukan politik make up untuk menutupi niatan sesungguhnya yakni mendukung agenda Prabowo. Agenda Prabowo yakni (1) membubarkan KPK, (2) mengembalikan pilkada lewat DPRD, (3) mengembalikan pemilihan presiden lewat MPR dengan amandemen UUD '45.
Bagi SBY dan Ibas mendukung agenda Prabowo membubarkan KPK lebih menguntungkan karena dengan dibubarkannya KPK maka Ibas - yang disangka menerima uang oleh Yulianis terkait Hambalang, Boediono dan SBY yang disebut terkait dengan Century, maka mereka akan selamat.
Tak hanya keluarga SBY, PAN pun mendukung agenda menghapus KPK. Maka keluarga besan Hatta Rajasa pun akan disorot oleh KPK terkait berbagai dugaan mafia migas, kereta bekas Jepang, benih dan pupuk yang perlu diperhatikan. Harta Hatta Rajasa bisa mulai ditelusuri dari Bintaro dan sekitarnya - baik atas nama dirinya atau keluarga atau kroninya.
Pilkada lewat DPRD diyakini akan menempatkan para kroni dan koruptor yang menyogok anggota DPRD. Dengan bercokolnya para kroni dan koruptor, maka Jokowi akan direpotkan agendanya oleh pembangkangan para bupati dan walikota serta gubernur dan tentu DPRD yang dikuasai oleh kubu Prabowo di 31 provinsi. SBY melihat hal ini sebagai peluang untuk mengalihkan kasus Ibas dan Century ke persoalan pengalihan konsentrasi yakni perseteruan antara Jokowi dengan para bupati, walikota, dan gubernur. Dengan demikian mereka akan lolos dalam masa 5 tahun kekuasaan Jokowi.
Langkah berikutnya agenda Prabowo yang disukai SBY tentu pemilihan presiden lewat MPR yang berarti amandemen UUD 45. Amandemen ini pun akan menjadi sejarah dan SBY akan dikenang menjadi satu-satunya presiden yang menjabat 2 kali masa jabatan lewat pemilihan langsung. Sifat dan sikap melankolis itu mendasari SBY kehilangan rasionalitasnya dengan melakukan maneuver politik dan sandiwara dengan mengebiri demokrasi berupa dukungan terhadap pilkada DPRD.
Melihat langkah SBY, sebenarnya SBY memiliki pemikiran yang menjerumuskan demokrasi dan Indonesia dengan manuvernya. Jika memang sejak awal mendukung pilkada langsung, maka SBY dengan mudah akan menginstruksikan kepada Demokrat di DPR untuk mendukung pilkada langsung. Langkah SBY mengeluarkan Perpu adalah politik make up yang bertujuan untuk menutupi niatan buruk merusak demokrasi. SBY dengan jelas telah tahu bahwa akan ada penolakan terhadap Perpu. Dengan demikian agenda tersembunyi SBY tersebut akan mulus terealisasi.
Selain itu, sekali lagi SBY lebih memilih agenda membubarkan KPK karena terkait berbagai kekhawatiran tersangkut masalah hukum. Agenda Prabowo lebih cocok dibandingkan dengan agenda Jokowi yang akan melakukan penguatan kepada KPK.
Jadi, langkah mengeluarkan perpu hanyalah upaya palsu menutupi niatan buruk SBY menjerumuskan demokrasi dengan tujuan akhir untuk keselamatan diri dan kekuarganya. Sesungguhnya SBY mendukung agenda Prabowo (1) membubarkan KPK - agar aman dari kemungkinan jerat hukum, (2) pilkada oleh DPRD - untuk menempatkan kroni dan koruptor agar terjadi kegaduhan politik, dan (3) pemilihan presiden oleh MPR dengan amandemen UUD 45 - secara melankolis agar dirinya dikenang sebagai presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, (4) SBY tak memiliki kepentingan menjaga keutuhan NKRI dan menjerumuskan demokrasi.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H