Setya Novanto adalah orang kuat serupa Silvio Berlusconi kekuatannya. Setya naik ke puncak politik di tengah badai perubahan. Terdapat angin pergeseran kekuatan ekonomi di Indonesia. Politik dan ekonomi berjalan parallel. Namun, ada fenomena kekuatan baru yang mendukung Jokowi: Tommy Winata. Berkaca ke Italia, kenapa Setya Novanto menjadi orang kuat sekuat Silvio Berlesconi di perpolitikan Italia? Dan apa peran perubahan dan gaya dukungan Tommy Winata dalam pemerintahan Jokowi-JK. Mari kita tengok dengan hati gembira ria.
Berbagai suara sumbang publik dialamatkan ke Setya Novanto. Berbagai kritikan pedas dilontarkan ke Setya Novanto. Bahkan dilaporkan ke KPK. Orang sekelas Nazaruddin pun pernah menyebut keterlibatan Setya Novanto dalam masalah hukum. Bahkan KPK pun pernah memanggil Setya Novanto dan Idrus Marham, namun hanya Idrus Marham yang sowan dan bersimpuh ke haribaan KPK. Setya Novanto pun tetap enggan memenuhi panggilan KPK. Kenapa?
Pertama, Setya Novanto adalah orang baik dan berhati mulia. Menurut Nazaruddin, Setya Novanto selalu membantu banyak orang: bagi-bagi duit. Jadilah dia seorang dermawan. Di mana pun Setya Novanto berada selalu nyaman dan banyak teman. Dia pun mendapat simpati kawan bahkan menjadi Ketua DPR RI.
Silvio Berlusconi di balik sinyalemen kasus hukumnya merupakan seorang pecinta sepak bola. Dengan gelontoran uang untuk AC Milan, popularitasnya naik. Forza Italia sebagai simbol Milan pun dijadikan partai politik dan Silvio mendapat simpati kawan dan menjadi salah satu Perdana Menteri Italia terlama dalam sejarah modern Italia. Berkali-kali Silvio lolos dari jerat hukum pengadilan Italia. Betapa kuatnya Silvio dengan kekuatan perkoncoan dan uang.
Kedua, Setya Novanto mencengkeram seluruh kawan dan lawan sejak zaman Orde Baru. Setya Novanto sejak lama adalah Bendahara Umum Partai Golkar. Dia sejak zaman Golkar di bawah rezim eyang saya Presiden Soeharto telah malang-melintang membangun jaringan komunikasi politik, sosial, ekonomi dan organisasi dengan semua kalangan.
Seorang akan memiliki cengkeraman kekuatan jika banyak teman di semua kalangan. Lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, aparat keamanan sipil dan militer menjadi bagian dari ‘teman'. Maka Setya Novanto memiliki jaringan dari bawah sampai atas, dari kiri ke kanan, dari samping ke condong, dari sorong ke kolong. Di mana-mana dan dengan siapa saja. Bahkan Setya Novanto disebut oleh Nazaruddin terlibat kasus hukum. Baunya menyengat namun tak dapat dibuktikan.
Silvio Berlusconi adalah potret pemuda pengagum Jenderal Franco di Italia. Tumbuh dalam zaman pergolakan, Silvio menapakkan jejak sebagai businessman sukses. Belajar dari Rupert Murdoch sang Raja Media pada abad ke-20 dan awal abad ke-21, Silvio menguasai bisnis media dan telekomunikasi. Kekuatan uang membuat Silvio merajai dan mencengkeram leher kekuasaan banyak orang. Bahkan Silvio Berlusconi menjadi bagian dari mafia meski tak dapat dibuktikan. Bau keterlibatan Silvio menyengat namun tak dapat dibuktikan.
Ketiga, Setya Novanto menjadi Ketua DPR pada saat yang tepat. Setya Novanto menguasai lembaga legislatif di saat lembaga ini memiliki kekuatan (baca: kerapuhan tersembunyi). Ketepatan waktu Setya Novanto masuk ke dalam kekuasaan di DPR sekarang merupakan ‘kecelakaan' yang tak pelak akan menghempaskannya jika kekuatan (baca: rongrongan dari dalam dan luar Golkar dan DPR) beradu. Kepentingan eksekutif, yudikatif, legislatif menumpuk dalam bentuk tekanan kompromi.
Tentangan dan tantangan terhadap Setya Novanto pun menguat. Kekuatan-kekuatan yang selama ini merasa bukan ‘teman-teman' tiba-tiba bersatu dan bersekutu dengan satu kata: Setya Novanto mercusuar targetnya! Kondisi ini jelas merugikan Setya Novanto yang berdiri di atas pelepah daun kelapa yang diguncang angin sepoi. Lama-kelamaan angin sepoi menjadi angin, angin pun berubah menjadi angin ribut. Angin ribut pun berubah menjadi badai. Badai itu akan mengguncang semua politikus termasuk Setya Novanto. Apakah penyebab atau badai itu sendiri?
Dan badai politik (1) Golkar jatuh ke tangan Agung Laksono, (2) pecahnya koalisi Prabowo akibat tak ada lagi kue yang harus dan bisa dibagi di DPR/MPR, (3) DPR terpaksa mendukung kebijakan ekonomi dan kesejahteraan serta pembangunan pemerintahan Jokowi yang pro Rakyat, (4) bergabungnya kekuatan baru (baca: kekuatan lama yang berpindah haluan dan dukungan) ke dalam pemerintahan Jokowi-JK.
Pergeseran kekuasaan menggeser dukungan ekonomi dan politik. Aburizal Bakrie, Amien Rais dan para pengusaha (dengan orang Golkar dan kroninya merajai dunia usaha) pun harus menyesuaikan diri. Dukungan taipan dan orang kuat sekelas Tommy Winata kepada Jokowi-JK tak bisa dianggap sebelah mata. Baru kali ini Tommy Winata menunjukkan dukungan nyata kepada pemerintahan. Selama ini Tommy Winata ‘out of the touch of the government'.
Merapatnya taipan dan orang kuat seperti Tommy Winata - dan kekuatan politik dan ekonomi baru lainnya - ini jangan dianggap sepele dan justru menjadi tanda dan signal terjadi pergeseran ‘kekuasaan ekonomi-politik di Indonesia. Hal ini pun berdampak kepada Setya Novanto dan para politikus lain termasuk: Idrus Marham, Aburizal Bakrie, Marzuki Alie, Ibas, dan bahkan Yudhoyono dan Boediono.
Tentangan kepada Silvio terwujud dari muaknya publik Italia kepada serangkaian skandal yang melibatkan Silvio. Bersamaan dengan itu, terjadi perubahan orientasi dan kehidupan politik di Italia. Baerlusconi yang masih berideologi kuno - yang mengandalkan persekongkolan dan pertemanan ala mafia - harus berhadapan dengan gerakan baby boomers. Gerakan menolak Silvio berhembus, maka upaya Forza Italia mengangkat kembali Silvio gagal. Mario Monti dan Enrico Letta menggantikan Silvio sebelum badai paling mematikan karir politik Silvio: Matteo Renzi.
Percobaan Italia mengangkat orang muda Matteo Renzi yang melakukan reformasi di Italia akhirnya menjadi salah satu faktor keberuntungan Silvio hilang. Upaya kembali mencengkeram kekuasaan politik di Italia gagal. Bahkan akhirnya Silvio terbukti bersalah secara hukum. Kini, Silvio harus menyerahkan Forza Italia dan kerajaan bisnisnya kepada orang lain: Angelino Alfano.
Maka, kekuatan Setya Novanto dan Silvio Berlusconi pun akan menemui jalan yang sama: semakin tinggi berdiri di pelepah pohon kelapa, maka tiupan angin sepoi bisa berubah menjadi badai. Dan badai akan menghempaskan bukan hanya pohon kelapa, namun juga apa pun yang berdiri dan berada di pohon kelapa itu. Kondisi ini ditambah dengan bergesernya angin kekuatan ekonomi dengan tampilnya faktor Tommy Winata yang mendukung Jokowi-JK. Jika Setya Novanto atau Silvio Berlusconi atau Anda dan saya di sana, maka dipastikan semuanya akan segera berakhir dengan satu kata: bye bye!
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H