Akumulasi kekecewaan kader, orang-orang PAN yang dikecewakan dan sikap politik Amien Rais yang melawan ‘keumuman arus rakyat' dan sikap mencla-mencle yang tak mempan untuk dilobby dan dirayu oleh kalangan eksternal. Celakanya, Amien Rais lebih memilih berkubu dengan melawan demokrasi. Akibatnya, Amien Rais menciptakan peluang antipati terhadap dirinya: Amien Rais dianggap memusuhi demokrasi dan mengkhianati reformasi.
Amien Rais tak menyadari.
Ketiga, konspirasi politik Amien Rais sendiri. Publik tahu, kini posisi Amien Rais terjepit dalam dua alasan dan latar belakang dua poin di atas. Untuk berkelit dan meningkatkan citranya sendiri, baik secara langsung atau tidak langsung, peristiwa teror menembak yang tidak diketahui kapan dan bagaimana kejadiannya menjadi bahan untuk meningkatkan citra politiknya.
Amien Rais dianggap sebagai korban teror. Beramai-ramai orang bereaksi dan mengomentari. Pro dan kontra. Yang pro adalah yang mendapatkan keuntungan dari sikap Amien Rais selama ini seperti koalisi Prabowo. Yang tak pro adalah koalisi Jokowi.
Dengan kejadian ini, karena kecerdasan Amien Rais, publik diharapkan melihat potensi kekuatan Amien Rais. Atau membuktikan Amien Rais masih tetap eksis: ada di dunia politik yang susah dilobby dengan pendekatan ‘kepentingan rakyat', lebih cepat dan sukses jika ‘dengan pendekatan wani piro dan ekonomi'. Kondisi politik dan parpol yang umum di Indonesia.
Jadi, teror terhadap Amien Rais adalah ekses dari (1) perilaku politik Amien Rais sendiri, (2) situasi politik pasca pilpres dengan kekalahan Prabowo yang merugikan banyak orang yang telah beinvestasi politik, (3) konspirasi penaikan citra dari Amien Rais sendiri baik secara sengaja, atau kebetulan atau tak langsung. Jadi jangan dianggap seriuslah kalau soal Amien Rais ini ya.
Amien Rais tak menyadari.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H