Maka karena kekuasaan yang memabukkan itu Nurul Arifin dan Amien Rais akan melakukan seluruh cara, upaya dan perilaku yang cocok dengan karakter mereka dalam mencapai dan memertahankan kenikmatan sebagai pusat perhatian. Ketika prestasi di DPR tak muncul dan publik tak memilihnya lagi, Nurul Arifin justru menampakkan diri sebagai politikus: kejam dan tegas dalam memberikan pernyataan.
Keaslian sifat itu muncul sebagai akibat tekanan dari dalam jiwa yang meronta meminta kuasa dan kekuasaan yang hilang selama lima tahun dinikmati. Dalam diri Nurul, rakyat dan perasaan rakyat tak penting. Yang penting dia bisa menyalurkan rasa, perasaan hilang dan frustasi politik: itu tujuan dari seluruh aneka pernyataannya. Apalagi jika di dalam jiwa ada aliran politik yang meyakini diri sebagai bad girl, klop sudah.
Hal yang sama terjadi pada Amien Rais yang mabuk kehormatan masa lalu sehingga berubah dari nothing - something - nothing lagi. Lagi-lagi, bagi politikus yang pernah menikmati kehormatan, ketika kehormatan itu sirna, maka sifat aslinya ketika mendapat tekanan secara psikologi akan muncul. Amien Rais pun dalam seluruh sepakterjangnya menampakkan diri sebagai oaring yang tak rela kehormatan dan kekuasaan yang memabukkan itu sirna.
Maka melalului berbagai pernyataan Amien Rais dan Nurul Arifin sebangun identik menemani Fadli Zon, Fahri Hamzah, Sutan Bhatoegana dan sedikit porsi negatif Adian Napitupulu dan Ruhut Sitompul.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H