[caption id="attachment_381425" align="aligncenter" width="560" caption="Jokowi ketika presentasi di KTT APEC (KOMPAS.com)"][/caption]
Rapat dilakukan secara terbatas di lingkungan Jokowi. Komunikasi politik marathon dilakukan Jokowi dengan Menteri Hukum dan HAM, Tjahjo Kumolo, pentolan PDIP. Jusuf Kalla sejak sepuluh hari lalu marathon melakukan pertemuan dengan para petinggi Golkar termasuk di DPR. Di luar itu, Agung Laksono dan Ical saling berebut dukungan dari DPD I dan DPD II dengan seluruh cara. Ical sudah dulu leading dengan menyelanggarakan Munas Bali, dan Agung Laksono yang panik pun menyelenggarakan Munas Ancol. Ke mana arah bandul dukungan Jokowi antara membiarkan dinamika atau membinasakan Golkar dengan segala perhitungan politik bagi Jokowi dan Golkar sendiri? Marilah kita ikuti laporan sikap Jokowi yang sangat cerdas dengan hati gembira ria.
Dinamika politik Indonesia dan pengerasan dan tentangan politik mengharuskan Jokowi untuk bersikap. Jusuf Kalla mendiskusikan banyak kasus politik. Kasus Golkar mengakibatkan implikasi politik bagi Jokowi untuk (1) mengamankan agenda Jokowi agar aman dari rongrongan koalisi Prabowo termasuk upaya pemakzulan oleh Prabowo, (2) kepentingan Jokowi dan kaitan dengan penolakan Golkar dan kerugian atas Perppu Pilkada, (3) maneuver SBY dengan mencoba menetapkan agenda bargaining position untuk mengamankan diri dari upaya hukum Century dan Hambalang.
Menyikapi langkah-langkah politik para pesaing, berdasarkan lima skenario strategi politik Jokowi, dua telah berhasil secara jitu menekan koalisi Prabowo yakni dengan (1) merusak soliditas para partai koalisi Prabowo yakni Golkar dengan memanfaatkan posisi Jusuf Kalla yang mirip tahun 2004, dan PPP (2) melakukan penegakan hukum dengan melakukan penegakan hukum perkara korupsi dan HAM dengan cara tebang pilih dengan sinergi KPK dan Kejaksaan Agung untuk mencokok sebanyak mungkin pelanggar hukum terkait anggota dan mantan anggota DPR/D dari koalisi Prabowo.
Akibat dari strategi pertama, PPP dan Golkar pecah - meskipun perpecahan Golkar juga sebagai strategi Golkar masuk lagi ke lingkaran kekuasaan. Dengan perpecahan itu, maka frakis DPR PPP dan Golkar menjadi status quo yang merusak agenda pemakzulan dalam satu setengah tahun Jokowi berkuasa yang koalisi Prabowo agendakan.
Dampak strategi kedua - sebagai dampak reaksi lanjutan strategi pertama - adalah maneuver SBY terkait Perppu Pilkada yang penuh intrik sebagai bargaining position tak tak mendapatkan sambutan dan dibiarkan oleh PDIP, Jokowi, dan Kemenkum HAM dan Kemendagri. SBY lupa bahwa sekarang yang berkuasa adalah Jokowi dengan segala gerbong PDIP dan lainnya termasuk Kejaksaan Agung dan bahkan Mahkamah Agung pun akan berubah haluan. SBY adalah masa lalu.
Maka apapun yang akan dilakukan oleh SBY dengan Demokrat-nya di Senayan termasuk melakukan tawar menawar posisi dengan imbalan Century dan Hambalang tak akan diberikan. SBY akan mengalami kekalahan 0-2. Mendukung Perppu Pilkada atau menolak Perppu Pilkada tidak menjadi hal yang penting bagi Jokowi. Kasus Hambalang dan Century akan meluncur terus.
(SBY salah strategi dengan bersandiwara dengan Pilkada DPRD yang sebenarnya dia dukung. Perppu pun sebenarnya hanya sandiwara SBY. Namun perubahan politik dan kekuasaan yang secara culun tak dihitung menyebabkan SBY terjerembab menjadi penjahat demokrasi - ditolak atau diterima SBY tetap tak mendapatkan apapun. Kalah total.)
Keadaan ini parallel dengan posisi Ical, Ical menang atau kalah melawan Agung, Ical tetap akan lemah karena (1) kasus Lumpur Lapindo akan dibawa ke ranah hukum oleh warga Porong dengan dukungan kekuatan hukum baru di bawah Jokowi, (2) Ical akan mengalami kebangkrutan politik meskipun tetap memegang kendali Golkar dan hubungan dengan Demokrat dan SBY telah rusak yang berdampak kepada kendornya koalisi Prabowo.
Maka, menyikapi dinamika politik di Golkar, Jokowi mengambil langkah (1) membiarkan JK untuk bermanuver dengan tanpa arahan Jokowi - kalau Jokowi memberikan arahan nanti JK akan mendapatkan angina untuk berhutang budi politik terhadap JK. Maka dibiarkan sesuai dinamika. Mendukung atau tidak mendukung satu kubu Ical atau Agung menjadi tidak penting. Jokowi akan membiarkan Golkar status quo seperti PPP.
Lalu (2) maneuver SBY pun tak perlu ditanggapi dan dibiarkan terkait Perppu Pilkada - SBY dulunya menghitung bahwa dengan para kepala daerah tidak dikuasai oleh Jokowi maka program kerja Jokowi akan terhambat. Perhitungan SBY dan juga Ical dengan koalisi Prabowo salah total - ternyata bahwa manusia memiliki dinamika dan hati. Maka lobby dan arahan ‘benar' Jokowi pun mengakibatkan para bupati/walikota dan gubernur memiliki dinamika menuju kebaikan. SBY dan Ical dan koalisi Prabowo melupakan bahwa manusia itu memiliki kecenderungan ‘baik', bukan busuk dan penuh intrik.