Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Munir, HAM, UU 27/14 dan Makna Penting Sebuah Nyawa dalam HAM

18 Desember 2014   04:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:05 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus Munir dan semua kasus yang dianggap pelanggaran HAM berat seperti kasus Tri Sakti, kasus Haur Koneng, kasus Mesuji, kasus Poso, kasus Sampang, kasus Semanggi I dan II, kasus 27 Juli 1996, kasus 1998, kasus pembunuhan terhadap 1 juta anggota dan simpatisan partai politik alias parpol PKI, dan berbagai kasus itu selalu terkait dengan pembelaan kekuasaan dan perebutan akses ekonomi lewat kekuasaan politik. Tak jarang nyawa yang sangat penting itu melayang sia-sia demi keyakinan dan perjuangan untuk hidup dan ekonomi.

Banyaknya kasus (baca: yang dianggap melanggar HAM berat) pelanggaran HAM itu menyebabkan lahirnya UU No 27 tahun 2004 tentang Komisi Rekonsiliasi Nasional yang gagal dilakukan. Kenapa? Penyebabnya adalah definisi tentang pelanggaran HAM sendiri yang tak jelas dan tergantung dari perspektif masing-masing. Itulah penyebab kegagalan penerapan UU ini.

Bagi penguasa hebat sekelas Presiden Gus Dur dan Presiden Jokowi - nanti Jokowi akan melakukan upaya rekonsiliasi nasional dengan cara menghukum dulu lalu mengampuni - penegakan dan upaya ini menjadi hal yang tak tabu. Presiden Gus Dur meminta maaf atas keterlibatan Banser NU - yang dikomandoi oleh Sarwo Edhie Wibowo atas keterlibatan pembunuhan terhadap 1 juta simpatisan yang dituduh sebagai PKI.

Upaya LSM selalu bertolak dengan kepentingan negara (baca: penguasa) adalah upaya alamiah suatu tindakan menguasai akses ekonomi untuk bertahan hidup. Itulah hak dasar hidup dan untuk berkehiduipan dalam masyarakat pluralis dan heterogen. Maka seharusnya setiap suku, setiap agama, setiap bangsa, setiap warga negara bukan hanya Islam Sunni, Islam Syiah, Islam Ahmadiyah, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, Kejawen yang boleh hidup. Semua adalah keyakinan yang merupakan hak azasi manusia yang dilindungi oleh negara. Rakyat dan LSM tak berhak untuk melarang pelaksanaan undang-undang dan hak azasi.

Maka bagi LSM seperti Kontras, kematian seorang anggota LSM seperti Munir menjadi hal yang penting. Namun kematian puluhan orang seperti penganut Ahmadiyah dan Syiah tidak dianggap karena bukan anggota LSM dan LSM memang selalu berhadapan dengan penguasa, demi juga perjuangan dan hak azasi manusia mencari penghidupan lewat organisasi berupa LSM. Seharusnya makna nyawa Munir dan nyawa dan hak hidup dengan keyakinan mereka para penganut Syiah di Sampang juga dibela: bukan hanya yang memiliki makna hanya nyawa Munir. Itulah pembelaan HAM yang sebenarnya dari LSM sebenarnya. Semua nyawa penting sepenting nyawa Munir.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun