Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

AirAsia QZ8501, Narkoba, dan Rating Penerbangan di Bawah Laos dan Myanmar

2 Januari 2015   22:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:57 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecelakaan AirAsia dan penyalahgunaan narkoba oleh pilot Air Asia dan kru pesawat lain bukan barang baru di dunia penerbangan sipil Indonesia. Pesta narkoba di dalam pesawat atau sesaat sebelum pesawat tinggal landas yang dilakukan oleh kru pesawat Lion Air sempat terkuak. Secara umum dunia penerbangan sipil Indonesia rating kelayakan keselamatan dan kepercayaan keselamatan berada pada angka 61, jauh di bawah rata-rata dunia. Itu hasil audit PBB terbaru pada Mei 2014. Artinya keselamatan penerbangan sangat buruk. Mari kita telaah kondisi carut-marut dunia penerbangan Indonesia yang memrihatinkan.

Data tingkat kematian pengguna pesawat terbang di Indonesia 25 kali dibanding dengan terbang di Amerika Serikat. Angka kematian per penumpang selama satu dekade lalu adalah 1 berbanding 1 juta penumpang. Angka ini seratus kali lipat dibandingkan dengan rata-rata dunia yakni ada 2 orang penumpang tewas per 100 juta penumpang. Itu data statistik penerbangan Indonesia dari Arnold Barnett dari MIT (Massachusetts Institute of Technology). Selain banyaknya kecelakaan yang menewaskan banyak penumpang.

Indonesia pun menjadi salah satu dari 9 negara yang gagal melewati penilaian keselamatan penerbangan sUS FAA (Badan Penerbangan Federal) selain Bangladesh, Barbados, Curacao, Ghana, India, Nicaragua, Saint Martin, dan Uruguay. Nah semuanya negara-negara yang tak jelas. Di situlah keselamatan penerbangan Indonesia berkubang.

Uni Eropa pun hanya memberikan izin terbang ke Eropa untuk Garuda Indonesia dan AirAsia Indonesia dan selebihnya melarang 62 perusahaan penerbangan Indonesia.

Akibatnya, asuransi pesawat yang beroperasi di Indonesia dua kali lebih mahal dari rata-rata. Indonesia disejajarkan dengan negara Afrika dan Amerika Latin - bukan Asia - terkait risiko kecelakaan yang tinggi. (Hal ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan perusahaan penerbangan Indonesia lebih tinggi dan mengorbankan standard keselamatan sebagai kompensasi tingginya biaya operasi.)

Kecelakaan pesawat Garuda Indonesia tahun 1997 menandai salah satu kecelakaan terburuk penerbangan Indonesia di Medan dengan 222 penumpang tewas. Selanjutnya Adam Air hilang di Selat Makassar tahun 2007. Setelah dan sebelum tahun itu tercatat banyak pesawat jatuh di Indonesia.

Apa penyebab banyak kecelakaan di Indonesia?

Pertama, kapabilitas para petugas terkait keamanan penerbangan di Indonesia gagal memenuhi kedisiplinan dalam menjalankan standard keamanan penerbangan. Sikap menyepelekan prosedur telah menghasilkan kegagalan Indonesia memenuhi standard keselamatan penerbangan internasional. Indonesia menjadi satu di antara 21 negara yang dilarang terbang ke Eropa.

Kedua, kebutuhan pilot yang handal di Indonesia yang tinggi sementara jumlah pilot terbatas. Pertumbuhan 15% pr tahun jumlah penumpang di Indonesia salah satu tertinggi di dunia. Ini akibat peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan rata-rata 6% per tahun. Maka dibutuhkan semakin banyak pilot akibat operator pesawat membutuhkan semakin banyak pesawat dan pilot.

Ketiga, topografi bergunung Indonesia sebagai contoh Gunung Salak yang terkenal sangat berbahaya bagi penerbangan rendah, yang membutuhkan keahlian pilot yang berpengalaman. Conthnya, tragedi Sukhoi salah satunya disebabkan oleh tidak pahamnya pilot Sukhoi akan topofrafi bergunung di sekitar Bogor.

Keempat, standard kedisiplinan crew pesawat dan pilot, dan pejabat keselamatan sertifikasi penerbangan serta flight engineer yang rendah menyebabkan tingkat keselamatan diabaikan. Jatuhnya pesawat Lion Air di Bali juga disebabkan oleh kenekadan pilot mendaratkan pesawat dalam kondisi cuaca buruk. Pilot pun dipaksa melakukan empat penerbangan secara beruntun dan kurang konsentrasi.

Kelima, masyarakat secara kultural religius memandang kecelakaan sebagai takdir. Hal ini menyebabkan tingkat kesadaran disiplin prosedur penerbangan dari semua pelaku menjadi kendor. Kecelakaan pesawat dianggap sebagai musibah seperti banjir dan tanah longsor. Takdir. Ini menyebabkan semua yang terlibat dalam keselamatan penerbangan menganggap ringan pentingnya disiplin di semua lini keselamatan dan pelayanan dari mulai bandara, pesawat, crew, air engineer, petugas keselamatan, sertifikasi, dsb yang sangat rendah mutunya.

Keenam, persebaran narkoba dan kehidupan dunia hiburan malam yang dijalani para pilot dan crew pesawat yang marak. Pilot Lion Air Saiful Salam, tertangkap sedang mengosumsi shabu-shabu di Hotel Grand Palace Surabaya pada 2012. Di Makassar pada tahun yang sama pilot Lion Air, Hanurm Adhyaksa juga ditangkap di Hotel Grand Clarion.

Pesta narkoba para awak pesawat juga ditemukan pada tahun sebelumnya yang melibatkan Husni Thamrin dan Muhammad Nasri, keduanya pilot lion air. Tak hanya pilot, para crew pesawat seperti pramugari di Indonesia terkenal dengan gaya hidup hura-hura dan salah satu contoh adalah Winnie Raditya, pramugari Lion Air, yang menjadi penyalur narkoba untuk para pilot, ditangkap dan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara pada 2011.

Di Bali, seorang pilot pesawat AirAsia QZ7510 juga ditangkap karena mengosumsi narkoba. Kebiasaan mengosumsi narkoba antara pilot dan pramugari bukan hal yang mengagetkan. Penyebabnya adalah peredaran narkoba dan harga narkoba yang relatif murah dan mudah didapatkan di hampir semua tempat hiburan, karaoke, kampus, sekolah, dengan para pengedar adalah petugas, aparat, guru, dosen, ibu rumah tangga, pilot sampai pramugari.

Jadi, itulah gambaran dunia penerbangan Indonesia yang carut-marut yang mengakibatkan rating keselamatan terbang di Indonesia sedemikian rendah. Tentu sangat membahayakan penerbangan dan bikin ngeri terbang. Indonesia harus meningkatkan standard keselamatan dan menjalankan prosedur keselamatan penerbangan antara pemerintah, regulator, personil yang mumpuni, pelatihan penerbangan dan flight attendants yang benar, dan kedisiplinan semua yang terlibat dalam dunia penerbangan di Indonesia. Bayangkan. Indonesia adalah negara yang rating keselamatan penerbangannya termasuk terendah di dunia, paling rendah di Asia Tenggara - di atas Timor Leste karena Timor Leste tak memiliki industri penerbangan.

Salam bahagia ala saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun