Reformasi yang lama digulirkan oleh Menkeu Sri Mulyani dulu dengan menggaji pegawai kementerian keuangan gagal total. Gaji yang tinggi tidak menghalangi pegawai pajak untuk berhenti korupsi. Sejak masuk sekolah pajak dan STAN yang diucapkan ‘setan', dari sinilah awal belajar korupsi. Untuk masuk sekolah ke STAN diyakini sangat sulit. Yang paling banyak diterima adalah yang terkoneksi dengan para koruptor atau alumni. Cita-cita, dulu sebelum ada OJK, lulusan STAN akan masuk ke BI dengan take home pay sebesar Rp 30,000,000. Para lulusan STAN ini saling belajar dengan para seniornya - untuk melakukan korupsi.
Contoh para koruptor adalah teman-teman sekolah menengah yang bekerja di sektor pajak lulusan STAN. Bisa dibayangkan mereka memiliki kekayaan yang melebihi keumuman - saya sampai dikenal oleh mereka sebagai ‘jahat sama teman kecil' karena saya menjuluki mereka sebagai koruptor. Cara menyembunyikan harta mereka adalah menggunakan nama-nama orang lain untuk menggelapkan suap mereka. Itulah kesulitan membongkar kasus pajak.
Selain itu, yang terbongkar karena culun seperti kasus penyuapan yang merugikan negara sebesar Rp 21 miliar oleh PT Surabaya Agung Industri and Paper sejak tahun 2004 sampai 2007 kepada Denok Tavi Periana, Totok Hendrianto, dan Berty.
Melihat sepak terjang koruptor dan pengemplangan pajak tersebut, Presiden Jokowi menggandeng PPATK, Kejaksaan, KPK, BPK, Kepolisian, dan TNI, berbagai kementerian industri dan perdagangan, untuk membongkar penyelewengan pajak. Potensi penerimaan pajak selama ini hanya menunjukkan angka 52,7% dari seluruh potensi penerimaan pajak oleh negara. Kenapa?
Karena institusi pajak ini merupakan lahan korupsi mafia pajak dan tempat bercokolnya kepentingan antara pengusaha - yang tak jujur dan mengemplang pajak - dan pegawai pajak dari mulai Dirjen sampai anak buah membangun jaringan korupsi sejak masih di STAN sampai pensiun.
Untuk membongkar mafia pajak ini, Jokowi dipastikan akan menemui tentangan yang luar biasa. Pertama, kalangan yang kalah dalam pilpres yakni pengusaha pendukung Prabowo akan mati-matian untuk melindungi diri dari incaran penegakan pemberantasan mafia pajak dengan memperkuat jaringan koruptor di semua level perpajakan dengan mengeluarkan uang jaminan. Kedua, pengusaha yang mendukung Jokowi pun akan melakukan bersih-bersih diri dengan menguatkan pengaruh di dirjen pajak.
Level atau eselon yang disisir oleh para pentolan ini adalah eselon 1 sampai 3. Untuk menguatkan cengkeraman di bidang pajak ini - dengan menghambat kebenaran laporan pajak karena telanjur mengelabuhi seperti yang dilakukan oleh Bumi Resources, Arutmin, Asian Agri sebagai contoh - maka kelanggengan praktik manipulasi pajak akan tetap dilakukan. Maka kerja sama terpadu antar lembaga penegak hukum dan kementerian terkait akan sangat perlu dilakukan.
Strategi pengampunan pajak pun tak akan dilakukan oleh Presiden Jokowi karena justru menjadi peluang kongkalikong seperti yang pernah terjadi pada tahun 2010.
Maka untuk membongkar mafia pajak ini, Presiden Jokowi akan lebih banyak melakukan reformasi birokrasi dan penindakan selain upaya preventif. Pelibatan penyelesaian kasus pajak besar tak akan menjadi prioritas - sebagai upaya bargaining tukar-menukar politik. Justru penguatan pengawasan dengan melibatkan PPATK dan intelijen ekonomi akan lebih ditingkatkan. Dan, kita tunggu gebrakan Presiden Jokowi untuk memberantas mafia pajak yang mengganggu keuangan negara yang hanya mengakibatkan penerimaan pajak sebesar tax collection ratio hanya sebesar 52,7%.
Salam bahagia ala saya.