Menghadapi strategi Akbar Tandjung - yang sayangnya dipengaruhi oleh megalomania Prabowo dan obsesi Ical karena data-data menyesatkan yang dipasok oleh PKS - maka Presiden Jokowi pun melakukan langkah-langkah strategi politik untuk melawan koalisi Prabowo.
Secara singkat - karena sudah disampaikan dalam berbagai artikel sebelumnya - strategi Presiden Jokowi dalam menghadapi strategi Prabowo adalah dengan memanfaatkan kekuasaan sepenuhnya (TNI, Polri, BIN, Kejaksaan Agung, KPK, PPATK) untuk menerapkan enam strategi yakni (1) hukum-politik dan politik-hukum dengan melakukan penanganan secara tebang pilih kasus korupsi dan kejahatan hukum. Para kroni dan pendukung koalisi Prabowo dicokok KPK seperti KH Fuad Amin Imron - yang akan menyeret banyak orang lain. Kasus SDA akan melebar dengan ancaman hukuman seumur hidup kepada Suryadharma Ali jika menolak menjadi justice collaborator.
Lalu (2) melakukan pembagian kue ekonomi kepada partai pendukung dan tokoh pendukung dengan melakukan seleksi ketat perusahaan terkait koalisi Prabowo, aneka proyek akan ditenderkan dengan menyingkirkan perusahaan terkait pengusaha koalisi dan kroni Prabowo dan Ical.
Seterusnya (3) membenturkan para mafia dengan mafia lain dengan politik devide et impera, dengan mengankat Sudirman Said dan Rini Soemarno maka terbuka peluang untuk mengadu domba antar mafia migas: paling tidak Jokowi menghancurkan setengah dari mafia migas dan membiarkan sebagiannya.
Tak ketinggalan, dengan tegas Presiden Jokowi tak melakukan kompromi seperti yang dirancang oleh koalisi Prabowo yakni (4) menguasai seluruh jabatan dan mengganti para pejabat di BUMN, eselon 1-3, dan berbagai kementerian. Hal ini jelas merugikan partai dan kalamngan yang membutuhkan kekuasaan.
Dan, dalam hal hukum Presiden Jokowi menyinergikan kekuatan pendekatan dan penegakan hukum dengan (5) menggandeng kejaksaan, KPK, Polri untuk mendorong penegakan hukum secara tebang pilih.
Untuk lebih melemahkan maka Presiden Jokowi mendekati Akbar Tandjung (6) mendongkel keberadaan Ical sebagai Ketum Golkar. Presiden Jokowi menyampaikan melalui Om Handropriyono terkait pendekatan untuk menarik Akbar Tandjung dari lingkaran Golkar. Jokowi paham betul bahwa tanpa Akbar Tandjung, Ical hanyalah sosok tanpa kekuatan. Disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa, Ical adalah orang bangkrut secara politik dan ekonomi. Bangkrut karena membawa Golkar ke dalam perpecahan karena Ical memergunakan Golkar sebagai kendaraan memenuhi kepentingan pribadi.
Disampaikan pula kepada Akbar Tandjung, bahwa tanpa kekuatan AMPG, AMPI, organisasi pendiri Golkar seperti MKGR, Kosgoro, jelas posisi Ical sangat lemah. Fakta lemahnya kekuatan Ical adalah tidak adanya suara sama sekali dari Setya Novanto - yang memiliki instink politik tinggi seperti Akbar Tandjung.
Mendukung Ical menjadi Ketum Golkar dan memertahankan Golkar untuk mendukung megalomania Prabowo akan merugikan Golkar pada pileg 2019 dan pilpres 2019. Maka diambillah jalan kompromi untuk agar Golkar minimal akan memosisikan diri seperti Partai Demokrat. Artinya Golkar tidak berada dalam posisi langsung mendukung pemerintahan Presiden Jokowi namun juga bukan dalam posisi seperti PKS dan Gerindra.
Dan, satu syarat itu dipenuhi dan tetap Ical harus tersingkir karena Ical adalah biang kerok terpuruknya Golkar dan terbentuknya polarisasi kekuatan koalisi Prabowo dan koalisi Jokowi yang tidak bermanfaat bagi bangsa dan negara. Keberadaan koalisi Prabowo hanya untuk memenuhi kepentingan nafsu politik balas dendam Ical - yang ditolak Presiden Mega ketika ingin menjadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi - dan Prabowo yang merasa dikhianati oleh Presiden Mega karena kasus Perjanjian Batutulis.
Dengan demikian, maka dapat dipastikan Akbar Tandjung akan surut mendukung Ical, dan itulah akhir kisah strategi rancangan Akbar Tandjung yang justru diakhiri oleh Akbar Tandjung sendiri yang memorak-porandakan koalisi Prabowo. Maka dapat dipastikan, Ical akan terjungkal - dengan cara halus ala Akbar Tandjung dan Presiden Jokowi - dan kisah koalisi Prabowo pun berakhir di tangan Akbar Tandjung dan Presiden Jokowi. Tinggal Ical dan Prabowo gigit jari melihat maneuver Akbar Tandjung. Tak heran Akbar Tandjung memuji-muji Presiden Jokowi - satu tanda pergeseran dukungan dari Ical ke Agung Laksono; lebih lagi Agung Laksono juga ke Istana menemui Presiden Jokowi.