Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Budi Gunawan dan Djoko Susilo, Jokowi dan SBY: Perbedaan dan Persamaan

14 Januari 2015   17:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:09 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa persamaan dan perbedaan Budi Gunawan dan Djoko Susilo yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka? Kenapa Kompolnas untuk kasus Budi Gunawan membela? Kenapa pula Indonesian Police Watch (IPW) mengompori Polisi dan Jokowi serta DPR untuk terus menjadikan Budi Gunawan sebagai Kapolri? Bagaimana skenario korupsi dan kontestasi politik di Indonesia saat ini di bawah Presiden JOkowi dibandingkan dengan posisi ketika zaman SBY terkait posisi KPK dan Polri? Mari kita telaah pertanyaan di atas agar publik mampu memahami kegelapan sebagai terang benderang dengan hati suka cita riang gembira bahagia dan mulia senang ceria.

Pertama, persamaan dan perbedaan Budi Gunawan dan Djoko Susilo. Budi Gunawan dan Djoko Susilo sama-sama menggunakan orang terdekatnya (Budi memanfaatkan anaknya, sementara Djoko Susilo memanfaatkan istri-istri mudanya) untuk menjalankan aksi menyimpan uang hasil korupsi. Namun keduanya juga memanfaatkan ‘seolah-olah transaksi legal dengan pihak ketiga' yang normal dan wajar dengan cara menerima transfer uang dalam jumlah besar secara acak dan rutin.

Perbedaannya, rekening Budi Gunawan yang tampak relatif sedikit hanya di bawah Rp 8 miliar, namun lalu lintas berdasarkan laopran PPATK kencang sampai puluhan miliar rupiah. Rekening Djoko Susilo berisi puluhan milyar dan pembelian asset mencapai angka ratusan miliar sampai menyentuh angka Rp 400 miliar lebih. Salah satu transfer terbesar senilai Rp 43 miliar dari pengembang sebenarnya hal yang sah karena Budi Gunawan dikabarkan membantu membebaskan lahan dan berbagai administrasi terkait lahan (jika transfer Rp 43 miliar dianggap korupsi maka pengembang besar itu pasti terlibat dan akan dicokok KPK karena melakukan suap).

Kedua, kenapa Kompolnas membela dan meloskan Budi Gunawan sebagai Kapolri? Posisi Kompolnas sekarang berbeda dengan Kompolnas masa lalu. Kini Kompolnas lebih independen dan dibiarkan berkreasi untuk bekerja mengatur lalu-lintas kebijakan atau memengaruhi kebijakan terkait dengan Polri dengan desentralisasi keputusan penuh kepada Presiden. Artinya Kompolnas selama ini hanya menjadi penasihat tanpa memerankan diri sebagai agent of change terkait dengan rekam jejak dan kebobrokan di tubuh Polri.

Nah, rekomendasi terhadap Budi Gunawan oleh Kompolnas merupakan sikap pembelaan Kompolnas kepada institusi Polri, bukan sikap lembaga yang seharusnya melindungi kepentingan presiden. Sikap tidak hati-hati itu tanpaknya bermuatan politis karena menyangkut suasana politik yang panas pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yakni adanya perseteruan antara koalisi Prabowo dan koalisi Jokowi. Pendeknya, Kompolnas tidak melakukan tugasnya dengan baik terkait usulan calon Kapolri.

Ketiga, kenapa IPW alias Indonesian Police Watch mengompori Jokowi, Kapolri dan Polri untuk terus mendukung Budi Gunawan dan bahkan mewacanakan jika dibatalkan pencalonan Budi Gunawan akan menimbulkan perselisihan antara KPK dan Polri? Tindakan IPW yang memanasmanasi Polri dan KPK sampai mengancam untuk menimbulkan kasus Cicak dan Buaya adalah tindakan tidak bertanggung jawab IPW dan didasari oleh kepentingan IPW sendiri. Untung Jenderal Sutarman dan Abraham Samad menjamin tak akan timbul Cicak dan Buaya jilid II. Kenapa? Kapolri Jenderal Sutarman bersikap tegas dan Presiden Jokowi pun netral dan lebih cenderung mendukung KPK.

Keempat, pola korupsi Budi Gunawan seperti yang disampaikan oleh KPK, nyaris sama dengan yang dilakukan oleh Djoko Susilo, yakni nyaris sama dengan yang dilakukan oleh Akil Mochtar, Anas Urbaningrum, dll yakni dengan memanfaatkan orang terdekat dan perusahaan untuk kamuflase pencucian uang. Pola korupsi ini sangat jauh dengan cara-cara yang diajarkan oleh Golkar pada masa lampau ketika zaman eyang saya Presiden Soeharto yakni korupsi jangka panjang untuk menutupi jejak. Pola korupsi zaman eyang saya Soeharto dilakukan dengan sabar sampai masa 5 tahun ke belakang dengan motif sangat rapi yakni atas nama kerjasama antar perusahaan (meskipun sebagian fiktif dan bodong).

Kelima, kontestasi politik zaman SBY terkait tarik-menarik kepentingan antara KPK dan sangat jelas yakni SBY lebih mendukung Polri dengan maksud menghambat kerja KPK. Dukungan SBY terkait kisruh Cicak dan Buaya pun dilakukan setelah tekanan masyarakat yang mendukung KPK melakukan demonstrasi besar mendukung KPK. Perseteruan lain terkait perebutan penanganan kasus antara KPK dengan Polri dalam kasus Djoko Susilo tampak sekali SBY gamang dalam bersikap, yang akhirnya SBY mendukung KPK karena sekali lagi publik mendukung KPK.

Publik tidak yakin jika ditangani oleh Polri, kasus Djoko Susilo akan diungkap. Hasilnya Djoko Susilo terungkap melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang jumlahnya ratusan miliar rupiah. Bukti lain bahwa Polri tak bisa dipercaya sepenuhnya jika menangani kasus yang melibatkan unsur Polri adalah pada tahun 2010, Polri menyatakan bahwa tidak ada yang tak wajar terkait rekening gendut; salah satunya milik Budi Gunawan. Bahkan laporan PPATK pun telah diklarifikasikan oleh Bareskrim Polri tahun 2010 lalu.

Sementara itu, kontestasi politik dukungan kepada Presiden Jokowi sangat besar di kalangan masyarakat. KPK pun sangat dekat dengan Presiden Jokowi. Pun Polri pun sepenuhnya berada di genggaman Presiden Jokowi. Kesetiaan Jenderal Sutarman tak diragukan sama sekali. Posisi ini didapatkan karena TNI jelas 100% solid mendukung Presiden Jokowi ; demikian juga BIN mendukungnya. Maka ketika KPK belum menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, dalam sidang paripurna di DPR, DPR tidak melakukan interupsi dan terkesan menerima pencalonan Budi Gunawan.

Dari kelima hal tersebut, terdapat perbedaan dan persamaan yang sangat mencolok terkait dengan (1) posisi KPK yang pada zaman SBY tidak didukung oleh SBY. Berbeda sekali dengan zaman Presiden Jokowi yang sangat mendukung KPK bahkan memerkuat KPK. Sehingga (2) terdapat perbedaan dan persamaan antara kasus Budi Gunawan dan Djoko Susilo dalam modus korupsi, (3) Kompolnas tidak bertindak benar dalam merekomendasikan, dan (4) IPW yang kehilangan independensinya, sehingga menimbulkan dan mendorong terjadinya pergesekan antar lembaga negara yang jelas akan merugikan Presiden Jokowi.

Bonus informasi: Presiden Jokowi akan bertindak tepat yakni akan membiarkan proses berjalan di DPR sesuai prosedur, lalu Presiden Jokowi akan mencari calon lain dan mengajukan calon Kapolri yang baru dengan melibatkan KPK dan PPATK, Ombudsmen, Kompolnas, dll.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun