Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisruh Golkar Penentu Jokowi atau Prabowo Menangi Perang Politik

13 Januari 2015   17:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:14 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wakil Presiden Jusuf Kalla melakukan pertemuan dengan Ical semalam(12/01/2014 secara rahasia. Pekan lalu Akbar Tandjung bertemu dengan Presiden Jokowi. Selang beberapa jam pada hari yang sama Agung Laksono bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Prabowo berdiam diri. Akbar Tandjung pun berdiam diri selepas bertemu dengan Presiden Jokowi. Kemarin (12/01/14) pernyataan keluar dari Golkar baik kubu Ical maupun kubu Agung Laksono, yang sebelumnya dimunculkan wacana menyingkirkan Ical dan Agung dalam munaslub oleh Fadel Mohammad. Bagaimana arah akhir kisruh Golkar ini menguntungkan Presiden Jokowi atau Prabowo yang tetap ngebet ingin menjadi presiden menggantikan Presiden Jokowi dengan cara apapun? Mari kita telaah dengan hati gembira ria riang sentosa bahagia.

Banyak pengamat menyebut usia pemerintahan Presiden Jokowi hanya akan seumur jagung; atau paling lama dua tahun. Para pengamat melihat kekuatan Prabowo di parlemen dan di luar parlemen yang dominan dan faktor lain seperti terjepitnya SBY dan keluarganya memengaruhi arah politik yang menguntungkan Prabowo. SBY dengan Demokrat berusaha mati-matian melokalisir kekuatan Presiden Jokowi untuk pengamanan diri dan keluarganya termasuk Hatta Rajasa.

Demokrat, PAN, dan Golkar memiliki masalah yang sama yakni para pentolan politiknya bermasalah. Masalah yang dihadapi mereka tidak tanggung-tanggung. Pentolan Demokrat tertekan oleh Century dan Hambalang. Pentolan PAN diyakini terbelit dengan mafia migas dan bibit kerena kedekatan dengan Jero Wacik mantan menteri yang telah menjadi tersangka. Golkar dengan Ical dan kawan-kawan terbelit kasus pajak dan juga Lumpur Lapindo selain kewajiban pembayaran hutang perusahaan yang akan membawanya ke jurang kebangkrutan. Pun Prabowo juga mengalami masalah dengan niatan Jokowi untuk menggunakan kekuasaannya memenuhi janji kampanye penyelesaian masalah HAM berat yang melibatkan banyak petinggi termasuk Prabowo jelas akan terseret - selain perusahaannya yang juga mengalami masalah dan menuju ke jurang kebangkrutan.

Kondisi menekan secara hukum dan politik ini hanya bisa ditangani dan dihadapi dengan (1) tetap memegang kekuasaan di partai; karenanya Ical, Hatta Rajasa, dan SBY berjuang untuk tetap berkuasa, (2) agar kekuasaan di partai bisa digunakan di parlemen untuk melakukan bargaining position dengan pemegang kekuasaan yakni Presiden Jokowi, dan agar jika memungkinkan untuk (3) atau melakukan penjatuhan Presiden Jokowi seperti yang digembar-gemborkan oleh Hashim Djojohadikusumo - si anak pemberontak Permesta/PRRI Soemitro Djojohadikusumo - dan para pengamat politik.

Oleh karena itu, melihat pentingnya posisi itu untuk kepentingan SBY, Hatta Rajasa, SBY dan Ical, maka posisi Ical sebagai Ketum Golkar harus dipertahankan. Oleh sebab itu, dalam perundingan islah Golkar antara kubu Ical dan kubu Agung Laksono, posisi Golkar di koalisi Prabowo menjadi masalah penting yang tak mendapatkan titik temu. Golkar harus di koalisi Prabowo. Itu syarat mutlak yang disyaratkan oleh Ical karena jika Golkar keluar dari koalisi Prabowo, praktis koalisi Prabowo bubur - setelah kehancuran PPP.

Namun, di sisi lain, secara politis kekuasaan Presiden Jokowi makin menunjukkan kekuatannya yakni dengan secara tegas melakukan langkah-langkah politik-hukum untuk memercepat perubahan dengan (1) mengangkat orang-orang dekat Presiden Jokowi tanpa kompromi di luar yang dikehendaki oleh koalisi Prabowo yang rencananya dengan melakukan tekanan akan mendapatkan konsesi kekuasaan, (2) menyingkirkan para pejabat yang terkait dengan masa lalu termasuk pejabat BUMN dan berbagai kementerian dan bahkan Kapolri - di luar rekomendasi awal penasihat politiknya; AM Hendropriyono selalu dimintai untuk membantu memetakan kekuatan di luar parlemen yakni orang-orang kuat di TNI dan Polri, (3) mengangkat Luhut Binsar Panjaitan sebagai tameng untuk menghadapi lalu lintas administrasi dan komunikasi kepresidenan, (4) melakukan tindakan tegas terkait mafia migas, mafia bibit, mafia perpajakan, mafia illegal fishing, mafia tanah, mafia perbankan, dan mafia tambang.

Keempat langkah itu jelas menghantam secara telak berbagai unsur pendukung dan penentang Presiden Jokowi - namun itu adalah terapi untuk menuju Indonesia lebih baik. Tentu strategi dan langkah praktis Presiden Jokowi itu membuat gerah koalisi Prabowo. Koalisi Prabowo tak menyangka langkah-langkah strategi Presiden Jokowi adalah taktik (1) merangkul dan (2) menikam sampai mati musuh-musuh politik.

Kasus paling nyata strategi Jokowi adalah Aburizal Bakrie dirangkul dengan ditalangi uang Rp 871 miliar untuk membayar tunggakan kewajiban Lumpur Lapindo. Ical terhutang budi dan terjerat. Namun, dalam politik tak ada makan siang yang gratis. Kini, Jusuf Kalla menjadi pengatur strategi untuk menyingkirkan Ical dengan melakukan politik zig zag bergerak ke Agung Laksono tiga hari sebelum Munas Ancol dan bertemu dengan Akbar Tandjung dan terakhir Ical.

Apa sesungguhnya yang terjadi di Golkar? Akankah Ical legowo untuk turun? Jawabnya: Ical berada pada posisi tertekan oleh (1) SBY, Prabowo, dan Hatta Rajasa karena menjadi pihak yang menentukan nasib ketiga orang itu selain untuk diri sendiri, (2) tertekan oleh kubu Agung - yang jelas memiliki kekuatan; jika tak memiliki kekuatan di Golkar Agung sudah terbuang secara cepat, (3) kekuatan hukum yang memihak kepada Agung Laksono sementara ini karena keinginan Agung terkait Golkar keluar dari koalisi Prabowo dan mendukung pemerintahan Jokowi-JK.

Untuk memerkuat posisi maka SBY, Hatta Rajasa, dan Ical harus menjadi ketua partai sebagai upaya (1) memerkuat posisi dan lagi-lagi untuk (2) bargaining position menghadapi Jokowi.

Dalam kondisi sepert itu, Ical memerlukan jaminan dari Presiden Jokowi untuk tetap bertahan selepas Ical kehilangan posisi di Golkar - atau Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla memberikan jaminan untuk bertindak netral dalam kisruh Golkar (yang sebenarnya memang kisruh dikehendaki Jokowi-JK untuk memerlemah posisi koalisi Prabowo, tanda-tandanya adalah Fadli Zon, Fahri Hamzah, berteriak-teriak agar Presiden Jokowi tidak mengobok-obok Golkar.) Permintaan yang tak bakalan dipenuhi oleh JK atau Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun