Mohon tunggu...
Franciano Permadi
Franciano Permadi Mohon Tunggu... Singer and Master of Ceremony -

Mahasiswa Teknik Penulis BELIA yang BIASA SAJA Menulis bukan soal TAHU tapi soal MENCARI TAHU

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Politisasi Aparat, Sah atau Salah?

29 Agustus 2018   12:50 Diperbarui: 29 Agustus 2018   12:56 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari belakangan headline-headline media banyak dihiasi oleh isu-isu tentang anjuran Bapak Presiden, Joko Widodo, untuk aparat keamanan negara agar ikut serta memaparkan capaian pemerintah saat ini. Banyak pro-kontra yang timbul akibat adanya anjuran ini. Bahkan oposan mulai bergerak menebar isu "Antek Orde Baru" sampai dengan pelanggaran "Sumpah Reformasi". Dan mereka mulai membawa sebuah instrumen Undang Undang Dasar ke dalam sebuah diskusi yang kurang fundamental. Pertanyaan yang mengemuka kemudian adalah, "Apakah benar demikian? "

Awal kronologis cerita ini dimulai dengan ajakan Jokowi kepada aparat keamanan negara, dalam konteks ini Polri dan TNI, untuk ikut serta memaparkan capaian pemerintah saat ini. 

Hal ini dilakukan dengan dalih meminimalisir adanya penyebaran data yang dipelintir oleh oknum-oknun tertentu, tentunya data yang berkaitan dengan pemerintahan saat ini. Ujaran semacam ini menimbulkan adanya kesan nostalgia kembali ke rezim Orde Baru. 

Seperti yang kita ketahui, Orde Baru dikenal dengan rezim yang memanfaatkam kekuatan militer untuk melanggengkan kekuasaannya. Pemerintah seakan menarik para aparat keamanan negara untuk turut serta berpolitik praktis. Hal ini menimbulkan istilah populer, yaitu Dwifungsi ABRI, yang menjadi boomerang bagi pemerintahan pada saat itu. 

Tentu rasanya kasus Jokowi tadi menjadi identik dengan hal-hal semacam ini. Apalagi statement tersebut keluar di saat yang sangat dekat dengan kontestasi politik ter-akbar di Indonesia. Bayangkan hal ini akan diramu sedemikian rupa oleh oposan. 

Namun hal ini tidak bisa dipandang dalam satu frame saja. Tentunya merupakan hal yang wajar apabila Jokowi melakukan langkah kontroversial semacam ini. Hal ini dikarenakan sedemikian banyaknya pandangan dan data negatif yang disebar oleh pihak oposan. 

Mulai dari memelintir data sampai menyangkut isu-isu SARA. Dan bisa anda semua bayangkan bagaimana kalau hal-hal ini dibiarkan berkembang? Bagaimana citra pemerintah yang memiliki track record yang tidak bisa dibilang buruk walau belum sempurna? Bahkan seseorang yang bukan insan politik pun tahu bahwa hal ini tidak bisa dibiarkan.

tribunnews.com
tribunnews.com
Agar bisa menjadi opini yang fair, silahkan pembaca untuk mengkomparasi antara politisasi aparat dan sistem primordial yang akhir-akhir ini marak terlihat. Kalau dapat dicermati dalam-dalam, pola yang digunakan untuk mendapatkan pundi-pundi elektoral adalah sama. 

Cuman instrumen yang dimainkan di kedua sistem ini yang berbeda. Politisasi Aparat menggunakan instrumen paksaan dan terlihat lebih diktatoris namun efektif dalam meredam suara-suara oposan. Sedangkan sistem primordial menggunakan instrumen agama dan terlihat lebih moralis namun kurang efektif dalam usaha untuk meredam usaha-usaha dari pihak lawan politik. 

Instrumen-instrumen tadi lah yang berkontribusi dalam politik elektoral dari masing-masing calon presiden beserta wakilnya. Politisasi aparat jelas menggunakan sosok-sosok aparat keamanan sedangkan sistem promordial menggaet sosok-sosok budayawan dan kaum religius, sebagai contoh di Indonesia adalah kiai dan ulama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun