“Dengan ini, saya selaku Presiden Republik Indonesia terpilih untuk peride 2014-2019, menyatakan bahwa masyarakat adat di seluruh wilayah Indonesia memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan lahan dan hutannya berlandaskan aturan adat yang berlaku turun-temurun di wilayahnya masing-masing.”
Itu penggalan pidato pertama saya sebagai Presiden Republik Indonesia pada saat pelantikan nanti. Mengapa penting untuk memberikan pengakuan hak kelola pada masyarakat adat? Mari kita melakukan kilas balik perjalanan pembangunan di Indonesia, khususnya terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan kita oleh pemerintah melalui pihak swasta (baca: perusahaan).
Penguasaan hutan yang tidak adil
Sejak Era Orde Baru, pengelolaan hutan di Indonesia lebih banyak dikuasai oleh perusahaan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), pertambangan, dan perkebunan skala besar, seperti perkebunan kelapa sawit.
Data Kementerian Kehutanan Indonesia menunjukkan bahwa hingga tahun 2011 ada 531 konsesi kehutanan yang menguasai 35,8 juta hektare sementara baru ada 57 izin hutan kemasyarakatan (HKM), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) untuk 33.000 desa di dalam dan di sekitar hutan dengan total luas lahan 0,32 juta hektare.
Luasan yang tersebut di atas baru untuk konsesi kehutanan, belum termasuk wilayah konsesi untuk pertambangan dan perkebunan. Data yang dimiliki oleh Sawit Watch menyebutkan hingga tahun 2013 luas perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 13 juta hektare.
Konflik dan pelanggaran HAM
Indonesia memiliki luas hutan di daratan dan perairan lebih dari 130 juta hektare dan 128.225.146,02 hektare berada di daratan. Dalam kawasan hutan tersebut ada masyarakat yang sudah mendiami hutan tersebut secara turun temurun, dari generasi ke generasi dan sudah mengelola hutan dengan kearifan hukum adat yang diwariskan dari leluhur mereka.
Meski sudah jelas ada kelompok masyarakat yang sudah terlebih dahulu mengelola dan tinggal di dalam dan sekitar hutan, namun dalam hal pemberian izin pembukaan hutan tidak pernah sekalipun pemerintah melibatkan mereka. Pemikirannya, bahwa pemerintah selaku penyelenggara negara mempunyai hak untuk menguasai sumber daya alam termasuk hutan yang ada di seluruh wilayah Indonesia berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Indonesia.
Dampak dari pengakuan penguasaan hutan secara sepihak ini adalah, terjadi banyak perampasan lahan milik masyarakat, baik masyarakat adat maupun masyarakat tempatan di hampir seluruh wilayah adat di Indonesia. Perampasan lahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan berujung pada konflik lahan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Di Jambi, beberapa waktu lalu seorang petani dari Suku Anak Dalam meninggal dengan tubuh lebam seperti habis dipukul dan bekas tangan terikat. Diduga pembunuhan ini dilakukan oleh satuan pengaman perusahaan besar perkebunan kelapa sawit yang dibantu oleh kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia.