Meski sistem yang dibangun sudah transparan dan akuntabel, ada kemungkinan suara caleg merosot atau menyusut hingga tak memenuhi BPP. Atau bisa jadi dalam 1 partai dia tadinya mendapat terbanyak ketiga, karena permainan kotor Caleg lain (meski 1 partai) hingga menjadi terbanyak ke 7. Inilah salah satu kelemahan perhitungan suara manual.
Hal ini bisa terjadi bila ada kongkalikong antara Caleg dengan penyelenggara pemilu. Tulisan ini juga bukan bermaksud menduga apalagi menuduh penyelenggara pemilu berlaku tidak jujur. Pun Caleg akan bermain kotor atau ada saksi yang tidak taat dan mau menerima amplop. Tulisan ini hanya membuka kemungkinan kecurangan yang bisa dilakukan.
Pengurangan maupun penambahan suara antar partai akan sulit dilakukan karena ada saksi partai. Mereka tentu mencatat secara jelas perolehan suara partai. Yang mungkin terjadi ya pencurian suara caleg dalam 1 partai. Dimungkinkan pula jual beli suara antar caleg karena si caleg yang tidak jadi daripada tidak dapat ganti modal kampanye lebih baik menjual suaranya kepada caleg 1 partai yang berpeluang lolos.
Kelemahan lain yang bisa terjadi, biasanya hanya terdapat saksi parpol yang tidak mencatat secara detil perolehan suara caleg atau diabaikan saja. Toh penentuan Caleg terpilih ikut penyelenggara Pemilu. Nah akhirnya si Caleg "nakal" bergerilya untuk menambah suara.
Berikut ilustrasinya :
[caption id="attachment_302784" align="alignnone" width="502" caption="Tabulasi"][/caption]
Misalnya sebuah partai mendapat jatah 3 kursi. Tentu yang terpilih adalah caleg dengan perolehan terbanyak satu, terbanyak dua dan terbanyak tiga. Sebelum 9 April semua caleg faham bahwa BPP (alokasi 1 kursi) misalnya 1500 suara. Berdasarkan tabulasi yang diperoleh dari Parpol dan dilakukan sendiri oleh Caleg tidak ada satupun yang mencapai BPP. Kebetulan Golput dan suara tidak sah cukup tinggi sehingga BPP otomatis berkurang.
Berkurangnya BPP itu akan diketahui bila semua suara sudah direkap setidaknya di PPK atau dalam 1 Dapil. Karena perolehan suara parpol tetap mendapat alokasi 3 kursi, si caleg yang tidak menghitung caleg lain dalam 1 partai akan nglokro alias pesimis. Caleg bernama "Gelang" saja cuma mendapat 1259 suara, kurang 250 suara untuk mencapai BPP. Demikian pula Caleg bernama "Emas" cuma dapat "1010", apalagi caleg yang memperoleh suara ketiga dan seterusnya.
Cilakanya pasca perhitungan suara, si Cincin yang emang kaya raya dan tahu kelemahan Caleg lain segera bergerilya. Dia langsung bermain dengan pihak yang bisa merubah perolehan suara guna mengurangi suara Caleg lain. Karena partainya hanya mendapat 3 kursi, dia tak mau mencuri suara Gelang dan Emas sebab akan ketahuan. Kan mereka bakal lolos sehingga suaranya pasti diperhatikan.
Maka dia melobi penyelenggara pemilu (bisa KPPS, PPS, PPK atau KPUD) untuk mengurangi suara caleg temannya sendiri dan menambahkan kepadanya. Dilakukanlah pengurangan itu (tentu setelah deal). Untuk Berlian, diambillah 40 suara dari tiap TPS sedangkan dari Anting cuma diambil 40 dari TPS 2 dan TPS 3. Untuk TPS 1 tidak diambil, terlalu sedikit dan riskan.
Kemudian suara Caleg Permata dan Perak juga diambil masing-masing 25 suara tiap TPS. Sedangkan Kalung diambil 25 suara untuk TPS 1 dan 2. Otomatis si Cincin yang tadinya menduduki posisi ke 5 dengan meraih 479 suara menjadi bertambah 400 suara alias 879 atau berada di posisi ke 3. Akibatnya posisi berlian di no 3 dan anting no 4 menjadi posisi ke 4 dan ke 5.
Saya tidak cukup yakin tiap caleg punya saksi tiap TPS atau setidaknya merekap jumlah suara tiap TPS. Di TPS pasca perhitungan suara, tidak ada rekap/copy berita acara yang ditempel. Artinya bila si Caleg memiliki saksi yang jumlahnya terbatas, tak apa mencross check perolehan suara dirinya belakangan. Kenapa? karena copy/berita acara yang sudah dikirim ke PPS masih tertempel disana.
Faktanya begitu selesai dihitung dan ditandatangani baik untuk DPR RI, DPD, DPRD I dan DPRD II, semua dibereskan termasuk kursi, meja dan lainnya. Tidak ada print out hasil suara. Pun demikian untuk di PPS. Apakah pasca perhitungan akan ada tempelan hasil perolehan suara lengkap (Partai dan Caleg) di kantor kelurahan/balai desa?
Tempelan ini mengurangi potensi curang yang bisa dilakukan oleh orang lain, bahkan dalam 1 partai. Memang dalam kurun 5 tahun mendatang perlu ada revolusi dalam pemungutan suara. Misalnya memakai sistem elektronik yang cepat, akurat dan valid. Entahlah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H