Inilah yang membedakan kenapa sebenarnya minimarket apalagi swalayan hingga hypermarket itu kaku dan tak nyaman. Transaksi itu murni jual beli hingga menyangkut soal ketidakpercayaan. Jarang sekali kita berbelanja di toko kelontong, di pasar atau penjual sayur merinci kembali sampai dirumah. Bahkan kadang kita boleh menawar.
Nah perekat-perekat sosial itu kian memudar. Apalagi banyak kepala daerah lebih mementingkan investasi, bangunan mall, minimarket dan mengubur perekat sosial itu. Makanya perkembangan disebuah kota seringkali menjadi miskin "ruh", "tidak ramah" hingga terkesan "angkuh". Kerawanan sosial ini bila meletus, harga yang dibayar akan jauh lebih mahal dibanding memelihara pasar tradisional dan toko kelontong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H