Mohon tunggu...
Nino Histiraludin
Nino Histiraludin Mohon Tunggu... profesional -

Mencoba membagi gagasan. Baca juga di www.ninohistiraludin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Baju Seragam Kian Bebani Ortu Siswa?

26 Februari 2015   18:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:28 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir tahun ajaran memang masih 4 bulan lagi namun rupanya beberapa sekolah swasta sudah membuka lowongan. Bahkan diantaranya sudah tidak menerima siswa baru sebab mereka sudah membuka pendaftaran, melakukan seleksi hingga menerima siapa saja siswa untuk kelas 1.

Proses seleksi meski Kemdikdasmen menyatakan tidak memakai calistung, sekolah swasta jalan terus. Hmmm apakah sekolah negeri bakal membebaskan calistung? Koq saya agak ragu. Sebab guru-guru SD kelas 1 sudah lama tidak mengajari calistung dasar. Mereka banyak yang sudah tidak ingat kecuali guru-guru di desa, dipedalaman atau perbatasan.

Pemerintah menegaskan sekolah negeri tidak melakukan pungutan dengan dalih apapun pada orang tua siswa. Namun praktek ini sulit dihilangkan. Mungkin untuk pendaftaran sudah bisa tapi apakah benar soal seragam bahkan hingga kaos kaki tidak diwajibkan beli di sekolah? Beberapa sekolah favourite bahkan kaos kakinya harus seragam.

Membelinyapun harus di koperasi sekolah. Biasanya sekolah negeri berdalih mereka bebas membeli seragam dimanapun termasuk merah putih bagi SD. Faktanya sekarang tiap SD memiliki seragam sendiri-sendiri. Hal ini makin memberatkan orang tua siswa.

Seragam Senin-Selasa yakni merah putih, hari Rabu seragam Diknas setempat, Kamis seragam UPTD, Jum'at memakai seragam sekolah dan Sabtu memakai seragam pramuka. Itu belum ditambah untuk kaos olahraga. Bayangkan ada 6 seragam dan harganya pasti diatas pasaran. Wong kadang beli seragam merah putih dan pramuka tidak dikoperasi sekolah saja tidak diperbolehkan.

Alasannya bisa macam-macam. Mereka menjual sudah satu paketlah, warna merahnya tidak sama lah,  kualitas kain diluar tidak baguslah, permintaan dinas setempatlah, kesepakatan komite sekolah lah atau beragam alasan lain. Padahal soal seragam ini tidak ada kaitannya dengan prestasi siswa. Kenapa tidak seperti sekolah tahun 80-an?

Seragam itu ya cuma merah putih (Senin - Jum'at), Pramuka (Sabtu) plus kaos olahraga. Beli bisa dimanapun dengan kualitas apapun yang penting bisa sekolah dengan seragam. Karena sekolah dan guru tidak berkaitan dengan urusan pengadaan seragam. Tetapkan saja warna dan modelnya, pasrahkan pada orang tua untuk membeli dimanapun.

Dibandingkan dengan soal kurikulum, kualitas guru, pemerataan pendidikan isu seragam memang jauh lebih penting, Tetapi tidak ada salahnya bila soal seragam juga sekalian menjadi bahan penting. Sebab dengan minimnya jumlah seragam, pikiran orang tua lebih terfokus pada pengembangan kecerdasan anak dibandingkan urusan menutup hutang.

Pak Menteri Anis Baswedan, Tahun Ajaran baru memang masih 4 bulan lagi tapi nitip soal perlunya perhatian tentang seragam tidak salah tho pak?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun