Mohon tunggu...
suryaning bawono
suryaning bawono Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen di Universitas Jember, Jawa Timur

Dr. Suryaning Bawono adalah peneliti dan dosen ekonomi di Universitas Jember dan STIE Jaya Negara Tamansiswa, Malang. Ia juga menjabat sebagai Direktur Keuangan di PT. Frost Yunior, Banyuwangi. Dr. Bawono dikenal atas penelitiannya tentang kapital manusia dan pertumbuhan ekonomi, serta memiliki berbagai publikasi terkenal dan penghargaan sebagai peneliti terbaik. Penelitiannya aktif terindex di Scopus, WOS, Google Scholar, ORCID, dan SINTA.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelangi di Tengah Hujan

30 November 2024   04:28 Diperbarui: 30 November 2024   04:28 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hujan , Sumber : Pojokjakarta.com

"Tiap tetes hujan membawa kenangan, tiap pelangi membawa harapan. Dalam setiap badai, selalu ada sinar kebahagiaan yang menunggu."

Di sebuah desa kecil yang penuh kehangatan, hiduplah seorang gadis bernama Aira. Dia dikenal dengan senyum manisnya yang selalu menyapa setiap orang di desanya. Namun, di balik senyum itu, Aira menyimpan rasa kesepian yang mendalam sejak kepergian ibunya. Ibunya adalah seseorang yang sangat berarti bagi Aira. Mereka berdua memiliki ikatan yang begitu kuat, seperti dua helai daun yang tumbuh dari satu ranting.

Setiap sore, Aira duduk di tepi sungai kecil di desa itu. Sungai itu adalah tempat favoritnya karena di sanalah dia dan ibunya sering menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang impian-impian mereka. Suara gemericik air sungai dan hembusan angin sepoi-sepoi selalu membuatnya merasa tenang. Ia sering kali membayangkan ibunya duduk di sampingnya, tersenyum dan tertawa bersamanya.

Suatu hari, saat hujan turun dengan deras, Aira tetap duduk di sana, membiarkan air hujan membasahi dirinya. Langit yang kelabu seolah mencerminkan perasaannya yang sedang muram. Tapi bagi Aira, hujan bukan hanya tetes-tetes air dari langit, melainkan juga membawa kenangan tentang ibunya. Dia ingat, bagaimana ibunya selalu berkata bahwa hujan adalah cara alam membersihkan dirinya dan membawa kehidupan baru.

Tiba-tiba, di tengah hujan itu, muncul seorang pria tua dengan mantel tebal. Pria itu duduk di sebelah Aira tanpa berkata sepatah kata pun. Mereka hanya duduk bersama, mendengarkan suara hujan. Setelah beberapa saat, pria tua itu berbicara, "Kenapa kamu menangis, nak?"

Aira terkejut. Dia tidak menyadari bahwa air mata mengalir di pipinya. "Aku merindukan ibuku," jawab Aira dengan suara pelan.

Pria tua itu tersenyum lembut. "Hujan memang sering kali membawa kenangan, tapi juga membawa harapan. Lihatlah di sana," katanya sambil menunjuk ke arah langit.

Aira mengikuti arah tangan pria itu dan melihat pelangi yang indah membentang di langit. "Pelangi muncul setelah hujan," lanjut pria tua itu. "Seperti hidup, setelah kesedihan dan air mata, akan ada kebahagiaan dan harapan baru."

Sejak hari itu, Aira mulai melihat hidup dengan cara yang berbeda. Dia percaya bahwa setiap hujan yang turun membawa harapan baru. Dia tidak lagi hanya meratapi kepergian ibunya, tetapi juga mengenang saat-saat indah yang mereka habiskan bersama. Aira mulai menyadari bahwa kenangan itu tidak akan pernah hilang, dan akan selalu menjadi bagian dari dirinya.

Dengan semangat baru, Aira mulai terlibat lebih aktif dalam kegiatan di desa. Dia membantu mengajar anak-anak di sekolah desa, membantu para lansia, dan terlibat dalam berbagai kegiatan sosial. Semua orang di desa merasakan kehangatan dan kebaikan hati Aira. Mereka melihat bagaimana dia mampu mengubah kesedihan menjadi kekuatan yang luar biasa.

Namun, setiap kali hujan turun, Aira selalu menyempatkan diri untuk duduk di tepi sungai. Bagi Aira, hujan adalah momen di mana dia merasa paling dekat dengan ibunya. Suatu hari, saat hujan turun lagi, Aira melihat seorang anak kecil yang berdiri sendirian di tepi sungai, menangis. Anak itu tampak begitu sedih dan kesepian.

Aira mendekati anak kecil itu dan bertanya dengan lembut, "Apa yang membuatmu sedih, nak?"

Anak kecil itu menjawab, "Aku kehilangan boneka kesayanganku. Boneka itu jatuh ke sungai dan hanyut."

Aira tersenyum dan mengingat kata-kata pria tua yang pernah ditemuinya. "Jangan sedih, sayang. Seperti pelangi yang muncul setelah hujan, selalu ada harapan setelah kesedihan. Mungkin kita bisa mencari boneka itu bersama-sama?"

Mereka berdua mulai mencari boneka itu di sepanjang sungai, dan tidak lama kemudian, mereka menemukannya terjebak di antara batu-batu. Wajah anak itu bersinar dengan kegembiraan. "Terima kasih, Kak Aira!" katanya sambil memeluk bonekanya dengan erat.

Aira merasa bahagia melihat anak itu tersenyum. Dia menyadari bahwa dengan membantu orang lain, dia juga membantu dirinya sendiri untuk sembuh dari luka kehilangan. Setiap senyum yang dia lihat, setiap kebahagiaan yang dia bawa, membuat hatinya terasa lebih ringan.

Dengan semangat baru, Aira mulai menjalani hari-harinya dengan cara yang berbeda. Setiap pagi, dia bangun dengan rasa syukur dan tekad untuk membuat hari itu lebih baik dari sebelumnya. Dia menyadari bahwa hidup adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan kejutan, baik yang menyenangkan maupun yang penuh tantangan. Dan dia siap untuk menghadapi semuanya dengan senyuman.

Suatu hari, ketika hujan turun dengan deras, Aira memutuskan untuk berjalan di sekitar desa. Dia membawa payung besar berwarna-warni yang selalu mengingatkannya pada pelangi. Sambil berjalan, dia melihat keindahan alam di sekitarnya yang tampak lebih segar dan hidup setelah hujan. Pohon-pohon yang rimbun, bunga-bunga yang mekar, dan sungai yang mengalir deras memberikan rasa damai di hatinya.

Di perjalanan, Aira bertemu dengan seorang wanita tua yang sedang berusaha menjemur pakaian di bawah hujan. Wanita itu terlihat kesulitan karena angin yang kencang. Aira dengan cepat mendekati wanita itu dan menawarkan bantuan. Bersama-sama, mereka mengikat tali jemuran agar tidak terlepas oleh angin. Wanita itu sangat berterima kasih atas bantuan Aira dan mengundangnya masuk ke rumah untuk menikmati teh hangat.

Di dalam rumah yang sederhana namun hangat, mereka berbicara tentang banyak hal. Wanita tua itu bercerita tentang masa mudanya, tentang perjuangan dan kebahagiaan yang pernah dialaminya. Aira mendengarkan dengan penuh perhatian dan merasa terinspirasi oleh kisah-kisah wanita itu. Dari percakapan itu, Aira belajar bahwa setiap orang memiliki cerita dan pelajaran berharga yang bisa dibagikan. Dia merasa bahwa dengan mendengarkan dan memahami orang lain, dia bisa menemukan kebahagiaan dan makna hidup yang lebih dalam.

Hari-hari berlalu, dan musim terus berganti. Aira terus menjalani hidup dengan penuh semangat dan kebaikan. Dia terlibat dalam berbagai kegiatan di desa, membantu siapa saja yang membutuhkan. Kebaikan hati Aira menjadi inspirasi bagi banyak orang di desa itu. Mereka merasa tergerak untuk saling membantu dan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan penuh kasih sayang.

Suatu hari, ketika musim semi tiba, desa itu mengadakan festival bunga. Aira turut serta dalam persiapan festival, membantu menghias jalan-jalan dengan bunga-bunga berwarna-warni. Festival itu sangat meriah, penuh dengan tawa dan keceriaan. Di tengah-tengah keramaian, Aira melihat sekelompok anak kecil yang sedang bermain. Mereka tampak begitu bahagia dan bebas, mengingatkan Aira pada masa kecilnya yang penuh dengan kebahagiaan bersama ibunya.

Tiba-tiba, Aira merasa ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Di tengah kerumunan, dia melihat seorang pria tua dengan senyum lembut. Pria itu adalah orang yang pernah ditemuinya di tepi sungai saat hujan. Aira segera menghampiri pria itu dan mengucapkan terima kasih atas kata-kata bijaknya yang telah mengubah hidupnya. Pria tua itu tersenyum dan berkata, "Kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa berbagi dan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik."

Aira merasa kata-kata pria itu begitu dalam dan benar. Dia menyadari bahwa kebahagiaan tidak hanya datang dari apa yang kita terima, tetapi juga dari apa yang kita berikan. Dengan hati yang penuh rasa syukur, Aira bertekad untuk terus menyebarkan kebaikan dan kebahagiaan kepada semua orang di sekitarnya.

Pada malam hari setelah festival, langit desa itu cerah dengan bintang-bintang yang bersinar terang. Aira duduk di tepi sungai, menikmati keindahan malam. Dia memikirkan perjalanan hidupnya, dari masa kecil yang bahagia, kesedihan karena kehilangan ibunya, hingga menemukan kembali harapan dan kebahagiaan. Dia merasa bahwa setiap pengalaman, baik yang manis maupun yang pahit, telah membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana.

Ketika Aira menutup matanya dan mendengarkan suara gemericik air sungai, dia merasa ada ketenangan yang mendalam di dalam hatinya. Dia tahu bahwa hidup adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan pelajaran berharga. Dan dia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang dengan senyuman dan rasa syukur.

Ilustrasi gambar dari : Pojokjakarta.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun