Mohon tunggu...
suryaning bawono
suryaning bawono Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen di Universitas Jember, Jawa Timur

Dr. Suryaning Bawono adalah peneliti dan dosen ekonomi di Universitas Jember dan STIE Jaya Negara Tamansiswa, Malang. Ia juga menjabat sebagai Direktur Keuangan di PT. Frost Yunior, Banyuwangi. Dr. Bawono dikenal atas penelitiannya tentang kapital manusia dan pertumbuhan ekonomi, serta memiliki berbagai publikasi terkenal dan penghargaan sebagai peneliti terbaik. Penelitiannya aktif terindex di Scopus, WOS, Google Scholar, ORCID, dan SINTA.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Revolusi di Negeri Tiran: Ketika Rakyat Menggulingkan Kesewenang-wenangan

27 November 2024   17:18 Diperbarui: 27 November 2024   17:18 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Palu Keadilan , Sumber : Pojokjakarta.com

Persatuan dan keberanian untuk melawan ketidakadilan adalah cahaya yang menerangi jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Di sebuah negeri yang jauh, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Dia adalah seorang petani sederhana yang hidup dari hasil ladangnya. Kehidupan di negerinya tidaklah mudah. Penguasa negeri itu, Raja Dursasana, dikenal sebagai seorang yang zalim dan korup.

Setiap hari, Arif melihat ketidakadilan yang terjadi di sekitarnya. Para pejabat kerajaan sering kali memeras rakyat kecil, mengambil hasil panen mereka dengan alasan pajak yang tak masuk akal. Korupsi merajalela, dan hanya mereka yang dekat dengan Raja yang bisa hidup dengan layak.

Suatu hari, di malam yang sepi, Arif berbicara dengan sahabatnya, Budi.

"Budi, kita tidak bisa terus hidup seperti ini. Setiap tahun, panen kita diambil habis-habisan untuk pajak, sementara kita hampir tidak punya cukup makanan untuk keluarga kita," keluh Arif.

Budi mengangguk dengan wajah serius. "Aku tahu, Arif. Tapi apa yang bisa kita lakukan? Penguasa sangat kuat, dan tentaranya kejam."

"Kita harus melawan. Kita harus menunjukkan pada semua orang bahwa kita tidak takut," jawab Arif dengan semangat. "Aku punya ide. Kita kumpulkan semua petani dan bicarakan rencana kita. Kita bisa mengungkap semua kebobrokan ini."

Budi ragu-ragu sejenak, tapi akhirnya setuju. "Baiklah, Arif. Aku akan membantumu. Tapi kita harus sangat hati-hati."

Malam berikutnya, Arif dan Budi mengadakan pertemuan rahasia di hutan. Para petani berkumpul, mendengarkan rencana mereka dengan penuh perhatian. Arif berbicara dengan penuh keyakinan.

"Kita semua tahu penderitaan yang kita alami. Kita bekerja keras hanya untuk diambil hasilnya oleh para pejabat korup. Tapi, kita punya kekuatan jika kita bersatu," kata Arif, diikuti oleh seruan persetujuan dari kerumunan.

"Kita akan kumpulkan bukti-bukti korupsi dan ketidakadilan ini, dan kita akan tunjukkan kepada seluruh negeri. Mereka harus tahu betapa zalimnya penguasa kita," lanjut Arif.

Dengan semangat baru, para petani mulai bekerja sama. Mereka mengumpulkan bukti-bukti berupa dokumen dan kesaksian dari banyak orang yang telah menjadi korban ketidakadilan. Setelah beberapa minggu, mereka berhasil mengumpulkan cukup banyak bukti.

Arif dan Budi kemudian menemui seorang jurnalis yang dikenal berani, bernama Ratna. Mereka memberikan semua bukti yang mereka miliki kepadanya.

"Ratna, kami punya bukti yang cukup untuk mengungkap korupsi dan ketidakadilan ini. Kami butuh bantuanmu untuk menyebarkan informasi ini," kata Arif dengan penuh harap.

Ratna memeriksa dokumen-dokumen itu dengan cermat. "Ini sangat mengejutkan. Aku akan menulis artikel tentang ini dan menyebarkannya secepat mungkin," janji Ratna.

Beberapa hari kemudian, artikel Ratna diterbitkan dan menyebar dengan cepat. Rakyat mulai bangkit, menuntut perubahan dan keadilan. Di berbagai penjuru negeri, orang-orang mulai protes dan menuntut penguasa untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Raja Dursasana merasa terancam. Dia memerintahkan tentaranya untuk menekan pemberontakan dengan kekerasan. Namun, semangat rakyat yang sudah terbangun tidak mudah dipadamkan. Mereka terus berjuang, meski harus menghadapi berbagai rintangan.

Pada suatu malam, Arif dan Budi berbicara di tengah hutan. "Budi, kita harus terus maju. Kita tidak boleh menyerah sekarang," kata Arif dengan tekad yang kuat.

Budi mengangguk. "Aku tahu, Arif. Kita harus yakin bahwa perubahan akan datang. Kita sudah terlalu lama hidup dalam ketidakadilan."

Perjuangan rakyat terus berlanjut. Dengan bantuan beberapa pejabat yang masih memiliki hati nurani, mereka berhasil menggulingkan Raja Dursasana. Arif dan rakyatnya berhasil membangun kembali negeri mereka dengan prinsip keadilan dan kejujuran.

Suatu sore, Arif dan Ratna berbincang di bawah pohon besar. "Terima kasih, Ratna. Tanpamu, mungkin perjuangan kita tidak akan berhasil," kata Arif dengan tulus.

Ratna tersenyum. "Sebenarnya, ini semua karena keberanian kalian. Aku hanya membantu menyuarakan kebenaran yang selama ini tersembunyi."

Arif mengangguk. "Aku belajar satu hal penting dari semua ini. Kekuatan sejati terletak pada persatuan dan keberanian untuk melawan ketidakadilan."

Dengan semangat persatuan dan keadilan, negeri itu perlahan-lahan pulih, menjadi tempat yang lebih baik untuk semua orang. Arif dan rakyatnya menjalani kehidupan baru dengan harapan dan kebahagiaan, mengetahui bahwa mereka telah membuat perubahan yang berarti.

Di sebuah sudut desa, pembangunan mulai terlihat. Warga bahu-membahu memperbaiki rumah-rumah yang rusak, membersihkan jalanan, dan membangun sekolah untuk anak-anak. Semangat gotong-royong kembali menghangatkan suasana.

Sore itu, Arif berjalan menyusuri jalan desa bersama Ratna, melihat perubahan yang sudah mulai nampak. Mereka berhenti di depan sebuah sekolah yang baru saja selesai dibangun.

"Lihatlah, Ratna. Sekolah ini akan memberikan harapan baru bagi generasi muda kita," kata Arif sambil tersenyum bangga.

Ratna menatap bangunan sekolah dengan kagum. "Ini luar biasa, Arif. Anak-anak akan mendapatkan pendidikan yang layak. Mereka akan tumbuh menjadi generasi yang lebih bijaksana dan adil."

Di tengah perjalanan mereka, mereka bertemu dengan seorang guru, Pak Hasan, yang sedang mengajar anak-anak di halaman sekolah.

"Pak Hasan, terima kasih sudah menjadi bagian dari perubahan ini. Anda adalah pahlawan di mata anak-anak ini," kata Arif.

Pak Hasan tersenyum sambil mengangguk. "Tidak perlu berterima kasih, Arif. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Pendidikan adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik."

Malam harinya, warga desa mengadakan pertemuan di balai desa. Mereka berdiskusi tentang berbagai rencana untuk membangun desa lebih lanjut. Setiap warga diberi kesempatan untuk menyampaikan ide dan pendapatnya.

"Saya pikir kita perlu membangun pusat kesehatan agar semua orang bisa mendapatkan perawatan medis yang layak," usul seorang warga.

"Setuju. Kesehatan adalah hal yang penting. Selain itu, kita juga perlu memperbaiki irigasi agar pertanian kita lebih produktif," tambah warga lainnya.

Arif dan Ratna mendengarkan dengan seksama, memberikan dukungan dan dorongan kepada warga. Mereka merasa bangga melihat semangat gotong-royong yang kembali hidup.

Setelah pertemuan selesai, Arif dan Ratna berbincang di luar balai desa.

"Ratna, aku merasa sangat bahagia melihat desa kita kembali hidup. Semua orang bekerja sama untuk membangun masa depan yang lebih baik," kata Arif dengan mata berbinar.

Ratna mengangguk. "Ini adalah bukti bahwa persatuan dan kerja keras bisa mengubah segalanya. Aku yakin negeri ini akan terus berkembang menjadi tempat yang lebih baik."

Arif tersenyum. "Aku berharap begitu, Ratna. Kita harus terus menjaga semangat ini dan memastikan bahwa keadilan dan kejujuran selalu menjadi dasar dalam setiap langkah kita."

Hari-hari berlalu, dan desa itu terus berkembang. Pusat kesehatan dibangun, irigasi diperbaiki, dan banyak inisiatif baru yang diluncurkan untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Semangat persatuan dan kerja keras terus tumbuh, membawa perubahan positif di setiap sudut desa.

Suatu hari, Arif mengunjungi pusat kesehatan yang baru saja diresmikan. Dia berbicara dengan dokter yang bertugas di sana.

"Dokter, bagaimana perkembangan di pusat kesehatan ini?" tanya Arif.

Dokter tersenyum. "Sangat baik, Arif. Banyak warga yang datang untuk mendapatkan perawatan. Kami berusaha memberikan pelayanan terbaik agar semua orang sehat dan bahagia."

Arif merasa lega mendengar hal itu. "Terima kasih, Dokter. Kehadiran pusat kesehatan ini sangat berarti bagi warga."

Arif kemudian berjalan ke ladang, melihat para petani yang sedang bekerja dengan semangat. Mereka menyapanya dengan senyum dan ucapan terima kasih.

"Arif, terima kasih atas perjuanganmu. Kini, kami bisa bekerja tanpa rasa takut dan hasil panen kami bisa dinikmati oleh keluarga kami," kata seorang petani.

"Tidak perlu berterima kasih. Ini adalah hasil kerja keras kita semua. Kita harus terus bekerja sama untuk menjaga dan meningkatkan apa yang sudah kita capai," jawab Arif dengan rendah hati.

Pada malam hari, Arif dan Ratna berbincang di rumah Arif. Mereka membahas rencana jangka panjang untuk desa.

"Arif, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Ratna.

"Aku ingin memastikan bahwa desa ini terus berkembang. Kita perlu meningkatkan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Semua ini membutuhkan kerja keras dan dukungan dari semua pihak," jawab Arif.

Ratna mengangguk. "Aku akan terus mendukungmu, Arif. Bersama-sama, kita bisa mencapai banyak hal."

Mereka berdua kemudian duduk di teras rumah, menikmati keindahan malam. Bintang-bintang bersinar terang di langit, mengingatkan mereka akan harapan dan impian yang telah mereka wujudkan.

Dengan semangat persatuan dan keadilan, desa itu terus berkembang menjadi tempat yang lebih baik. Arif dan rakyatnya menjalani kehidupan baru dengan harapan dan kebahagiaan, mengetahui bahwa mereka telah membuat perubahan yang berarti. Mereka percaya bahwa selama ada persatuan dan keberanian untuk melawan ketidakadilan, masa depan akan selalu cerah.

Gambar diambil dari sumber : pojokjakarta.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun