Mohon tunggu...
suryaning bawono
suryaning bawono Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen di Universitas Jember, Jawa Timur

Dr. Suryaning Bawono adalah peneliti dan dosen ekonomi di Universitas Jember dan STIE Jaya Negara Tamansiswa, Malang. Ia juga menjabat sebagai Direktur Keuangan di PT. Frost Yunior, Banyuwangi. Dr. Bawono dikenal atas penelitiannya tentang kapital manusia dan pertumbuhan ekonomi, serta memiliki berbagai publikasi terkenal dan penghargaan sebagai peneliti terbaik. Penelitiannya aktif terindex di Scopus, WOS, Google Scholar, ORCID, dan SINTA.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Langit Kota Kita

26 November 2024   10:23 Diperbarui: 26 November 2024   11:33 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suara Anak-Anak Jalanan , Sumber : https://pojokjakarta.com

Di balik setiap ketidakadilan, ada harapan dan keberanian yang menanti untuk merubah dunia.

Arif adalah seorang anak muda yang tinggal di sebuah kota besar di Indonesia. Kota ini, meskipun megah dan penuh dengan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, menyimpan banyak cerita kelam yang tersembunyi di balik gemerlapnya. Arif tumbuh di sebuah kawasan kumuh di pinggiran kota, di mana rumah-rumah berdempetan, jalanan berlubang, dan bau menyengat dari selokan yang tersumbat menjadi pemandangan sehari-hari.

Sejak kecil, Arif sudah terbiasa dengan kehidupan yang serba kekurangan. Ayahnya, seorang buruh bangunan, bekerja dari pagi hingga malam untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sementara ibunya berjualan sayur di pasar. 

Meskipun kehidupan mereka penuh tantangan, Arif selalu diajarkan untuk bersyukur dan berusaha keras. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai melihat dan merasakan ketidakadilan yang begitu kental di lingkungannya.

Di kota besar ini, ketimpangan sosial sangat jelas terlihat. Di satu sisi, ada kawasan elit dengan rumah-rumah mewah, mobil-mobil mahal, dan taman-taman yang terawat. Di sisi lain, ada kawasan kumuh seperti tempat tinggal Arif, di mana orang-orang berjuang keras hanya untuk mendapatkan makanan sehari-hari. 

Ketidakadilan ini membuat Arif merasa marah dan frustrasi, terutama ketika melihat bagaimana orang-orang di lingkungannya diperlakukan dengan tidak adil hanya karena status sosial mereka.

Kehidupan Sehari-hari

Setiap hari, Arif harus bangun pagi-pagi sekali untuk membantu ibunya membawa barang dagangan ke pasar. Setelah itu, ia bergegas ke sekolah, berjalan kaki sejauh beberapa kilometer karena tidak ada angkutan umum yang memadai di daerahnya. Di sekolah, ia sering merasa iri melihat teman-temannya yang berasal dari keluarga kaya. Mereka memiliki buku-buku baru, pakaian yang bagus, dan tidak perlu khawatir tentang apakah mereka akan makan malam atau tidak.

Meski begitu, Arif tidak pernah patah semangat. Ia selalu berusaha untuk belajar dengan giat dan membantu teman-temannya yang mengalami kesulitan. Namun, ia tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan pahit yang ia saksikan setiap hari. Salah satu temannya, Budi, harus bekerja sebagai pemulung setelah sekolah untuk membantu keluarganya. Seringkali, Budi tidak bisa mengerjakan PR karena kelelahan atau harus menjaga adik-adiknya.

Ketidakadilan sosial ini juga terlihat dalam sistem pendidikan. Sekolah tempat Arif belajar kekurangan fasilitas dan guru. Sementara itu, sekolah-sekolah di kawasan elit memiliki segala fasilitas yang dibutuhkan untuk proses belajar mengajar yang optimal. Arif merasa kesal melihat betapa besar perbedaan kualitas pendidikan antara dirinya dan teman-temannya dengan anak-anak dari keluarga kaya.

Selain itu, akses terhadap pelayanan kesehatan juga menjadi masalah besar. Ketika ayah Arif jatuh sakit dan membutuhkan perawatan, mereka harus menunggu berjam-jam di puskesmas yang penuh sesak dengan pasien lain. Dokter dan perawat kewalahan, dan seringkali mereka tidak memiliki cukup obat atau alat medis. 

Sebaliknya, orang-orang kaya bisa mendapatkan perawatan dengan cepat dan mudah di rumah sakit swasta yang dilengkapi dengan segala fasilitas modern.

Setiap kali ada masalah di lingkungannya, seperti pemadaman listrik yang sering terjadi atau banjir yang melanda saat hujan deras, Arif merasa bahwa pemerintah tidak peduli dengan nasib mereka. Bantuan selalu datang terlambat, jika datang sama sekali. Hal ini semakin menambah rasa ketidakpuasan dan kekecewaannya terhadap sistem yang ada.

Arif tidak sendiri dalam perasaannya. Banyak orang di lingkungannya merasakan hal yang sama, tetapi mereka tidak tahu harus berbuat apa. Mereka merasa tidak berdaya melawan ketidakadilan yang begitu sistematis dan mendalam. Namun, bagi Arif, ketidakadilan ini menjadi pemicu semangatnya untuk belajar lebih giat dan berharap suatu hari nanti bisa membawa perubahan.

Meski hidup dalam kondisi yang sulit, Arif selalu mencoba melihat sisi positif dan mencari peluang untuk belajar dan berkembang. Ia sering mengikuti kegiatan di pusat komunitas setempat yang diadakan oleh beberapa relawan. 

Di sana, ia belajar banyak hal, mulai dari keterampilan dasar hingga wawasan tentang hak-hak asasi manusia. Semua itu menambah tekad Arif untuk terus berjuang demi masa depan yang lebih baik bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya.

Dalam hati kecilnya, Arif berjanji bahwa suatu hari nanti, ia akan melakukan sesuatu untuk mengubah nasib lingkungannya. Ia ingin menjadi suara bagi mereka yang tidak bisa bersuara, dan berjuang untuk keadilan yang selama ini dirampas dari mereka. Dengan semangat dan tekad yang kuat, Arif memulai perjalanannya, penuh harapan dan impian untuk masa depan yang lebih baik.

Perjuangan untuk Perubahan

Saat Arif semakin dewasa, kepekaannya terhadap ketidakadilan sosial di lingkungannya pun semakin tajam. Dalam perjalanan hidupnya, ia bertemu dengan berbagai tokoh yang memiliki cerita dan perjuangan serupa. 

Salah satunya adalah Lina, teman sekelasnya yang harus bekerja sambilan sebagai pelayan warung untuk membantu biaya sekolah dan kebutuhan keluarganya. Lina sering bercerita kepada Arif tentang betapa sulitnya membagi waktu antara belajar dan bekerja, serta harapannya untuk bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Arif juga bertemu dengan Budi, yang bekerja sebagai pemulung setelah pulang sekolah. Budi memiliki impian besar untuk menjadi seorang insinyur, namun keterbatasan ekonomi seringkali menjadi penghalang bagi cita-citanya. Melihat semangat dan tekad Budi, Arif merasa terinspirasi dan semakin yakin bahwa mereka harus melakukan sesuatu untuk membawa perubahan.

Dengan tekad yang kuat, Arif dan teman-temannya mulai mengorganisir berbagai kegiatan sosial di lingkungannya. Mereka membentuk kelompok belajar bagi anak-anak yang kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. Setiap sore, Arif dan Lina mengajar anak-anak di sebuah lapangan kosong di dekat rumah mereka. Selain itu, mereka juga menggalang dana untuk membeli buku dan alat tulis bagi anak-anak yang kurang mampu.

Tidak hanya itu, mereka juga bergabung dengan sebuah kelompok advokasi yang memperjuangkan hak-hak warga miskin di kota mereka. Di kelompok ini, Arif bertemu dengan orang-orang yang memiliki semangat dan visi yang sama. Mereka sering mengadakan diskusi dan seminar tentang ketidakadilan sosial, serta mencari cara untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Arif merasa mendapatkan keluarga baru yang selalu mendukung dan menyemangati perjuangannya.

Rintangan dan Konflik

Perjuangan Arif dan teman-temannya tentu tidak selalu mulus. Mereka menghadapi berbagai rintangan dan tekanan dari berbagai pihak. Salah satu rintangan terbesar datang dari pihak berwenang yang merasa terancam dengan aktivitas mereka. 

Beberapa kali, kegiatan sosial yang mereka adakan dibubarkan oleh aparat dengan alasan mengganggu ketertiban umum. Arif dan teman-temannya sering diintimidasi dan diancam agar berhenti melakukan kegiatan tersebut.

Tekanan juga datang dari sebagian masyarakat yang merasa pesimis dan tidak percaya bahwa usaha mereka bisa membawa perubahan. Beberapa orang tua melarang anak-anak mereka ikut dalam kegiatan yang diadakan oleh Arif dan teman-temannya karena takut akan konsekuensinya. Kondisi ini sering membuat Arif merasa putus asa dan ragu apakah perjuangannya akan berhasil.

Selain rintangan eksternal, Arif juga menghadapi konflik internal yang tidak kalah berat. Ia sering merasa tertekan antara harapannya untuk membawa perubahan dan realitas yang sulit dihadapi. 

Setiap kali kegiatan mereka dibubarkan atau ada ancaman dari pihak berwenang, Arif merasa bersalah karena melibatkan teman-temannya dalam bahaya. Ia juga khawatir tentang masa depannya sendiri, apakah ia bisa terus melanjutkan pendidikan dan meraih cita-citanya di tengah berbagai tekanan ini.

Namun, setiap kali Arif merasa putus asa, teman-temannya selalu ada untuk memberikan semangat dan dukungan. Lina sering mengingatkan Arif tentang tujuan awal mereka dan betapa banyak orang yang bergantung pada perjuangan mereka. 

Budi, dengan semangatnya yang pantang menyerah, selalu menjadi sumber inspirasi bagi Arif. Bersama-sama, mereka saling menguatkan dan berjanji untuk tidak menyerah meskipun rintangan yang dihadapi sangat besar.

Perjalanan panjang ini mengajarkan Arif banyak hal. Ia belajar tentang arti solidaritas, keberanian, dan pengorbanan. Ia menyadari bahwa perubahan tidak bisa terjadi dalam semalam dan memerlukan usaha yang konsisten. 

Meskipun penuh dengan tantangan, Arif tetap berpegang pada harapannya bahwa suatu hari nanti, ketidakadilan yang mereka hadapi akan berkurang dan kehidupan di lingkungannya akan menjadi lebih baik.

Dengan tekad yang semakin kuat, Arif dan teman-temannya terus melangkah maju. Mereka tidak hanya berjuang untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk generasi berikutnya yang layak mendapatkan kehidupan yang lebih adil dan sejahtera. Perjuangan ini menjadi bagian penting dari identitas mereka, sebuah perjalanan yang membentuk karakter dan prinsip hidup mereka.

Dalam hati kecilnya, Arif tetap menyimpan harapan bahwa perubahan yang mereka perjuangkan akan terwujud. Ia percaya bahwa selama ada semangat dan solidaritas, mereka akan mampu mengatasi segala rintangan dan mencapai tujuan mereka. Perjuangan ini bukan hanya tentang melawan ketidakadilan, tetapi juga tentang menemukan keberanian untuk bermimpi dan mewujudkan impian tersebut, tidak peduli seberapa sulit jalannya.

Perjuangan untuk Perubahan

Saat Arif semakin dewasa, kepekaannya terhadap ketidakadilan sosial di lingkungannya pun semakin tajam. Dalam perjalanan hidupnya, ia bertemu dengan berbagai tokoh yang memiliki cerita dan perjuangan serupa. 

Salah satunya adalah Lina, teman sekelasnya yang harus bekerja sambilan sebagai pelayan warung untuk membantu biaya sekolah dan kebutuhan keluarganya. Lina sering bercerita kepada Arif tentang betapa sulitnya membagi waktu antara belajar dan bekerja, serta harapannya untuk bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Arif juga bertemu dengan Budi, yang bekerja sebagai pemulung setelah pulang sekolah. Budi memiliki impian besar untuk menjadi seorang insinyur, namun keterbatasan ekonomi seringkali menjadi penghalang bagi cita-citanya. Melihat semangat dan tekad Budi, Arif merasa terinspirasi dan semakin yakin bahwa mereka harus melakukan sesuatu untuk membawa perubahan.

Dengan tekad yang kuat, Arif dan teman-temannya mulai mengorganisir berbagai kegiatan sosial di lingkungannya. Mereka membentuk kelompok belajar bagi anak-anak yang kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. Setiap sore, Arif dan Lina mengajar anak-anak di sebuah lapangan kosong di dekat rumah mereka. Selain itu, mereka juga menggalang dana untuk membeli buku dan alat tulis bagi anak-anak yang kurang mampu.

Tidak hanya itu, mereka juga bergabung dengan sebuah kelompok advokasi yang memperjuangkan hak-hak warga miskin di kota mereka. Di kelompok ini, Arif bertemu dengan orang-orang yang memiliki semangat dan visi yang sama. 

Mereka sering mengadakan diskusi dan seminar tentang ketidakadilan sosial, serta mencari cara untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Arif merasa mendapatkan keluarga baru yang selalu mendukung dan menyemangati perjuangannya.

Rintangan dan Konflik

Perjuangan Arif dan teman-temannya tentu tidak selalu mulus. Mereka menghadapi berbagai rintangan dan tekanan dari berbagai pihak. Salah satu rintangan terbesar datang dari pihak berwenang yang merasa terancam dengan aktivitas mereka. 

Beberapa kali, kegiatan sosial yang mereka adakan dibubarkan oleh aparat dengan alasan mengganggu ketertiban umum. Arif dan teman-temannya sering diintimidasi dan diancam agar berhenti melakukan kegiatan tersebut.

Tekanan juga datang dari sebagian masyarakat yang merasa pesimis dan tidak percaya bahwa usaha mereka bisa membawa perubahan. Beberapa orang tua melarang anak-anak mereka ikut dalam kegiatan yang diadakan oleh Arif dan teman-temannya karena takut akan konsekuensinya. Kondisi ini sering membuat Arif merasa putus asa dan ragu apakah perjuangannya akan berhasil.

Selain rintangan eksternal, Arif juga menghadapi konflik internal yang tidak kalah berat. Ia sering merasa tertekan antara harapannya untuk membawa perubahan dan realitas yang sulit dihadapi. 

Setiap kali kegiatan mereka dibubarkan atau ada ancaman dari pihak berwenang, Arif merasa bersalah karena melibatkan teman-temannya dalam bahaya. Ia juga khawatir tentang masa depannya sendiri, apakah ia bisa terus melanjutkan pendidikan dan meraih cita-citanya di tengah berbagai tekanan ini.

Namun, setiap kali Arif merasa putus asa, teman-temannya selalu ada untuk memberikan semangat dan dukungan. Lina sering mengingatkan Arif tentang tujuan awal mereka dan betapa banyak orang yang bergantung pada perjuangan mereka. 

Budi, dengan semangatnya yang pantang menyerah, selalu menjadi sumber inspirasi bagi Arif. Bersama-sama, mereka saling menguatkan dan berjanji untuk tidak menyerah meskipun rintangan yang dihadapi sangat besar.

Perjalanan panjang ini mengajarkan Arif banyak hal. Ia belajar tentang arti solidaritas, keberanian, dan pengorbanan. Ia menyadari bahwa perubahan tidak bisa terjadi dalam semalam dan memerlukan usaha yang konsisten. Meskipun penuh dengan tantangan, Arif tetap berpegang pada harapannya bahwa suatu hari nanti, ketidakadilan yang mereka hadapi akan berkurang dan kehidupan di lingkungannya akan menjadi lebih baik.

Dengan tekad yang semakin kuat, Arif dan teman-temannya terus melangkah maju. Mereka tidak hanya berjuang untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk generasi berikutnya yang layak mendapatkan kehidupan yang lebih adil dan sejahtera. Perjuangan ini menjadi bagian penting dari identitas mereka, sebuah perjalanan yang membentuk karakter dan prinsip hidup mereka.

Dalam hati kecilnya, Arif tetap menyimpan harapan bahwa perubahan yang mereka perjuangkan akan terwujud. Ia percaya bahwa selama ada semangat dan solidaritas, mereka akan mampu mengatasi segala rintangan dan mencapai tujuan mereka. Perjuangan ini bukan hanya tentang melawan ketidakadilan, tetapi juga tentang menemukan keberanian untuk bermimpi dan mewujudkan impian tersebut, tidak peduli seberapa sulit jalannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun