Mohon tunggu...
Arsenio Wicaksono
Arsenio Wicaksono Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Lahir di Semarang pada tanggal 25 Maret 1998. Pria bertubuh setinggi Sutan Syahrir ini mengambil fokus studi Akuntansi di Universitas Diponegoro. Memiliki ketertarikan pada dunia ekonomi, sains, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setya Novanto, Buah Senyum Behel Nazaruddin

19 Juli 2017   14:29 Diperbarui: 20 Juli 2017   12:52 2582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: kompas.co.id

Setya Novanto (akhirnya) tertangkap. Kira-kira begitulah bahasa redaksional yang digunakan oleh kantor produksi berita salah satu media televisi yang notabene milik kader anggota partainya sendiri. Entah dengan motif apapun itu, semuanya tentu menjurus menjadi suatu konspirasi yang dapat mengubah konstelasi perpolitikan negeri kita. Namun terlalu panjang lebar dan melelahkan apabila kita bahas di sini, saya akan membahas mengenai senyum behel ala Nazaruddin yang manis untuk menjadi momok para koruptor dalam setiap mimpinya, khususnya mereka yang disebut-sebut dalam kasus korupsi e-KTP.

Tanggal 17 Juli menjadi momen penetapan status tersangka Setya Novanto dalam kasus E-KTP. Tanggal ini dapat dibilang menjadi tanggal yang seru, karena selain Setya, Hary Tanoe juga secara sah menjadi tersangka atas kasus terornya. Namun pemberitaan Hary yang ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu langsung surut dari pemberitaan status tersangka Setya. Maklum, Setya memang terkenal seperti belut untuk disentuh apalagi dipegang, licin.

Penetapan status tersangka ketua DPR ini tentu mengejutkan, Setya berhasil mencetak rekor sebagai ketua DPR pertama yang menjadi tersangka dalam sejarah parlemen Indonesia. Sudah ditetapkan sebagai tersangka pun tak membuat Setya ingin menanggalkan jabatannya, Setya sama sekali tidak mengindikasikan untuk mundur dari kursi jabatannya, meskipun lulusan sastra Rusia yang selama ini menjadi wakilnya di parlemen mengaku siap untuk 'menikung' jabatan Setya.

Syaraf otak saya sontak mengingatkan saya pada senyum berbehel Nazaruddin sesuai sidang di Pengadilan Tipikor pada bulan April lalu. Bukan mengenai behelnya yang baru ia kenakan saat itu, tapi mantan bendahara umum partai biru segitiga ini memang terkenal dengan kicauannya yang secara sakti menjaring sejumlah nama pejabat besar, kali ini ia kembali membuktikan kesaktiannya melalui sebuah senyum

Pria yang saat ini mendekam di lapas Sukamiskin ini pun berani kembali membuktikan kesaktian atas kesaksiannya pada 3 April lalu dengan mengucapkan, "Semua yang saya sampaikan adalah benar dan saya sudah menyampaikan hal ini, dan tidak pernah berubah. Kalau ada yang bilang tidak menerima, menurut saya, dia segera tobat," ujarnya.

Nazaruddin pun menegaskan, bukan hanya e-KTP, dulu dia pernah mengungkap sejumlah nama dalam proyek Hambalang dan Wisma Atlet. "Dulu dibilang itu bohong, kan sudah terbukti semua. E-KTP juga gitu, tapi kan sudah terungkap semua," kata Nazar.

Memang, pria yang merupakan tahanan akibat kasus korupsi pencucian uang wisma atlet Sea Games, Palembang ini sudah berulang kali menjebloskan sejumlah nama besar pejabat di era Cikeas berkuasa. Bahkan ia tak segan-segan untuk menjebloskan mantan ketua umum partainya sendiri, Anas Urbaningrum. Dan inilah yang menjadi kunci penahanan status tersangka Setya Novanto setelah sebelumnya Anas, Irman, dan Andi Narogong disebut-sebut dan dapat dijebloskan ke jeruji besi.

Bagi saya, inilah hal yang dapat saya apresiasi dari sikapnya adalah sikap kooperatifnya terhadap pemerintah untuk membongkar sejumlah kasus kejahatan tindak korupsi. Meski pada awalnya ia sempat kabur ke bumi Amerika Selatan untuk 'mengamankan' diri, tapi pada akhirnya ia mempunyai misi yang sama dengan rakyat Indonesia untuk membongkar segala tindak korupsi tanpa pandang bulu.

Apabila kita berada dalam posisi Anas Urbaningrum yang merupakan mantan kolega Nazaruddin sebelumnya, kita pasti mengatakan bahwa Nazar ini adalah seorang yang dapat kita umpat menggunakan berbagai nama hewan hingga umpatan gaul masa kini. Kekesalan Anas pun terbukti memuncak, terlihat saat ia sempat melaporkan Nazar ke Bareskrim Polri pada tahun 2011 atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Tapi meskipun Anas hingga bersumpah bila dia terbukti korupsi untuk digantung di Monas, alhamdulillahnya tidak jadi, dan ternyata tidak digantung meskipun terbukti ia sebagai seorang koruptor, anggap saja saat  itu Anas sedang khilaf. Maklum, namanya juga manusia. Anas pun manusia, bukan?

Layaknya sikap Nazar ini perlu dicontoh oleh om Setya untuk segera ikut membongkar kasus korupsi megaproyek ini. Sehingga memang jelas, koruptor pantas untuk diberi hukuman atas tindak kejahatannya yang kadang disebut melebihi dari kejamnya tindakan terorisme. Belajar dari Nazar pula, kesempatan tobat masih terbuka luas, maka om Setya pun seharusnya belajar untuk tobat seperti yang Nazar lakukan.

Sikap Nazar ini juga mengingatkan saya pada sebuah film berjudul Catch Me If You Can yang ditokoh utamai oleh Leonardo DiCaprio. Leo memerankan Frank Abagnale yang merupakan terpidana pemalsu cek bank pada akhirnya mau untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk menanggulangi segala kejahatan, dalam hal ini pemalsuan cek.

Hingga kita belajar dari Nazar dan Frank yang sama-sama melakukan tindak kejahatan. Sejahat apapun tindakan, pasti ada langkah untuk bertobat. Bagaimana pun caranya itu, tentunya ini adalah sebagai langkah penitensi yang harus diambil apabila ingin menjadi manusia yang lebih baik. Untuk om Setya, belajarlah dari mereka. Anda pasti mengetahui tindakan anda buruk, tentunya ini menjadi lubang ganjaran untuk anda, namun ingat, masih ada jalan untuk tobat dari semua yang telah dilakukan. Setelah tobat, tentunya untuk tidak kembali melakukan tindakanmu itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun