Mohon tunggu...
Hendry Rahardjo
Hendry Rahardjo Mohon Tunggu... -

Hanyalah manusia biasa.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mindset Hukum di Indonesia

3 Maret 2014   02:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Teman-teman apa masih ingat kasus Panti Asuhan Samuel yang baru terjadi sekitar satu atau dua minggu yang lalu? Di kasus tersebut Komnas perlindungan anak terlihat sangat aktif dan tanggap. Mereka langsung datang dan mengevakuasi anak-anak untuk diberi tempat baru yang layak, dan bertujuan untuk menghindarkan mereka dari tudingan penganiayaan yang dilakukan oleh sang pemilik panti. Apakah pemilik panti terbukti bersalah atau tidak? Mungkin ini yang ada dalam benak pikiran kita, tetapi alangkah lebih baiknya apabila kita dapat melihat kejadian ini dengan pandangan yang lebih luas, atau dengan kata lain, melihat keluar bukan kedalam.

Manusia memang tidak terlepas dari yang namanya kejahatan. Setiap orang di dunia ini pasti pernah melakukan kejahatan, baik dalam skala yang sangat kecil ataupun skala yang sangat besar (national/global). Masa sih ada manusia yang benar-benar suci? Kejahatan dalam konteks ini adalah tindakan pelanggaran hukum.  Pasti pernah kan melakukannya? Contoh paling simpelnya adalah membuang sampah tidak pada tempatnya. Tentu saja, untuk meredam kejahatan-kejahatan tersebut maka dibentuklah hukum. Hukum di Indonesia memang sudah terbentuk dengan baik, tetapi itu akan lebih baik jika hukum kita "direfine" untuk mejadi lebih baik lagi.

Mari kita kembali membicarakan kasus panti ashuan Samuel. Menurut saya, kasus ini sangat menarik untuk dibahas. Di satu sisi, media memberitakan bahwa panti ashuan Samuel mungkin melakukan penganiyayaan terhadap anak-anaknya. Terlebih lagi, panti ashuan ini juga dikatakan tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal. Saya memang tidak tahu persis seperti apa kondisi panti tersebut atau standar kelayakan tempat tinggal di Indonesia, tetapi faktanya adalah masih banyak tempat tinggal yang tidak layak di Indonesia. Saya mengambil salah satu potret pemukiman kumuh di Indonesia:

1393748587297956343
1393748587297956343

Apakah seperti ini layak untuk dijadikan tempat tinggal? Apakah hanya panti asuhan Samuel yang perlu kita soroti? Dan yang paling penting, apakah Komnas perlindungan anak dapat memberikan tempat tinggal yang layak ke mereka-mereka yang tinggal di permukiman kumuh?

Bukan ini saja tetapi yang membuat saya bingung adalah hukuman mati untuk para penyelundup drugs/narkoba. Memang sih efek dari narkoba itu sangat mengerikan dan bisa menghancurkan generasi muda kita, tetapi efek dan implikasinya ke rakyat tidaklah terlalu besar jika kita bandingkan dengan korupsi. Anggap saja seorang pengedar ganja memiliki 1000  pembeli tetap. Tentu saja yang dirugikan adalah 1000 orang tersebut dan itu akan dirasakan secara langsung. Tapi, bagaimana dengan korupsi? Efeknya memang tidak dirasakan secara langsung, tapi berapa juta rakyat Indonesia yang sudah "dibunuh" oleh korupsi? Pembangunan negara jadi lambat, subsidi berkurang, bantuan sosial juga berkurang. Lho tapi kok hukumannya lebih ringan dari penyelundup narkoba? Aneh kan? Padahal efek dari korupsi jauh lebih menyengsarakan rakyat daripada seorang pengedar narkoba.

Bagimana menurut kawan-kawan kompasiana? Apakah pantas untuk seorang pengedar narkoba dihukum lebih parah daripada para koruptor?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun