Mohon tunggu...
Nining Iskandar
Nining Iskandar Mohon Tunggu... Penulis - wirausaha

penulis dan konten kreator

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sosialisasi Kurikulum Merdeka

16 September 2024   06:58 Diperbarui: 16 September 2024   07:02 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar Tribunnews

2. Kelompok Non Akademis, yang selama ini tersingkir oleh nilai menjadi sebuah kecerdasan atau keprofesionalan yang terabaikan,               karena tidak terdeteksi dalam sebuah angka yang indah dipandang mata seperti kelompok Akademis.

Jika kita melihat bagan di atas, menurut saya status masyarakat yang memiliki life skill terverifikasi terabaikan, sementara kelompok akademis pun terverifikasi oleh angka. 

Saya yakin pembaca,  pasti mendengar atau bahkan mengucapkan kalimat "nilai ulangannya berapa?", "rangking berapa?"

Tanpa kita sadari kita sudah mengkotak kotakkan atau membuat kelompok untuk populasi di sekitar kita. Bahkan dalam keluarga kita sendiri, kita kotak-kotakkan dengan nilai. Si kakak terverifikasi oleh rangking dan nilai, si adik terverifikasi oleh prestasi yang berbeda.

Nah, dalam Program Pendidikan yang kita jalani saat ini yaitu Kurikulum Merdeka, mengadopsi program yang selama ini sudah berjalan di sekolah lanjutan seperti SMEA atau STM. 

Dalam kumer ini, siswa diharapkan dapat memilih pelajaran, tetapi persoalan yang dihadapi oleh Kurikulum  Merdeka  tersebut adalah, siswa, tidak diberi pilihan untuk mengambil atau mempelajari secara bebas seperti tujuan dari adopsian yang diprogramkan.  JIka, Kemendikbudristek mengadopsi kinerja untuk program atau kurikulum ini, saya rasa harus lebih intens lagi pelaksanaannya. kurangnya persiapan dalam menjalankan kurikulum tentunya akan mengakibatkan sebuah kebingungan yang fatal bagi dunia pendidikan Indonesia.

JIka Kurikulum Merdeka mengambil metode atau cara pembelajaran dengan menggunakan sistim ini, harus mempersiapkan matang-matang agar terjadi progres yang signifikan di 5 tahun ke depan. Dan untuk perkembangan yang bisa dilihat, harus ada pengganti yang mampu menggebrak kurikulum tersebut dengan kinerja yang baik. Penggunaan dana pendidikan mungkin dapat disisihkan sebagian kecil untuk mensosialisasikan apa dan bagaimana Kurikulum Merdekan selain untuk pembangunan infratruksturnya berupa perbaikan gedung-gedung sekolah ataupun gaji tenaga pendidik. Karena menurut saya, yang menjadi titik utama dari Kurikulum Merdeka adalah siswa sekolah yang menjadi cikal bakal sumber daya manusia yang akan diperhitungkan di dunia kerja.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun