Mohon tunggu...
Nining Iskandar
Nining Iskandar Mohon Tunggu... Penulis - wirausaha

penulis dan konten kreator

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sosialisasi Kurikulum Merdeka

16 September 2024   06:58 Diperbarui: 16 September 2024   07:02 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar Tribunnews

Mengulik kembali mengenai Kurikulum Merdeka yang baru berusia 2 tahun, apakah cukup bagi siapapun untuk mengetahui seluk beluk mengenai kinerja dari program yang terdapat di dalam sistim pendidikan di Indonesia tersebut? Saya rasa tidak. Kelahirannya yang secara tiba-tuba tanpa sebuah sosialisasi yang menggemparkan, telah membuat "gempar " dunia pendidikan kita. Indonesia yang terbiasa dengan nilai sebagai acuan kepintaran dan kecerdasan siswa sekolah, secara tiba-tiba harus menghadapi sebuah kelahiran baru dari program pendidikan yang telah lama menjadi tolok ukur. 

Kelahirannya membuat shock para pendidik, pengamat pendidikan serta orang tua bahkan siswa dengan metode pembelajaran yang bertolak belakang dengan metode sebelumnya. Sementara, kalau kita mau menengok atau sedikit menggeser pandangan ke sekolah seperti SMEA atau STM, mereka sudah menjalankan program tersebut, meskipun namanya bukan Kurikulum Merdeka. 

Perubahan paradigma mengenai sistim pendidikan, metode pendidikan bahkan kurikulum pendidikan, rasanya perlu benar-benar kita kulik. Menurut saya, antara sistim pendidikan dengan kurikulum pendidikan yang saat ini menjadi polemik di dunia pendidikan Indonesia, memiliki arti dan kinerja yang berbeda. 

Sistim pendidikan merupakan sebuah sistim atau rangkaian untuk membuat sebuah program pendidikan itu berjalan dengan baik. Sementara, kurikulum merupakan program pendidikan yang disusun untuk menunjang isi dari kinerja sebuah sistim pendidikannya. Sedangkan metode pendidikan adalah cara atau bagaimana sebuah sistim dan program dapat bekerja dalam sebuah institusi yaitu sekolah untuk bersama-sama berjalan dengan sinergi yang positif bagi siswa, tenaga pendidik juga institusi atau lembaga sekolah untuk kemajuan sebuah bangsa.

Disinilah yang namanya sosialisasi diperlukan. penyebran informasi dibutuhkan masyarakat tidak sekedar melalui video yang disebarkan melalui chanel-chanelmedia sosial saja, tetapi dari Kementerian Pendidikan sendiri yang katanya memiliki tim tambahan yaitu tim bayangan, juga seharusnya membuat program-program tentang sosialisasi Kurikulum Merdeka kepada semua masyarakat. 

Keterlibatan pihak sekolah mungkin memiliki prosentase 30-40% sementara untuk sosialisasi terbesar berada di tangan Kementerian Pendidikan. Dimana, setiap wilayah propinsi memiliki perwakilan yang seharusnya terlibat dalam sosialisai tersebut, mengapa? karena Kurikulum Merdeka ini mempunyai visi yang berbeda dengan Kurikulum Tigabelas yang digunakan sebelumnya. 

Pemahaman mengenai visi misi dari Kurikulum Merdeka juga saya merasa kurang ter-upload dengan baik sosialisasinya. Hanya kalangan tertentu yang bisa memahami bahasa-bahasa yang digunakan oleh Kementerian, sementara yang sekolah bukan hanya kalangan khusus, tetapi semua kalangan.

Penggantian dengan cara menggeser nilai menjadi bukan sebuah prioritas, belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat yang selama ini mengandalkan kecerdasan melalui angka. Artinya, keahlian dari siswa di dasari pada ketekunan dan bakat, menjadi tidak terlihat dan lebih disepelekan daripada sebuah nilai yang menonjol. 

Jika kita buat bagan, menurut saya kecerdasan seseorang itu terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Kelompok Akademis, yang kepintarannya terdeteksi dengan nilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun