Stabilitas negara adalah sebuah impian dan cita-cita dari setiap bangsa di dunia, termasuk di Indonesia. Untuk itu sinergitas dari seluruh komponen bangsa mutlak diperlukan untuk dapat menghadirkan stabilitas tersebut.
Dalam konteks keindonesiaan, sinergitas antara ulama dan pemerintah lebih khusus Polri harus terus dijaga dan dimaksimalkan, sebab sejak awal Indonesia berdiri peran para ulama tidak bisa dianggap sebelah mata, sebut saja diantara ulama yang sempat direkam sejarah republik ini adalah KH. Agus Salim, KH. Hasyim Asy'r, KH. Ahmad Dahlan, M. Natsir, KH. Wachid Hasyim dan lain sebagainya. Semua ulama tersebut  telah memiliki andil yang begitu besar terhadap berdirinya NKRI dan turut merumuskan konstitusi di awal republik ini berdiri.
Oleh karena itu, stabilitas nasional disamping sebagai sebuah impian dan cita-cita kita sebagai sebuah bangsa, lebih dari itu stabilitas nasional adalah kebutuhan dari bangsa Indonesia. Untuk itu, karena ini adalah kebutuhan mendasar bagi bangsa Indonesia, maka sudah seharusnya seluruh anak bangsa bahu-membahu untuk dapat menjaga dan mewujudkan hal tersebut.
Sebab, sebagaimana kita ketahui bersama tanpa adanya stabilitas nasional, maka siklus kehidupan suatu bangsa pasti tidak akan berjalan dengan baik, karena huru-hara dan kekacauan di mana-mana, sehingga perekonomian akan terganggu dan para investor akan enggan untuk berinvestasi di dalam negeri, jika situasi nasional tidak aman.
Untuk itu menyadari akan pentingnya hal ini, maka negara telah memberi amanat kepada Polri khsusnya untuk menjadi bagian terdepan dalam mewujudkan dan menjaga stabilitas nasional di dalam negeri.Â
Baca juga: Ketika Mimpi Mengganggu Stabilitas Nasional
Amanat ini tertuang dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang tugas dan fungsi Polri. Namun demikian keamanan di dalam negeri tidak mungkin bisa maksimal dapat diwujudkan, manakala masyarakat khususnya ulama tidak turut andil dalam menciptakan stabilitas tersebut.
Begitu pentingnya stabilitas nasional dalam sebuah bangsa, sehingga tak heran empat belas abad yang silam Nabi saw. Pernah berpesan "Barangsiapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (memperbaikinya) dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya dan jika tidak mampu cukup dengan hatinya, dan yang demikian itu termasuk selemah-lemahnya iman". (HR. Muslim).
Merubah kemungkaran artinya menciptakan stabilitas nasional di lingkungan kita masing-masing. Â
Sebagaimana diungkap dalam hadis di atas, yang punya kewajiban pertama menjaga stabilitas nasional adalah yang memiliki "tangan/kekuasaan". Hal ini tentu yang dimaksudkan adalah pemerintah lebih khusus lagi Polri. Dengan tagline Polri promoter, maka akan dapat mewujudkan stabilitas nasional tersebut, diwujudkan dengan penegakan hukum yang profesional dan konsisten, memposisikan semua warga negara sama di depan hukum (pasal 27 ayat 1).
Baca juga: Pentingnya Integrasi Nasional
Kedua yang memiliki kewajiban untuk menjaga stabilitas nasional adalah para ulama. Posisi ulama secara sosiologis diletakkan pada tempat yang terhormat di masyarakat dan selalu didengar nasihat dan kata-katanya oleh umat, maka sudah sejatinya ulama yang diperlukan di sini ialah yang mampu mempersatukan umat dan meredam berbagai gejolak yang timbul di masayarakat, baik yang terkait dengan isu SARA seperti di Minahasa dan lain sebagainya.
Dan terakhir yang berkewajiban untuk menjaga stabilitas nasional ialah masyarakat secara keseluruhan. Artinya sebuah tipologi  masyarakat yang mampu menahan diri untuk tidak mengeluarkan kata-kata dan sikap yang dapat berpotensi mengganggu stabilitas nasional yang selama ini kita telah jaga bersama. Atau dengan kata lain, masyarakat yang tidak mudah terprovokasi dengan berbagai isu yang belum tentu benar (hoax).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H