Mohon tunggu...
ninik sumarninanring
ninik sumarninanring Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menikah

hobi saya menulis, karena bagi saya menulis akan mengasah kemampuan saya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Subsidi Gas 3 Kilogram Dicabut, Pedagang Kecil: Pemerintah Mau Membunuh Kami?

15 Januari 2020   21:13 Diperbarui: 15 Januari 2020   21:48 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pedagang kecil menjerit mengetahui rencana pemerintah untuk mengubah skema subsidi gas tabung 3 kilogram. Sebab, harga gas melon itu akan melonjak drastis.

"Ya gila itu kalau naik jadi Rp37 ribu. Itu sama saja Pemerintah mau membunuh kami?," kata Mas Adi pedagang bakso gerobak di sekitaran Panakkukang, Makassar seperti dilansir dari sini.

Sebelumnya, dikutip dari jpnn, Pemerintah lewat Kementerian ESDM, pada Selasa (14/1), menyatakan akan mengubah skema subsidi gas LPG 3 kg mulai semester II 2020 atau pertengahan 2020. Harga gas melon nantinya akan disesuaikan harga pasar selayaknya gas LPG 12 kg.

Gas LPG 12 kg harga ecerannya saat ini Rp150 ribu untuk wilayah Pasar Minggu. Mengacu pada angka tersebut, gas elpiji 3 kg nantinya akan jadi sekitar Rp37 ribu. Terjadi lonjakan drastis dari harga gas melon saat ini di pasaran sekitar Rp22 ribu.

Perkiraan lebih besar datang dari salah satu agen distributor gas LPG untuk wilayah Panakkukang yang ditemui. Agen itu memperkirakan gas melon nantinya akan sampai di tangan konsumen dengan harga Rp40-45 ribu.

Adapun subsidi gas nantinya akan diberikan pemerintah dengan skema tertutup atau langsung ditujukan kepada masyarakat miskin. Meski belum diputuskan, pihak ESDM memperkirakan masyarakat yang layak mendapat subsidi adalah yang penggunaan maksimalnya 3-4 tabung gas melon dalam sebulan. Nantinya, masyarakat miskin akan diberikan subsidi langsung untuk 3 atau 4 tabung gas.

Sedangkan Mas Adi, setiap bulannya bisa menghabiskan 20 tabung gas melon untuk kebutuhan berjualan bakso. "Ya beratlah jadinya buat kita. Masa subsidi cuma tiga tabung saja," ujarnya.

Menurut Mas Adi, skema subsidi tertutup itu hanya cocok untuk kebutuhan rumah tangga. Sedangkan untuk pedagang kecil, kata dia, jelas rencana itu akan sangat memberatkan. Ia pun berharap agar tetap bisa membeli gas melon sama dengan harga saat ini meski skema subsidi diubah.

"Ya pemerintah harus ada caranya atau solusi buat pedagang kecil. Kalau pedagang besar yang omzet puluhan juta ya nggak masalah," ujar Mas Adi.
Hal serupa diutarakan Rahma (35), pedagang gorengan di pinggir Jalan Batua Raya, Makassar. Untuk kebutuhan produksi, Ira menghabiskan 40-60 tabung gas melon setiap bulannya. "Ya kalau subsidinya cuma 3 ya gimana, ya. Harus ada solusilah buat pedagang kecil," kata Rahma.

Pengamat ekonomi Unhas, Anas Iswanto Anwar mengatakan pemerintah harus melakukan verifikasi data terlebih dahulu. Tidak semua UMKM mampu membeli gas non subsidi. Gas 3Kg tetap dibutuhkan untuk usaha kecil dan masyarakat miskin.

"Sekarang tinggal dicari seperti apa pola yang tepat. Jadi jangan sama sekali dihapuskan, karena ini soal keberpihakan," ujarnya, kemarin.

Namun, ia menilai pencabutan subsidi untuk mengurangi beban APBN. Ia mengatakan pemilihan pencabutan subsidi pada gas elpiji 3 kg dinilai tepat. Sebab, di sektor ini selalu menjadi masalah. "Saya melihatnya APBN kita defisit. Maka salah satu cara ialah mengurangi subsidi. Tapi, kembali lagi apa gantinya, harus jelas agar bisa lebih tepat sasaran," jelas Anas.

Ekonom Unismuh Sutardjo Yui menambahkan pemerintah perlu memberikan penjelasan berapa harga pokok gas elpiji 3 kg tersebut.

"Bukan langsung harga jual bagi tiga, ini kan aneh, mungkin saja harga pokok gas yang 3kg tersebut bukan dibawah 20 ribu, sehingga orang patut curiga mungkin dengan harga sekarang tidak ada subsidinya, bahkan mungkin sudah profit," terangnya.

Menurutnya, Indonesia merupakan negara penghasil gas terbesar di dunia. Tidak ada salahnya memberikan gas gratis bagi orang yang masuk kategori miskin, dengan sistem mengalirkan gas kerumah mereka melalui pipa gas, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan pengguna gas gratis. Ia mengaku banyak solusi yang bisa dihadirkan untuk menghindari penggunaan subsidi tidak tepat sasaran. "Tapi janganlah orang miskin disuruh pakai barcode, kasian," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan harga gas 3kg nantinya akan sama dengan harga pasar seperti LPG 12 kilogram.

"Samalah dengan LPG 12 kilogram bagi 3 atau 4 nanti kita lihat," ujar Djoko. Menurut Djoko, saat ini mereka tengah mendata warga miskin dan skema subsidi yang akan diberikan. Skema yang dipertimbangkan beragam, bisa pakai QR Code sehingga saat membeli sejumlah 3 tabung nanti subsidi Rp 100.000 akan langsung ditransfer ke rekening penerima subsidi. Sedang dihitung berapa rata-rata kebutuhan para warga yang berhak terima subsidi dalam sebulan.

"Kita sudah punya data, mau pakai kriteria miskin yang mana nih. Kita juga punya data konversi sejak awal lalu kita bandingkan, apakah mereka masih berhak," jelasnya.

Penyaluran subsidi elpiji 3 kg dengan sistem tertutup, kata dia, akan menghemat anggaran subsidi elpiji antara 10-15 persen. Hal itu dengan catatan bahwa kebijakan ini bisa diterapkan tepat waktu. Perubahan dilakukan karena penyaluran subsidi dengan skema terbuka seperti yang diterapkan saat ini dianggap belum tepat sasaran. Maklum, skema penyaluran subsidi yang diterapkan ini tidak bisa digunakan untuk memilah pembeli dari golongan rumah tangga masyarakat mampu dan tidak mampu. Karena kelemahan tersebut, peluang kebocoran besar.

Elpiji melon sering terlihat digunakan oleh golongan masyarakat mampu dan bahkan industri besar, seperti restoran atau hotel.

Menanggapi hal tersebut, Manager Communication & CSR Pertamina Marketing Operation Region (MOR) VII Sulawesi, Hatim Ilwan mengaku belum bisa memberikan komentar lebih jauh. Namun pada prinsipnya jika hal tersebut menjadi sebuah keputusan pemerintah, pihaknya siap mengikutinya. "Kami masih menunggu arahan dari pusat," jawabnya singkat, Rabu (15/1).

Sebelumnya, ia mengatakan pemerintah, memiliki pertimbangan mengenai perubahan pola distribusi untuk gas elpiji 3 kg menjadi tertutup. Ia menjelaskan, elpiji 3 kg merupakan barang subsidi yang dikhususkan bagi masyarakat miskin. Namun, yang terjadi di lapangan banyak masyarakat yang seharusnya tidak menggunakan gas elpiji 3 kg, justru malah menggunakannya. Di Sulawesi, rata-rata penyaluran elpiji 3 kg dalam sehari mencapai 500ribu tabung.

"Itu sesuai dengan konsumsi masyarakat. Tiap tahun selalu ada penambahan tapi sesuai dengan arahan pemerintah. Sementara di Sulsel sekitar 45 persen dari angka tersebut," tandasnya.

Di Sulsel, dalam 5 tahun terakhir realisasi konsumsi elpiji 3 kg selalu menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2015, realisasi mencapai 68,673,233 metrik ton (MT). Tahun 2016, konsumsi meningkat menjadi 75,131,840 MT. Di tahun 2017, kembali meningkat mencapai 79,760,320 MT. Terjadi peningkatan di tahun 2018 sebesar 83,156,480 MT. Dan meningkat lagi di 2019 menjadi 85,702,730 MT. Sementara di tahun 2020 hingga Minggu pertama Januari, realisasi konsumsi telah mencapai 3,014,040 MT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun