Permasalahan agraria selalu menjadi isu utama yang hangat sejak dahulu di Indonesia. Masalah timpangnya kepemilikan lahan, konflik agraria, dan kurangnya akses petani kecil terhadap tanah produktif merupakan sebagian kecil dari banyaknya permasalahan agraria di negara ini. Dari data BPS menunjukkan bahwa sekitar 56 persen petani di Indonesia hanya menggarap lahan yang luas lahannya kurang dari setengah hektar. Dengan kondisi seperti ini, tentu sulit untuk petani dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatannya secara signifikan. Apalagi untuk mencapai swasembada pangan seperti yang menjadi rencana kerja Presiden Prabowo.
Di tengah permasalahan agraria yang kompleks tentu menjadi tantangan tersendiri untuk mengurainya. Kehadiran Badan Bank Tanah diharapkan mempu menjadi solusi nyata untuk mengatasi semua permasalahan tersebut. Lahirnya Badan Bank Tanah membawa harapan baru untuk banyak pihak terkait masalah agraria, khususnya para petani kecil yang selama ini kerap berada dalam posisi rentan.
Bagi yang belum tahu, Badan Bank Tanah merupakan badan yang dibentuk pemerintah yang tugasnya mengelola tanah untuk kepentingan masyarakat luas demi tercapainya tujuan pembangunan. Secara resmi badan ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Badan Bank Tanah memiliki mandat strategis untuk mengelola tanah secara  berkeadilan dan berkelanjutan. Namun, bagaimana potensi badan ini dalam meningkatkan kesejahteraan petani? Lalu apakah harapan dan tujuan besar yang disematkan dalam pembentukannya akan terwujud?
Menggali Peran Badan Bank Tanah
Mengingat tugas Badan Bank Tanah untuk mengelola tanah negara yang belum dimanfaatkan, termasuk tanah-tanah yang berasal dari redistribusi, tanah terlantar, dan hasil land reform, maka badan ini memiliki wewenang untuk mendistribusikan tanah kepada masyarakat yang membutuhkan. Termasuk para petani kecil dengan tujuan memperkuat terhadap lahan produktif.
Pendekatan redistribusi tanah yang dilakukan Badan Bank Tnah tidak hanya bertujuan untuk menyelesaikan konflik agraria, tetapi juga menciptakan keadilan sosial dalam mensejahterahkan masyrakat. Dengan memprioritaskan petani kecil dan kelompok masyarakat adat, badan ini berpotensi mengurangi ketimpangan akses lahan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petanisecara langsung.
Namun tentu saja keberhasilan Badan Bank Tanah nantinya tidak hanya bergantung pada redistribusi saja. Manajemen yang berkelanjutan turut menjadi kunci utama kesuksesan. Tanah yang didistribusikan harus didukung oleh program-program pendampingan, akses terhadap teknologi, dan modal usaha yang memadai. Tanpa ini, redistribusi hanya akan menjadi solusi jangka pendek yang tidak berdampak signifikan.
Banyak para petani di pelosok negeri memiliki harapan besar terhadap Badan Bank Tanah. Mereka berharap memiliki kepastian hukum atas lahan yang digarapnya, sehingga tidak lagi dihantui oleh ancaman penggusuran atau konflik dengan pihak lain. Kepemilikan lahan yang jelas juga akan membuka akses terhadap kredit usaha tani yang selama ini sulit didapatkan karena status lahan yang tidak pasti.
Tantangan dan Harapan Badan Bank Tanah
Dalam penerapannya apa yang dikerjakan Badan Bank Tanah tentulah tidak sesederhana kelihatannya. Banyak faktor dan hal yang kerap menjadi kendala, seperti proses identifikasi dan pemetaan lahan terlantar memerlukan proses yang panjang dan sering kali diwarnai sengketa hukum. Tidak hanya itu saja, resistensi dari kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan atas tanah-tanah tersebut juga dapat memperlambat proses redistribusi. Terakhir lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah pun turut menjadi penghalang dalam melaksanakan kebijakan agraria. Karena itulah untuk berhasil Badan Bank Tanah sangat bergantung pada transparansi dan akuntabilitas lembaga.
Meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar, potensi Badan Bank Tanah untuk membawa perubahan positif juga tidak dapat diabaikan. Dengan strategi yang tepat, lembaga ini dapat menjadi motor penggerak transformasi agraria di Indonesia. Langkah awal yang dapat dilakukan dengan memperkuat basis data tanah secara nasional. Digitalisasi data tanah tidak hanya akan mempermudah identifikasi lahan, tetapi juga meningkatkan transparansi dalam pengelolaannya.
Selain itu, kolaborasi dengan lembaga-lembaga lain, baik pemerintah maupun non-pemerintah menjadi faktor yang sangat penting. Program pendampingan untuk petani yang menerima tanah harus dirancang dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta. Pendampingan ini dapat berupa pelatihan teknis, akses terhadap teknologi modern, serta fasilitasi pemasaran hasil pertanian.
Tidak kalah penting, pendekatan yang inklusif harus menjadi prinsip utama Badan Bank Tanah. Petani perempuan, misalnya, sering kali diabaikan dalam kebijakan agraria. Padahal, mereka memiliki peran penting dalam kegiatan pertanian dan pengelolaan lahan. Memberikan perhatian khusus kepada kelompok ini akan meningkatkan dampak positif redistribusi tanah terhadap kesejahteraan keluarga petani secara keseluruhan.
Keberhasilan Badan Bank Tanah dalam menjalankan tugasnya akan menjadi tolak ukur sejauh mana Indonesia mampu mewujudkan reforma agraria yang berkeadilan. Jika dikelola dengan baik, lembaga ini tidak hanya akan mengurangi ketimpangan sosial, tetapi juga meningkatkan produktivitas pertanian secara Nasional. Dengan demikian, sektor pertanian dapat menjadi tulang punggung perekonomian yang tangguh dan inklusif.
Namun, keberhasilan ini membutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil berpihak kepada petani kecil, bukan kepada korporasi besar. Masyarakat sipil dan media harus berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan Badan Bank Tanah, sehingga transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga.
Pada akhirnya, keberadaan Badan Bank Tanah membawa secercah harapan bagi petani Indonesia untuk keluar dari jerat kemiskinan struktural. Namun, harapan ini hanya akan menjadi kenyataan jika semua pihak bekerja bersama untuk memastikan bahwa tanah, sebagai sumber kehidupan, dikelola untuk kepentingan rakyat banyak, bukan segelintir elit. Dengan langkah yang tepat, Badan Bank Tanah dapat menjadi fondasi bagi masa depan agraria yang lebih adil dan sejahtera di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI