Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nostalgia Pilu

27 Oktober 2024   07:29 Diperbarui: 27 Oktober 2024   07:51 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nostalgia Pilu
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Empat dasawarsa silam, sepupu datang ke rumah saat kondisiku masih berantakan. Baru saja lulus dengan dua balita, tentu saja rumah tangga kami masih fase merintis. Sepupu merupakan mahasiswa dengan berbagai kesulitan. Bersyukur tidak berharap apa pun. Hanya sekadar menjalin silaturahmi agar tali tidak terputus dan kepaten obor. Tetap ada relasi antaranggota keluarga sehingga tidak hilang begitu saja.

Kesulitan perjuangan hidup berfokus pada perbaikan, peningkatan martabat, khususnya  segi ekonomi,  kami bekerja keras hingga sedikit abai pada relasi antarkeluarga. Bahkan, terlalu keras. Sadar bukan keturunan sultan, kami  mempersiapkan segala sesuatu, khususnya dana pendidikan tiga jagoan dengan prestasi cemerlang.  Getol  mempersiapkan agar mereka sukses meniti pendidikan menuju karier prima. Kerja, kerja, dan kerja adalah motto kami sehingga pagi hingga malam mengais rezeki di luar rumah. Terpujilah Allah, setelah setengah abad  yang diidamkan tercapai karena kasih-Nya.

Datanglah virtual curhat sepupu menumpahkan kekesalan pada seorang keluarga di masa silam. Kujawab masih lebih parah perlakuan yang bersangkutan kepadaku. Kuncinya: harus disadari karakternya, berusaha melupakan, memaafkan, menghentikan agar kisah pilu itu selesai. Stop di kita. Tak lama curhat pilu panjangnya dihapus dan dituliskanlah ucapan terima kasih atas pencerahan yang kunyatakan. Terlebih sudah sama-sama menghadapi usia senja, tak baik mengingat nostalgia pilu masa lampau. Lebih elok berpikir positif, bertindak bijak sebagai kunci penolong memulihkan luka batin itu. Setuju?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun