Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Menunggu di Ambang Batas Waktu

13 Oktober 2024   16:12 Diperbarui: 28 Oktober 2024   15:11 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa, aku dan teman-teman memisahkan diri dari gerombolan. Kubuka Honda Jazzku, Cantika dengan wajah lesu duduk di sampingku seperti biasa. Widi, Yos, Kamil, dan Dion duduk bertumpuk di belakang. Kulajukan mobil perlahan-lahan meninggalkan teman-teman sekelas yang masih meributkan pergi pakai apa atau dibonceng siapa.

Perjalanan menuju museum terasa berbeda. Cantika yang biasa ceria, sekarang lebih banyak diam. Di kursi belakang, Yos meluapkan sumpah serapah. Kamil yang bertubuh gembil tak tahu diri meminta dipangku di antara Yos dan Dion, terang saja keributan terjadi. Namun, Cantika bergeming. Ia tetap diam membisu. Tatapannya kosong ke luar jendela. Ada buliran berjatuhan dari pelupuk matanya.

Kunjungan ke museum yang biasanya menyenangkan karena pembelajaran terasa berbeda dan tidak membosankan, berubah menjadi tidak keruan. Cantika diam seribu bahasa, nyaris tanpa suara. Tidak ada canda atau celoteh yang membuat kami tertawa. Buku tugas selesai dikerjakan. Cantika langsung minta diantar pulang. Padahal, biasanya dia yang pertama berinisiatif menggelar acara bersama. Entah jalan-jalan bersama, nonton film, atau sekadar kulineran biasa. Acara refreshing bersama sepulang sekolah di akhir pekan.

Perjalanan pulang pun hampa. Anak-anak di kursi belakang terlelap. Padahal perjalanan singkat. Kuantar mereka ke sekolah karena semua motornya disimpan di sekolah. Terakhir kuantar Cantika pulang.

"Gandaru, mampir, yuk. Di rumah gak ada siapa-siapa. Aku mau curhat."

Kuparkir mobil ke dalam. Aku masuk, langsung duduk di sofa ruang tengah. Aku sudah dekat dengan keluarga Cantika. Jadi, terbiasa tidak duduk di ruang tamunya.

 Duduk di sampingku, tanpa ragu Cantika menyandarkan kepala di bahuku.

"Aku putus sama Dion ...," lirihnya lalu hanyut dalam tangis.

Mendengar pengakuan Cantika, tebersit rasa senang. Namun, masih bimbang benarkah mereka sudah putus. Aku tahu Cantika akan datang padaku saat Dion sudah tidak bersamanya. Dia akan sadar betapa aku mencintainya. Tetiba terlintas di kepala, haruskah kukatakan cinta sekarang? Namun, aku tak sanggup. Rasanya terburu-buru kalau kunyatakan sekarang.

Saat Cantika dalam duka, seolah aku mengambil kesempatan. Aku selalu cemburu. Aku juga selalu rindu dan kini mereka sudah putus. Cantika terlelap dalam pelukan. Biarlah aku menunggu waktu yang tepat untuk menyatakan cintaku. Dalam keheningan kubisikkan bahwa aku akan tetap menunggu sampai akhir hayatku. Kunyalakan musik di handphone-ku, kupilih lagu Rossa untuk menemani Cantika dalam tidur. Berharap isi lirik lagu itu meresap dalam bawah sadarnya. Ya, aku menunggu seperti ungkap Rossa dalam lagunya!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun