Silent of Love (Part 2)Â
Bab 1Â
Persahabatan yang Manis (bagian 2)Â
Gadis manis yang masih duduk di kelas 8 SMP ini tergugu. Ada apa dengan hatinya? Mengapa jantungnya seolah ingin memberontak melompat keluar saat bersirobok tatap dengan Gunawan yang akrab disapa Wawan itu? Ia tak kunjung paham apa penyebab semuanya itu. Panas dingin dan kacau balau yang dirasakan saat berdekatan dengan pemuda itu apalagi kalau melihat senyumnya yang menawan. Belum pernah ia  merasakan senano-nano ini dengan lawan jenis yang ditemui dalam pergaulannya. Sungguh membuatnya kikuk dan salah tingkah semata.
Karena penasaran, Lina mencoba mencari-cari tanda-tanda jatuh cinta melalui searching dan googling. Ia menemukan antara lain ciri-ciri sebagai berikut.
Konon katanya kadar dopamin yang dihasilkan mampu meningkatkan berpikir bahwa si dia adalah seseorang yang unik, spesial, dan berbeda dengan  lainnya. Selanjutnya, perhatian terfokus pada kebaikan orang yang dianggap spesial tersebut. Hal ini juga meningkatkan ketidakstabilan emosional dan fisiologis sehingga membuatnya salah tingkah. Bahkan cemas, panik, euforia, gemetar, dan jantung berdebar berlebihan saat berada di dekat, berpapasan, atau mengalami sesuatu berkaitan dengan si dia. Perubahan suasana hati yang bergejolak luar biasalah intinya. Termasuk merasa tidak sabar untuk bertemu lagi dan bersamanya dianggap segala sesuatu menjadi pengalaman baru dan seru.
"Ah, apa iya aku jatuh cinta? Cinta monyet?" senandikanya saat becermin sambil mematut diri.
"Eh, aku kok jadi gemar berdiri di depan cermin dan bergaya begini? Jangan-jangan ... aku memang sedang jatuh hati?" rutuknya sambil cemberut.
Cukup lama ia termangu di depan cermin sambil bersenandika hingga tanpa disadari pintu kamar berderit pertanda ada yang hendak masuk. Buru-buru ia tinggalkan cermin menuju meja belajar di sebelah bed single yang tertata rapi.
Kamarnya cukup tenang. Berada bersebelahan dengan kamar Melani, kakak kandungnya nomor dua. Ya, Meylina adalah putri ketiga. Kalau sulung sudah kelas 12 SMA, Melani berada di kelas  10 pada sekolah yang berbeda. Kamar putri kedua dan ketiga ini berada di lantai bawah, dekat dengan kamar utama orang tua, dan kamar tamu yang seringkali kosong. Sementara, kakak sulung menempati kamar lantai dua dengan dua kamar kosong lain yang digunakan sebagai cadangan kalau ada keluarga datang.
Selain rumah besar berlantai dua, di sebelah ada paviliun yang digunakan sebagai kamar indekos. Ada dua lantai juga, masing-masing dengan lima kamar sehingga terdapat sepuluh kamar yang bisa dihuni oleh sepuluh anak indekos khusus lelaki. Selain itu, di lantai dua paviliun juga disediakan area pertemuan yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat berdiskusi sesama mahasiswa. Di lantai dasar area tersebut dimanfaatkan sebagai ruang tamu, ruang belajar bersama, dan area memasak sederhana yang disiapkan. Sebagai antisipasi, kalau-kalau ada yang ingin membuat kopi, teh, atau sekadar mi instan. Juga disediakan area untuk layanan laundry yang dikelola oleh orang tuanya.
Ada sepasang suami istri yang membantu sang ibu memasak dan mengurus rumah tangga. Bi Kalimah sebagai ART, sementara suaminya, Pak Sukirno sebagai tukang kebun merangkap petugas laundry bersama sang istri. Ada juga Bang Tegar seorang sopir yang melayani antar jemput anak-anak dan sang ibu ketika harus berbelanja.
Ayah mereka Bapak Mahardika Prasetya seorang pengusaha yang tinggal di Jayapura. Beliau sering bepergian, baik ke luar pulau, maupun ke luar negeri. Sang ayah ini memiliki dua istri. Istri pertama, Ibu Winda tinggal di Jayapura. Pernikahan sang ayah dengan istri pertama tidak dikaruniai putra. Karena itulah sang ayah diizinkan menikahi adik sepupu dan memiliki tiga buah hati. Untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional dan biaya hidup, istri kedua dan anak-anak diberi usaha indekos karena kebetulan rumah mereka dekat dengan beberapa kampus ternama.
Bersama Ibu Herna, istri kedua yang sepupu istri pertama ini, sang ayah dikaruniai putra-putri istimewa.  Si  sulung Klana Prahastama, sedang berada di kelas 12. Putra  kedua, gadis ayu bernama Melani Prahaswari, duduk di kelas 10. Sementara, bungsu yang manis bernama Meylina Pramesti baru berada di kelas 8 salah sebuah SMP di kotanya.
Keluarga ini hidup berkecukupan, rukun, dan tampak sebagai keluarga harmonis. Hanya saja, sang ayah pulang sebulan dua atau tiga kali sesuai kondisi saja. Sebagai pengusaha, tentu waktunya lumayan tersita oleh kesibukan bisnis sehingga putra-putri dan istri kedua hanya disambangi sesekali saja. Namun, sang ayah mengusahakan senantiasa memperhatikan kebutuhan rohani dengan melakukan video call sehingga rasa rindu pun terobati.
 *** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H