Adi dan Ami pun melihat peluang yang sangat beragam, sesuai minat dan bakatnya. Mereka berdua berpikir tentang jasa kuliner karena Ami piawai memasak, sementara Adi bisa merambah jasa transportasi karena ada kendaraan juragan muda yang dipercayakan kepadanya. Dua hal tersebut akan bisa mereka lakukan di daerah baru tersebut.
"Adi, Bibi senang kalian datang. Dengan demikian, tugas Bibi akan makin ringan. Mengurus homestay ini sungguh tidak mudah dan harus bersaing dengan yang lain dalam memperoleh pendapatan, tapi sayang ... kalian masih memiliki banyak pekerjaan rumah!" kata bibinya setelah mereka tiba di rumah.
"Iya, Bi. Adi tahu," jawabnya santun.
"Yang pertama, kalian harus segera menikah kalau tidak ingin terjadi masalah. Setelah itu, silakan mencari kontrakan!" lanjut bibinya.
"Baik, Bi. Kami akan segera melaksanakannya," jawab Adi.
Sejujurnya dia kaget tatkala diminta mencari kontrakan. Semula pikir Adi, dia akan diberi tempat secara cuma-cuma mengingat bibinya tersebut cukup terpandang dan kaya. Namun, perkiraan itu sangat meleset.
"Agama kalian bagaimana? Apa tidak ada masalah?" lanjut sang bibi serius.
"Tidak ada masalah," jawab Ami santun.
"Oke, kalau begitu ... selama seminggu kalian kuberi dua kamar ekstra. Adi silakan ambil kamar single, dan calon istrimu dengan kedua anaknya di kamar yang lebih besar. Ingat, di sini kamar artinya uang. Kalian kuberi gratis selama seminggu saja, silakan sambil mencari-cari kontrakan. Kalau ingin murah, silakan lebih ke daerah pelosok!" saran bibinya.
Sang bibi mengira Adi melarikan diri dan hendak menikahi janda beranak dua. Hal itu karena memang dia tidak membuka rahasia tentang Una dan Uni. Itulah rupanya mengapa sang bibi tidak respek terhadap Ami, Una, dan Uni.
"Baiklah, Bi!" jawab Adi tenang. "Kami sangat berterima kasih diberi tumpangan gratis selama seminggu!" jawabnya santun.