Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Menulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bagai Parang Bermata Ganda

15 Juli 2024   09:55 Diperbarui: 15 Juli 2024   10:00 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Bagai Parang Bermata Ganda

"Sudah semingguan ini musim dingin luar biasa. Suhu udara yang biasanya 32 menjadi 16 derajat celsius. Karena itu, selalu ingin hangat, kehangatan, dan menghangatkan diri baik di bawah selimut tebal maupun dengan makanan minuman hangat semisal bakso, ronde,  atau sekoteng. Hufff .... luar biasa rasanya karena terbiasa berada pada suhu hangat menjadi sedingin ini. Menggigil sekujur raga!" tulisku buat si bungsu yang masih berada di negeri Paman Sam sana.

Kalau sedang chatting dengannya, aku harus bersiap-siap untuk tidak segera memperoleh jawaban. Maklum, kesibukan si bungsu luar biasa. Dibalas, ya syukur ... tidak dibalas, tidak mengapa!  

Tidak berapa lama, datang balasan chatting begini, "Hihihi ... belum lagi kalau Mama berada di sini musim salju. Kayaknya Mama nggak bisa bergerak saking dinginnya! Sampai minus, Ma! Jadi, tenang saja ... usahakan mengonsumsi makanan minuman bergizi saja. Perbanyak gerak juga, jangan malah malas beraktivitas!"

Karena memang seorang tenaga medis, selalu yang dipesankan masalah kesehatan. Namun, memang ketiga jagoan dan keluarganya selalu memesan agar kami berdua yang sudah berumur ini selalu menjaga kesehatan, sih. Baik dua kakaknya, si sulung yang berada di luar Jawa dan si tengah di ibu kota maupun si bontot yang di mancanegara selalu berharap kami baik-baik saja. Bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahkan kesehatan kepada kami. Kalau ada sedikit lelah, kupikir sudah biasalah. Namanya juga sudah berusia di atas kepala 6 kan?

"Gimana aktivitas Mama? Masih sibuk di penerbitan? Apa masih menjahit juga, Ma?" timbrung menantu menambahkan pesan.

"Iya, terpujilah nama Tuhan. Kemarin ada teman Mama yang meminta menyuntingkan buku solo putranya. Rezeki itu memang diatur Tuhan sedemikian rupa sehingga saat tidak ada job, dibukakan-Nyalah pintu berkat!"

"Syukurlah, ... tapi ingat-ingat usia, Ma! Jangan terlalu forsir hingga kelelahan, ya Ma!"

Chatting diakhiri dengan doa agar pasutri muda tersebut segera kembali ke tanah air untuk memdarmabaktikan diri di universitas tempatnya berdinas.

Beberapa hari sebelumnya, aku melapor kepada Allah bahwa masa liburan ini aku mengalami sepi job. Bersyukur Allah memberikan pekerjaan dan memampukanku menyelesaikannya dalam sehari. Job tersebut berasal dari seorang  teman yang sedang bersedih berat. Beliau menghubungiku dengan kondisi galau luar biasa. Curhat yang dikemukakan antara lain demikian.

Sekitar bulan Mei silam, putra bungsu yang gemar menulis dan sedang getol-getolnya mengeksplore karya tulis meminta sang ibu untuk membaca dan membenahi karyanya. Sang putra juga meminta agar karya tersebut dijadikan buku tunggal dan sempat disanggupinya. Namun, karena teman guru tersebut sedang dalam kondisi sangat sibuk, beliau melupakan permintaan si putra bungsu.

Dua hari lalu sang putra menanyakan sampai di mana proses pembuatan buku miliknya. Tentu saja temanku sangat kaget karena naskah mentah itu belum sempat disentuhnya sama sekali. Saat itu beliau tidak bisa menjawab pertanyaan putra bungsu. Beliau pun merasa kecewa karena melupakan hal yang dianggap penting tersebut. 

Sedih, galau, kecewa berbaur menjadi satu. Beruntung beliau ingat pernah ikut nubar (nulis bareng) bersamaku, mengetahui aktivitasku dalam pendampingan dan penyuntingan buku solo. Oleh karena itu, langsung beliau mencoba menghubungi dan mengemukakan permasalahan yang dihadapi kepadaku lewat WhatsApp.

Dikemukakanlah permasalahan yang dihadapi itu dengan kesedihan mendalam. Selanjutnya, karena tidak ingin mengecewakan putranya, beliau ingin meluluskan permintaan sang putra dengan terbit cepat.

Setelah berbincang-bincang beberapa saat, tugas editing kuambil alih dan segera kuselesaikan secara kilat. Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan, direncanakanlah meminta agar bisa terbit cepat. Setelah kuselesaikan dalam waktu sehari, kuantarlah naskah ke salah sebuah penerbit dengan jalur VVIP. Jalur sangat cepat dengan estimasi sepuluh hari selesai.

Di sini bukan masalah harga yang dipertanyakan, melainkan sebuah janji dan ketulusan hati seorang bunda yang dipertaruhkan! Bukan masalah berapa harga proses hingga cetak, melainkan harga diri dan nama baik sang bunda yang telah menyanggupi dan karena kesibukan melalaikan kesanggupan tersebut.

Aku jadi teringat akan peribahasa 'kasih ibu sepanjang jalan, kasih ada sepanjang penggalan.' Benar-benar terasa ketika mendengar curhat teman di atas. Apa sih yang enggak, buat si buah hati? Apalagi kalau yang diminta si buah hati adalah sesuatu yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi orang lain?

Melihat keistimewaan si buah hati yang sedang getol-getolnya belajar menulis, sang bunda pun cancut tali wondo, rawe-rawe rantas, malang-malang tuntas!  Segera menangani tanpa peduli berapa harga yang harus dibayar! Sungguh aku begitu salut, angkat topi, sekaligus acungkan jempol tangan kanan kiri! Anak dan emak yang hebat dan luar biasa.

Perlu kurenungkan dan kupertanyakan dalam hatiku, apakah demikian juga yang kulakukan jika buah hatiku meminta? Sedikit tamparan manis yang cukup menohok, bukan?

Kisah yang kuberi titel bagai parang bermata ganda ini, semoga bisa menginspirasi siapa pun pembacanya. Allah tidak kekurangan cara untuk menyalurkan rezeki kepada umat-Nya sekaligus cubitan halus bagi seorang ibu yang berupaya memfasilitasi proses pertumbuhkembangan talenta si buah hati.

Salam hangat buat pembaca budiman. Terima kasih telah berpartisipasi menyempatkan waktu membaca goresan pena ini. Tuhan memberkati dengan kesehatan dan kesuksesan Anda dan keluarga, amin.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun