Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pengalaman Menegangkan

11 Juli 2024   12:48 Diperbarui: 12 Juli 2024   15:29 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pengalaman Menegangkan

Suatu sore seperti biasa aku harus memberi les privat dari rumah ke rumah. Kali ini sesudah dari satu tempat, lanjut ke tempat lain. Arloji di pergelangan tangan tepat menunjukkan pukul 18.30 berarti masih ada waktu lima belas menit lagi. Kupacu sepeda motor  bebek kuno dan bututku menuju target berikutnya. Pukul 18.45 les berikutnya kumulai dan akan berakhir 90 menit kemudian, tepatnya pukul 20.15 WIB.

Kali ini peserta les adalah seorang jejaka kelas 1 SMA dengan kondisi berkebutuhan khusus. Seharusnya, sesuai usia  mestinya ia kelas akhir SMA. Namun, karena kendala tertentu ia masih duduk di kelas awal.

Putra sulung ini memiliki keunikan tersendiri. Les privat berlangsung di dalam kamar cukup luas dengan fasilitas dipan single dan satu set meja belajar dengan dua kursi berhadapan. Ada almari pakaian dalam kondisi terkunci berada di samping kanan tempatku mengajar. Ada papan white board yang menyatu dengan dinding dilengkapi spidol warna-warni sesuai yang kuminta, berada di belakangku. Ada juga kamar mandi dalam yang memudahkan si anak jika sewaktu-waktu hendak buang air.

Ketika mengajar, aku harus berbicara dengan keras sebab orang tua ikut mendengar dan memantau di luar kamar. Sayangnya, anak ini cukup nakal. Ketika aku mengajar, ia tidak mau duduk diam, tetapi justru tidur di bawah dipan yang dibuat agak tinggi. Ia memintaku untuk mengajar seperti biasa seolah-olah duduk di hadapanku. Sementara itu, ia akan memberi respons  dengan jawaban keras sehingga orang tua mengira si sulung mengikuti pelajaran dengan baik.

Sebenarnya, di dalam hatiku terjadi pergolakan. Aku tidak mau berbohong, tetapi si anak pun sulit diatur. Aku juga tidak nyaman menerima gaji buta sebab jujur aku ingin membantu agar si anak memahami pelajaran di sekolah.

Sulung ini harusnya bersekolah di sekolah khusus, tetapi orang tua memasukkan di sekolah umum. Dengan demikian di segala pelajaran, ia keteteran. Karena itu, aku harus membantunya meningkatkan pemahaman terhadap materi yang disampaikan di sekolah dan tidak dapat diserap dengan baik.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya.  Si anak tidak mau diatur, tetapi justru semaunya sendiri. Tentu saja, dengan cara belajar yang dilakukan nilainya tidak akan maksimal. Dengan demikian, sama saja dengan bohong. Aku pun merasa bukan mengajar, melainkan menunggui si anak tiduran di bawah ranjang. Sungguh sangat  problematis sekaligus dilematis.

Suatu sore, seperti biasa, ia ingin belajar dengan model dan gayanya. Namun, sebelum memulai pelajaran, ia permisi ke toilet. Tahu tidak? Tentu ia berlama-lama! Seolah menghabiskan waktu les hanya dengan ... entah apa yang dilakukannya di kamar mandi!

Ketika berada di meja belajar, selama menunggu sampai ia keluar dari toilet, kakiku terasa menyentuh suatu cairan lengket yang berasal dari kaki meja. Demikian juga kulihat beberapa tercecer di lantai. Hal itu kuketahui karena aku tanpa alas kaki saat mengajar. Sepatuku harus berada di luar kamar sebagai pertanda bahwa si anak sedang les. Karena itu, mau tidak mau, ceceran itu terinjak juga olehku.

Manakala kuperhatikan dan kucoba mengetahui cairan apa dengan mendekatkan ke hidung, kuhiruplah aroma sperma sangat menyengat. Spontan aku terkesiap sekaligus ketakutan. Rupanya anak ini sudah melakukan sesuatu. Maaf, mungkin si anak melakukan semacam mengocok sendiri milik vitalnya. Maaf karena aku tak tahu pasti sehingga bertambah-tambahlah gusar hatiku.

Ketika hampir pukul 20.00  barulah ia keluar dari toilet dengan alasan klasik: sakit perut. Sisa waktu tinggal 15 menit lagi. Biasanya, waktu itu untuk melakukan post tes. Akan tetapi, ia berdalih sakit perut parah sehingga akulah yang harus membuat resume pelajaran privat malam itu.

Jika kupikir-pikir, aku macam orang gila. Mengajar sendiri, berbicara sendiri, membuat dan menjawab sendiri soal-soal yang kuberikan. Aku tak mau berbohong terus-menerus. Akhirnya, karena anak ini siswa sekolah tempat suami mengajar, malam itu sepulang memberi les aku berterus terang kepada suami. Khususnya yang terjadi malam itu.

Kukatakan aku tidak sanggup lagi berlaku gila seperti itu. Aku akan melepaskan tanggung jawab sebagai guru les privat dan tidak mau diakali oleh siswa berkebutuhan khusus yang bandel seperti itu. Apalagi dalam kondisi kamar pribadi ditutup, setelah mengetahui ceceran sperma itu aku cukup ketakutan. Takut kalau-kalau ia berbuat aneh-aneh padaku.

Mau tidak mau suami harus melaporkan kondisi tersebut, baik kepada orang tua maupun ke wali kelasnya. Percuma aku mengajar kalau yang diajar kurang ajar, kan? Selama sekitar sebulan ini aku ikut stres dan berpikir lebih baik tidur di rumah saja daripada ikut-ikutan berkebutuhan khusus!

Terpujilah Tuhan yang Mahabaik. Akhirnya, orang tua mau menyadari kondisi les yang tidak nyaman sehingga mengizinkan aku untuk resign secara baik-baik. Aku masih memperoleh uang lelah bulan itu juga sekadar cenderamata karena telah berjerih lelah menunggui belajar putranya.

Sungguh peristiwa sangat menegangkan sebagaimana pengalaman pribadi hendak dilecehkan (baca: d1p3rk*sa) seseorang beberapa puluh tahun silam. Pengalaman menegangkan yang telah kujadikan cerpen berjudul "Asbak Batu Pualam." Antisipasi itu memang perlu dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, bukan? Semoga menjadi bahan perenungan dan pembelajaran bagi kita. 

Sejak peristiwa tersebut, aku selalu pilah-pilih jika diminta memberi les privat. Jika meminta privat, aku utamakan peserta wanita saja. Jika peserta pria, kalau boleh aku meminta belajar berdua sehingga bertiga denganku. Aku lebih cari aman dan nyaman saja. Namun, yang terpenting aku memohon agar ruang belajar bukan di kamar tidur merangkap kamar belajar si anak, tetapi ruang yang lebih terbuka sehingga keselamatanku juga lebih terjamin. Pengalaman tersebut menjadi penambah kriteriaku dalam menentukan sanggup tidaknya aku melayani siswa les privat.   

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun